**
Zeline memiliki janji khusus dengan Zion hari ini. Kakak pertama nya tersebut mengajak nya kencan dan menghabiskan waktu bersama sekaligus mencari hadiah untuk ulang tahun pernikahan Zion dan kakak ipar nya yang ke 4.
Pria itu menjemput nya tepat ketika jam makan siang, pergi menuju pusat perbelanjaan terkenal sekaligus mencari tempat untuk bersantap. Zeline lebih memilih restaurant jepang dan Zion hanya mengikutinya.
"Bagaimana jika cincin? Istrimu menyukai pernak - pernik semacam itu"
Zion menggeleng sambil memakan sushi dihadapan nya "Aku baru saja membelikan nya cincin minggu lalu"
"Atau Liburan keluarga? Kau bisa mengajak Arrabelle. Kalian bertiga bisa mengabadikan moment sebanyak - banyak nya" Zion nampak mengangguk mencoba mempertimbangkan
"Sepertinya menarik, lagi pula beberapa negara mulai memasuki musim dingin" ia mengangguk setuju.
"Apa kau tidak ingin ikut berlibur bersama dengan Reigan Jelly?" Wanita itu tersedak ketika meminum teh hijau miliknya. Zion mendekatkan beberapa lembar tissue pada adiknya sambil menggelengkan kepala.
"Well, topik itu memang sensitif" ia tersenyum menatap Zeline yang menatap curiga padanya. "Aku mengetahui nya Lil sis, kau tidak perlu menyembunyikan nya"
"Sejak kapan kau mengetahui nya?"
"Satu minggu yang lalu maybe, ketika aku ingin mengajak mu makan siang bersama namun aku sedikit terlambat, seseorang datang dan menghabiskan waktunya bersama adik perempuan ku" Zeline hanya diam, ia masih belum memahami alasan dibalik Zion membahas hal tersebut.
Zion meraih kepala Zeline dan mengacak nya pelan, wanita itu tidak merespon, tidak lagi berminat dengan makanan yang ada dihadapan nya. "Hei, aku tidak menyudutkan mu" Zion mencoba menghibur adiknya. Ia beranjak dan berpindah posisi untuk duduk disamping Zeline.
Pria itu mendekap nya dari samping, menaruh dagu nya diatas puncak kepala adiknya dengan sayang "Kau sudah dewasa, kau bisa menentukan sendiri kebahagian mu. Kau berhak mengambil keputusan mu sendiri"
"Zac membenci nya, ia membenci Reigan dan Max"
Zion hanya menghela nafas pelan dan mengelus puncak kepala adik nya dengan sayang "Zac hanya belum bisa menerima kenyataan dan berdamai dengan masa lalu" tambahnya
"Jika saja saat itu aku tid—"
"Zeline" Zion melepaskan adiknya dan menatap wanita tersebut tepat pada manik matanya "Aku tidak ingin mendengar dan tidak ingin kau seperti ini" Zeline hanya terdiam dan kembali mendekap Kakak tertuanya.
"Apa kau mencintainya?" Lagi - lagi ia bungkam tidak menjawab, ia terlalu takut untuk bisa mengakui bahwa ia mencintai Reigan.
"Tidak apa, kau tidak harus menjawab nya. Kau tau, aku sungguh bahagia kau bisa kembali berada disini. Dan kau juga harus berbahagia Jelly, tidak ada yang lebih penting bagiku kecuali kebahagian mu. Kau layak mendapatkan itu"
Zion selalu sadar akan satu hal, Zeline memiliki perasaan yang sangat sensitif. Sejak awal Zeline terlalu rapuh, terkadang ia menyesali perbuatan yang ia dan keluarga nya lakukan dengan bersikap terlalu protective terhadap wanita itu.
Zeline tumbuh dengan kasih sayang yang teramat cukup, kedua orang tua mereka mendidik dengan sangat sempurna. Zion dan Zac selalu menjaga nya bahkan mencegah Zeline agar tidak pernah menangis, tidak membiarkan siapapun menyakiti adik perempuan mereka.
Pergaulan Zeline pun dibatasi dan diawasi dengan ketat hingga Zeline terbiasa memiliki sedikit teman bahkan ruang gerak nya hanya terus kembali berhubungan dengan orang yang sama. Shasya, Reigan dan Maximillian adalah mereka yang berada pada ruang lingkup adiknya semenjak kecil hingga tumbuh dewasa.
Sayang nya dunia lebih kejam dan lebih hebat sekeras apapun mereka melindungi Zeline dari luka. Zion dan keluarga nya tidak pernah sadar akan hal itu.
Mereka tidak menyadari, sifat Zeline di dunia sekejam saat ini membuat banyak pria menaruh minat dan melirik perempuan itu selain dari fisik Zeline yang memang berparas rupawan dan mempesona. Termaksud Reigan dan Maximillian yang menyadari hal itu, sifat Zeline yang terlalu berbeda membuat dua pria tersebut ikut bersikap protective layaknya Zion dan Zac.
Mereka menyadari, sangat sulit menemukan wanita dengan kepribadian seperti Zeline di tengah ibukota yang telah terkontaminasi pergaulan bebas dan rusak. Itu sebabnya Zeline menjadi pusat dan menarik minat banyak orang disekitarnya.
"Maaf karena mengacaukan quality time kalian"
Zeline sedikit mendongak dan mendapati Reigan tengah berdiri memperhatikan mereka. Zion melepaskan pelukan nya
"Aku yang mengundang nya" Zeline hanya terdiam. Ini pertama kalinya mereka berkumpul kembali.
"Kau bisa pulang bersama nya setelah ini, Aku akan pergi menjemput Istri dan anak ku"
Zeline menatap kakak nya dan Reigan secara bergantian "Apa kalian sudah merencanakan ini sebelumnya?" Pria itu mengangkat kedua bahunya berusaha menyangkal sedangkan Zion hanya tertawa. Pembicaraan lebih didominasi oleh kedua pria tersebut. Zeline sesekali ikut menimpali jika dirasa perlu. Ia tidak begitu mengerti topik bisnis yang sedang dibicarakan.
Mereka akhirnya berpisah. Reigan bersama Zeline memutuskan untuk sedikit lebih lama berada disana dan sedikit berkeliling ke beberapa tempat.
"Mereka tengah memperhatikan kita Reigan.." gumam Zeline sedikit berbisik disamping Reigan. Ia sudah menyadari hal tersebut semenjak mereka keluar dari restaurant. Bahkan beberapa orang mencoba mengambil gambar.
"Reigan.."
Zeline kembali menyadarkan pria tersebut namun nampak nya Reigan tidak perduli walaupun ia tau Zeline merasa tidak nyaman. Genggaman Zeline pada lengan nya sedikit mengencang, hal itu yang membuat nya menyadari situasi. Ia hanya tidak ingin Zeline mengalami gangguan kepanikan.
"Tidak ada yang tidak mengenal ku Zeline. Kau bahkan lupa jika Popularitas mu belakangan ini menjadi trending topic"
Zeline sedikit mendengus, jarang sekali ia mendengar Reigan bersikap terlalu percaya diri, berbanding terbalik dengan Max. Pembawaan pria disamping nya ini bisa dibilang selalu terlihat dingin dan serius. "Kau terlalu percaya diri".
Rintik hujan mulai turun ketika mereka keluar menuju lobby utama. Reigan akan menemani nya membeli beberapa bunga untuk keperluan butik miliknya. Sudah hampir 5 bulan Zeline menetap di negara ini namun ia masih belum paham dengan daerah yang ditinggalinya. Ia bahkan tidak tau transportasi umum dan rute perjalanan nya.
Reigan membawa nya berkendara kurang lebih selama 30menit sebelum mereka mencapai toko bunga yang dituju. Titik - titik air semakin berjatuhan membasahi kaca mobil selama perjalanan.
Ia menunjuk sebuah toko bunga dipinggir jalan "Kita harus mencari tempat parkir terlebih dahulu" pria itu menatap sekeliling nya. Toko bunga yang mereka tuju tidak memiliki lahan parkir dan persis berada di sisi jalan. Sebuah rambu lalu lintas dengan simbol larangan parkir terlihat didekat nya.
"Kau bisa menunggu ku dicafe sebrang, aku tidak akan lama" Reigan menatap wanita disamping nya merasa tidak yakin
"Tidak apa, aku bisa turun disini. Tidak akan lebih dari 30 menit. Kau bisa menyusul ku jika aku belum kembali" Entah bagian mana dari ucapan nya yang terdengar lucu, namun Reigan tertawa mendengar nya.
"Apa ada yang lucu?"
Pria itu menggeleng dan tersenyum "Caramu menyampaikan, kau terlihat seperti Arrabelle"
"Arrabelle baru berumur 2 tahun dan belum bisa berbicara" Zeline terlihat kesal dan segera beranjak dari mobil.
Wanita itu disambut dengan harum bunga yang begitu menggoda. Zeline cukup terkejut karena nyatanya tempat itu memiliki cafe dibagian dalamnya. Seorang wanita menghampiri nya dan membantu Zeline membuat pesanan.
3 bucket bunga Polianthes dan Mawar Putih sudah berada dalam genggaman nya. Ia beranjak untuk menghampiri Reigan yang sedang menunggu nya di cafe sebrang. Gerimis sedikit lebih deras ketika ia keluar dari toko bunga tersebut.
"Zeline!!"
Seseorang memanggil nya dari belakang membuat wanita itu sedikit berbalik. Pria berpostur tinggi dengan kemeja kotak - kotak flanel berwarna army mendekatinya.
"Kau Zeline bukan?" Pria itu tampak bahagia menatap wanita dihadapan nya.
"Ya, aku Zeline. Apa kita saling mengenal sebelumnya?" Zeline menautkan kedua alisnya mencoba mengingat pria tersebut.
Pria itu nampak terkejut, pupil mata nya sedikit melebar. Ia tidak mungkin salah mengenali, Ia hanya mengenal 1 orang bernama Zeline sepanjang hidupnya. "Kau tidak mengenali ku?"
Zeline menatap pria itu lebih seksama. Namun nihil, ia tidak mengingat apapun.
"Aku Daniel Zel, apa kau lupa?" Daniel kini heran bagaimana mungkin Zeline melupakan nya. Mereka bahkan memiliki beberapa kenangan bersama.
Zeline tetap menggeleng, ia benar - benar tidak mengingat pria dihadapan nya. "Maafkan aku, tapi aku benar - benar tidak mengingat mu" ia beranjak dari sana meninggalkan Daniel dalam keheningan.
Zeline kembali menatap Cafe disebrang nya dan mendapati Reigan sedang duduk didekat jendela besar memperhatikan wanita tersebut, ia tersenyum namun Reigan tidak demikian membuat wanita itu sedikit menautkan kembali alisnya.
Zeline hampir mencapai pintu utama cafe sebelum seseorang menarik lengan nya sedikit keras hingga wanita itu berbalik, seketika ia terdiam dan tubuh itu menegang.
"Bagaimana mungkin kau melupakan ku Zeline? Kita berhubungan dan kau menghilang begitu saja? Bahkan satu diantara kita belum ada yang mengakhiri hubungan itu!" Zeline melangkah mundur, Daniel benar - benar tidak mengerti dengan respon yang diberikan wanita dihadapan nya.
Ia dan Zeline saling berhubungan ketika mereka berada dibangku Sekolah Menengah Atas hingga wanita itu tiba - tiba menghilang dari hadapan nya dan dinyatakan tidak lagi terdaftar disekolah tersebut.
"Daniel" Suara pria mengalihkan pandangan nya.
"Reigan" ia bergumam. Reigan menghampiri Zeline yang terlihat diam mematung, tubuh wanita itu sedikit bergetar.
"Hey.. Tidak apa Zel. Aku akan mengantar mu kedalam, kau bisa menunggu ku disana dan aku akan berbicara sebentar dengan Daniel" ia sedikit merunduk menyamakan tinggi mereka.
Zeline tidak merespon, namun tidak menolak ketika Reigan menuntun nya untuk masuk kedalam. Ia memberi isyarat pada Daniel untuk menunggu. Daniel hanya diam memperhatikan kedua orang tersebut. Ia masih bisa melihat Zeline yang duduk disamping kaca besar didekatnya. Reigan kembali ketika merasa Zeline sudah sedikit lebih tenang.
"Ada apa dengan nya?" Daniel masih memperhatikan Zeline yang duduk dengan pandangan kosong.
"Zeline mengalami kecelakaan 12 tahun lalu"
Daniel menyernyitkan dahi menatap pria itu, ia tidak mengetahui hal tersebut. Zeline tiba - tiba saja menghilang bahkan tidak dapat dihubungi.
"Kecelakaan? Mengapa kau tidak memberitau ku? Dia masih bersta—"
"Untuk apa aku memberitau mu? Dan status?—" Reigan mendengus memberi jeda "—status apa maksud mu? Apa kau lupa 2 minggu sebelum Zeline menghilang kau berhubungan dengan teman sekelas nya?"
Daniel mengepalkan tangan nya. Tidak, ia tidak menyangkal nya. Apa yang dikatakan Reigan adalah benar, ia berselingkuh dibelakang Zeline. Tapi ia sungguh menyesali hal itu, bahkan ia masih mencari - cari keberadaan Zeline ketika wanita itu menghilang.
Reigan beranjak dari tempat nya untuk berbalik kembali pada Zeline sebelum Daniel memanggil nya. "Reigan" Pria itu kembali menatap Daniel sejenak.
"Berikan aku waktu dengan Zeline untuk mengakhiri semuanya"
"Dia bahkan tidak mengingat mu"
Daniel mengetahui hal itu, tapi Zeline salah satu dari kenangan terbaiknya ketika masa sekolah dulu. Wanita cantik itu memiliki tempat tersendiri baginya. Ia kembali menatap Zeline, tersenyum sendu berandai jika saja ia bisa menjadi pria yang lebih baik saat itu, mungkin hal ini tidak lah terjadi
"Tidak apa, aku hanya akan meminta maaf dan melepaskan nya dengan cara yang benar"
Reigan terdiam, tidak menjawab. Sejujur nya ia membenci Daniel karena berani menjadi kekasih wanita yang selama ini dicintainya. Atau memang dirinya lah yang terlalu takut dan pengecut.
"Aku akan menikah dalam waktu dekat" Daniel kembali menatap Reigan dan tersenyum "Aku berharap kau dan Zeline datang"
Reigan menarik nafas panjang dan melepasnya "Aku akan mengatur waktu sebelum pernikahan mu"
Daniel hanya mengangguk tanda mengerti. "Ku harap kau bisa menjaga nya" ia kembali tersenyum dan beranjak dari sana.
Daniel melirik Zeline kembali dan sedikit terkejut wanita itu tengah menatap nya. Ia tersenyum dan melambaikan tangan. Daniel cukup sadar jika Zeline membalas nya dengan tersenyum, sudut bibir wanita itu tertarik sedikit keatas. Pria itu kini merasa lega,
Sungguh kini ia merasa baik - baik saja.
***
Satu - satu nya tempat tujuan terdekat yang Reigan pikirkan saat ini adalah Penthouse nya. Baju nya basah dan tubuh Zeline terlihat menggigil. Wanita itu masih terdiam seribu bahasa, namun tetap mendengarkan apa yang ia katakan dan tawarkan.
"Ini rumah mu?" Itu adalah kalimat pertama setelah aksi diam Zeline sepanjang waktu. Reigan hanya tersenyum mengajak wanita tersebut memasuki Penthouse miliknya.
Pria itu meninggalkan Zeline ditengah ruangan untuk beberapa saat dan kembali dengan beberapa pakaian "Untuk sementara kau bisa menggunakan ini, aku akan mencarikan baju untuk mu"
" Kau bisa menggunakan kamar ku untuk sementara, aku akan membersihkan diri diruang kerjaku " ia menunjuk kamar dan ruang kerja yang di maksudkan. Wanita itu segera beranjak begitu pula dengan nya.
Zeline lebih memilih baju lain di wardrobe milik Reigan, pilihan nya jatuh pada sebuah sweater putih untuk dipakai, tidak perduli jika panjang baju itu bahkan melewati batas lutut nya. Tubuhnya benar - benar tenggelam
Ia keluar kamar dengan membawa sebuah buku yang menarik perhatian nya setelah membersihkan diri.
"Aku terlihat lucu" Zeline berjalan mendekati Reigan sambil bergumam dengan senyuman cantik diwajahnya, tangan nya membentang memberitahu Reigan bahwa pakaian itu benar - benar besar ditubuhnya.
Pria itu hanya tersenyum, baginya Zeline terlihat lebih cantik walaupun ia mengakui bahwa wanita itu memang lucu.
"Buku apa yang kau bawa?"
"Ahh, Aku menemukan buku ini diatas tempat tidur mu " Zeline kembali menatap buku itu dan membalik nya, membaca sinopsis cerita tersebut setelah mengambil tempat untuk duduk disamping Reigan
"There are a hundred things she has tried to chase away. The things she won't remember and that she can't even let herself think about because that's when the birds scream and the worms crawl and somewhere in her mind it's always raining a slow and endless drizzle.
You will hear that she has left the country, that there was a gift she wanted you to have, but it is lost before it reaches you. Late one night the telephone will sign, and a voice that might be hers will say something that you cannot interpret before the connection crackles and is broken.
Several years later, from a taxi, you will see someone in a doorway who looks like her, but she will be gone by the time you persuade the driver to stop. You will never see her again.
Whenever it rains you will think of her."
Zeline terdiam mendengar kalimat panjang tersebut, menatap Reigan yang tengah menatap balik padanya selama pria itu berbicara
"Neil Gaiman—dan itu adalah kutipan yang ku suka dari buku dalam genggaman mu"
"Kau pasti sungguh menyukai nya hingga menghafal dengan sempurna" Zeline bergumam pelan dan beranjak menaruh buku tersebut pada rak buku disudut ruangan tidak lagi berminat. Reigan hanya diam tidak menjawab. Ia tau Zeline sedang berusaha mengalihkan pembicaraan.
Karena baginya, kutipan itu seperti menceritakan sepenggal kisah tentang Zeline, tentang bagaimana wanita itu menghilang dan melupakan segala kenangan yang mereka habiskan bersama. Ia mengerti Zeline hanya tidak ingin mengakui nya, tidak ingin mengakui perasaan yang Reigan berikan untuk nya, walaupun sebenarnya Zeline sungguh menyadari jika pria itu Mencintainya.
"Aku mengingat nya.." Zeline bersuara di sudut ruangan, ia masih memperhatikan wanita itu hingga Zeline berbalik menatap nya.
"Daniel—" ia memberikan jeda
"Aku sedikit mengingat tentang Daniel"
**