webnovel

You're My Serenade

serenade, suatu frasa yang merujuk pada alunan lagu yang menggambarkan senja. Biasa ditujukan kepada sosok yang sangat berharga dalam hidup. Melodinya mampu membawa kehangatan dan ketenangan. memikat siapapun yang mendengarnya untuk terlena dalam diam. {} Gavin Aksa Martendra Pria dengan hati yang dingin, bahkan mungkin sanggup mengalahkan es manapun. Sulit diajak bicara merupakan kelemahan yang membuatnya tidak bisa dimengerti oleh siapapun. Gemar menulis dan mengaransemen lagu. Tidak tertarik dengan urusan asmara. Namun tanpa sengaja, Alana menyusup masuk ke dalam hidupnya, mencairkan es di hati Gavin secara perlahan. — Arabella Alana Gadis yang lugu, ramah, dan murah senyum. Biasa dipanggil Alana. Hal yang paling ia kagumi adalah senja dan frasa. Selalu menuliskan rangkaian kata di tiap lembar buku hariannya. Tidak pernah merasakan jatuh hati, setidaknya sebelum ia bertemu dengan Gavin. jika ditanya, hal terhebat apa yang pernah dia lakukan semasa hidupnya... tentu saja, mencairkan hati seorang Gavin Aksa Martendra. Alana bahkan mampu membuat Gavin melakukan banyak hal konyol yang tidak terpikirkan oleh siapapun. ㅤ { UPDATE SEMINGGU SEKALI } ㅤ

HaChoLam20_04 · 青春言情
分數不夠
15 Chs

Closer Than Before

- lebih dekat dibandingkan dengan yang sebelumnya -

"Gavin!"

"Hm?"

"Kamu pernah pacaran ga?"

".... enggak"

"Ah, gaasik! Kalo naksir cewek pernah ga?"

"Tidak, Alana. Berhenti bertanya dan cepat habiskan makananmu"

~

Setelah kejadian di bianglala, Gavin dan Alana semakin dekat. Tak heran lagi jika melihat mereka berdua sering berjalan bersama. Mereka juga cukup sering bertemu meskipun itu bukan waktu dimana mereka sedang membantu tugas satu sama lain.

Seperti percakapan yang tadi mereka lakukan. Alana dan Gavin sedang menghabiskan waktu dengan makan siang bersama di kantin kampusnya.

Gavin juga sudah mulai terbiasa akan kehadiran Alana di dekatnya.

Padahal, biasanya ia tak suka menghabiskan waktunya bersama orang lain.

Semenjak kejadian lalu, Alana juga semakin berani mengorek informasi tentang Gavin. Bahkan, ia tak segan-segan bertanya hal-hal pribadi secara langsung.

Contohnya seperti percakapan diatas. Alana tak ragu menanyakan kehidupan asmara Gavin. Ia bahkan tak merasa tak enak sedikitpun.

Ya, meskipun memang Gavin tetap berbicara secukupnya. Tapi setidaknya es dalam hati Gavin mulai mencair secara perlahan. Itu semua terbukti dengan dirinya yang tetap meladeni seluruh kebawelan dan rasa penasaran Alana.

Gavin sungguh tak bermasalah menjawab semua pertanyaan Alana, dari yang penting bahkan hingga yang tak penting sama sekali.

Namun tak bisa dipungkiri, ia memang kadang jengkel dengan Alana yang selalu melontarkan pertanyaan kepada dirinya tanpa tahu tempat dan waktu.

Namun entah kenapa, Gavin mampu menahan semua itu. Bahkan tak butuh waktu lama untuk meredam kekesalan dan kejengkelannya.

Setidaknya, sejak saat itu Alana benar-benar menampilkan senyum yang sesungguhnya. Ia tak lagi berusaha menyembunyikan kepahitan apapun di balik senyumnya kepada Gavin.

Meski Gavin belum tahu cerita di baliknya, ia tetap lega melihat Alana menjadi kembali ceria seperti sebelumnya.

~

ALANA'S POV

Aku semakin penasaran tentang Gavin. Entahlah, aku ingin tahu apakah pria sedingin dia juga pernah jatuh cinta atau tidak.

Ku pikir setidaknya laki-laki jaman sekarang pernah jatuh cinta meskipun hanya sekali.

Maksudku, hei! Siapa yang belum pernah jatuh cinta di masa seperti ini bukan?

Namun mungkin itu tidak berlaku untuk Gavin.

Padahal kalo ia pernah, akan kupaksa dia menceritakan kisahnya. Sepertinya harapanku harus pupus disini.

Sejujurnya, aku jadi semakin nyaman berada di dekat Gavin. Ia tak seburuk seperti yang kelihatannya. Entah aku sudah pernah bilang atau belum, tapi menurutku mungkin ia hanya tak tahu cara mengungkapkan apa yang benar-benar ia rasakan.

Yah... Setidaknya suasana hatiku jadi jauh lebih ringan dan membaik setelah kejadian lalu.

Tidak kusangka, Gavin yang akan melihat sisi lain dari diriku yang kelam. Tanpa diduga, ia bisa jadi sandaran yang bisa kuandalkan.

Perkataannya saat di bianglala benar-benar melekat di kepalaku. Apa benar aku boleh menangis saat aku ingin?

Ku pikir selama ini orang akan menganggapku lemah jika aku menangis di hadapan mereka. Jadi, selama ini aku hanya memendam semuanya sendirian.

Tapi mungkin aku salah. Karenanya aku jadi tahu bahwa ada orang yang benar-benar memperdulikanku.

Ada satu hal yang aku bingungkan. Entah kenapa, rasanya sangat nyaman saat berada di dekatnya. Aku jadi terus berharap kalau Gavin akan selalu berada di sisiku. Aku tak pernah merasa seperti ini dengan orang lain sebelumnya.

Entahlah,

Ini... Aneh

Namun di lain sisi juga sangat menenangkan.

POV END

~

Suasana pasar malam yang ramai membuat Alana dan Gavin berdesak-desakan dengan orang lain.

Hingga kemudian, Gavin menggenggam tangan Alana.

Alana sempat bingung dengan apa yang dilakukan Gavin, hingga kemudian ia angkat bicara,

"Biar kamu ga hilang. Disini ramai. Saya bisa repot mencari kamu"

Alana kesal, memangnya sebodoh apa Alana? Kalaupun ia terpisah dengan Gavin, bahkan ia dapat dengan mudah mencari jalan keluar sendiri.

Namun, di lain sisi ia sedikit salah tingkah dan berdebar saat sadar mereka berpegangan tangan di sepanjang jalan.

<< flashback sebelum makan siang

"Alana" panggil Gavin.

"Hm?" Gumam Alana sembari menengokkan kepalanya ke arah Gavin.

Mereka sedang berjalan bersama menuju kantin. Tadi pagi Alana mengajak Gavin untuk makan siang bersama. Karena kebetulan jadwal kelas mereka hari ini tak terlalu jauh berbeda.

"Bisa temani saya ke pasar malam hari ini? tanya Gavin.

Tumben sekali Gavin yang menawarkan duluan. Padahal biasanya Alana yang selalu mengambil inisiatif untuk menghabiskan waktu bersama.

" Eh? Emang kamu mau ngapain?" tanya Alana dengan sedikit kebingungan.

"Saya mau mencari barang disana" ucapnya.

"Hm.... mau gak ya?" canda Alana

"Saya serius, Alana. Mau atau tidak?"

"Ih! Dasar es batu! Gabisa banget sih diajak bercanda!"

Alana sedikit kesal. Padahal ia cuma bercanda. Tapi Gavin menanggapinya dengan serius. Dasar aneh!

"... Jadi?" tanya Gavin lagi. Ia bingung harus bagaimana menanggapi perkataan Alana tadi.

"Iya iya oke. Tapi jemput ya? Hehe"

Wah, bahkan sekarang Alana sudah berani meminta Gavin menjemputnya tanpa ada rasa gengsi sedikitpun.

"Ya, tunggu saya di depan gerbang asrama jam 7 malam nanti" ujar Gavin memberitahukan detail waktunya.

"Oki doki trilili!" jawab Alana dengan senyum manis andalannya.

"Oh iya! Tapi...." ujar Alana lagi.

"Kenapa?" tanya Gavin.

"Abis kamu udah selesai cari barang, giliran kamu ya yang nemenin aku main-main di sana. Titik pokoknya, gamau tau!" paksa Alana.

Gavin yang mengetahui tingkah Alana yang keras kepala hanya bisa menghela napas pasrah sebelum akhirnya mengangguk menyetujuinya.

Karena ia tahu, sekali Alana menginginkan sesuatu, pasti dia akan berusaha keras sampai mendapatkannya. Lagipula, tidak rugi juga Gavin menemaninya bermain-main. Yang penting ia sudah mendapatkan barang yang ia cari.

~

Maka, jadilah mereka ia disini. Namun tak terduga, suasana pasar malam kali ini jauh lebih ramai dibandingkan biasanya. Makanya Gavin mau tak mau menggenggam tangan Alana dengan erat.

Tanpa Gavin sadari, sebenarnya jantungnya juga berdetak kencang. Namun ia menampiknya dengan berpikir mungkin itu karena ia tak terbiasa dengan suasana yang ramai dan orang yang sebanyak ini.

Setelah mereka mendapatkan barang yang Gavin cari, Alana memaksanya pergi ke stan tembak-tembakan.

Ada 1 boneka yang menarik perhatian Alana. Namun untuk mendapatkannya, ia harus berhasil menembak dan memecahkan 5 buah balon.

Sekali, dua kali, hingga tiga kali Alana mencoba, ia selalu saja gagal. Sementara Gavin hanya memperhatikannya dari samping.

Ia sudah cukup geram melihat usaha Alana yang tak berhasil. Jadi saat percobaan keempat, ia memegang tangan Alana yang sedang memegang tembakan dan mengarahkannya ke arah yang tepat.

Deg... jantung Alana serasa berhenti bekerja. Posisi mereka terlalu dekat. Sampai-sampai Alana dapat mencium aroma Gavin dan mendengarkan suara napasnya.

Alana membeku, tak mampu bergerak. Otaknya seakan masih mencerna tentang kedekatan mereka saat ini. Mukanya memerah seperti tomat.

Tanpa sadar, Alana sudah berhasil menembak 5 buah balon dengan bantuan Gavin. Akhirnya, ia mendapatkan boneka yang diinginkannya setelah percobaan yang ke empat.

Untuk meredakan kecanggungan sepihak, Alana langsung berjalan duluan meninggalkan Gavin setelah mendapatkan bonekanya.

"Alana! Tunggu!" ujar Gavin sedikit kencang.

Bisa-bisanya ia meninggalkan Gavin setelah dibantu mendapatkan boneka.

Seakan sadar dengan langkahnya yang terlalu cepat, Alana berhenti dan menunggu Gavin yang berusaha mengejarnya.

Tuk! Gavin menyentil dahi Alana perlahan.

"Aww! Apasih! Sakit tau!" ucap Alana geram.

"Siapa suruh ninggalin saya? Bukannya kamu harusnya bilang sesuatu setelah saya bantu mendapatkan bonekanya?"

"Ih! Eh.. Itu... Uhmmm.... makasih!" ujar Alana malu-malu.

Ia masih sedikit berdebar mengingat kejadian tadi. Namun, bukan Alana jika jadi pendiam.

"Tapi itu itungannya aku yang dapetin! Bukan kamu! Kan aku yang nembak, meskipun kamu bantu arahin sih hehe. Tapi tetep aja intinya aku yang dapetin! Bukan kamu! Titik gapake koma gapake bon cabe!" gerutuk Alana panjang lebar.

Lagi, Gavin hanya menghela napas mendengar ocehan konyol Alana. Situasi berbalik, giliran Gavin yang berjalan mendahuluinya.

"Eh? IH, GAVIN! TUNGGUIN ALANA!" teriak Alana tanpa malu-malu.

Untung saja mereka sudah berada di depan pintu keluar pasar malam. Jadi tidak banyak orang yg mendengar teriakan Alana.

Sementara Gavin, ia tersenyum geli tanpa Alana ketahui. Sejujurnya, Gavin sangat terhibur melihat tingkah Alana yang sedemikian rupa.

Jarak diantara mereka...

semakin menyempit seiring berjalannya waktu.