webnovel

Winona, Ibu Tiri Idaman, atau Janda Pujaan?

Atas nama kehormatan dan martabat, Winona terpaksa mengorbankan harga dirinya sebagai wanita! Ibu Tiri Winona memutuskan sepihak untuk menjodohkannya dengan putra kedua Keluarga Jusung. Lagipula, Winona bukanlah Monica si anak emas, Winona bisa dibuang dan dilupakan! Sialnya, Keluarga Jusung memiliki dua orang putra yang sama-sama bermasalah: sang kakak adalah ayah bagi anak yang tak jelas ibunya siapa, sang adik sakit keras yang membuatnya paranoid dan bengis. Winona tidak ada pilihan lain - akankah dia menjadi ibu tiri idaman bagi seorang anak tanpa ibu, atau justru menjadi istri seorang pria dingin yang umurnya sudah tidak lama lagi, dan menjadi Janda yang dipuja-puja para lelaki?

Engladion · 青春言情
分數不夠
420 Chs

Jemput Aku

Winona sedang duduk di dekat jendela di paviliun timur di rumah Keluarga Talumepa. Dia sedang berpikir tentang bagaimana menolak ajakan Tito malam ini. Dia tidak ada acara di malam hari, dan sepertinya akan terlalu sulit untuk menolak Tito. Pada akhirnya, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menelepon sahabatnya untuk menjelaskan situasinya.

"Maksudmu, dia memintamu datang ke kamarnya nanti? Kamu tidak ingin mengambil kesempatan untuk menyelinap kembali ke kamarnya, kan?"

"Tentu saja tidak." Winona menjawab dengan tidak sabar.

"Aku belum pernah bertemu Tito, tapi kakaknya sering muncul di majalah. Dia terlihat tampan, Tito sudah pasti tampan juga. Apa yang kamu takutkan?" Sahabat Winona tersenyum. "Selain itu, jika kamu kuat, kamu masih bisa merawatnya meskipun dia sakit. Alangkah baiknya jika kamu melakukan hal baik pada orang lain."

Mulut Winona bergerak-gerak. Kuat?

"Winona, dia ada di rumahmu, kenapa kamu menjadi seperti ini?"

"Tidak ada gunanya berbicara denganmu. Aku akan meneleponmu lagi nanti!" Winona berkata dengan tegas.

"Hei tunggu, ini hampir akhir tahun, dan semua departemen sedang terburu-buru untuk mengejar target. Bosku gila. Aku tidak akan bisa menjawab teleponmu. Jika aku tertangkap sedang berbincang saat aku bekerja, bonus akhir tahun akan hilang." Winona belum bisa berbicara, tapi telepon sudah diputus oleh sahabatnya itu.

Setelah makan malam dan membersihkan piring dan sendok, Tito menemani Pak Tono menonton siaran berita, sementara Winona duduk di samping bermain dengan ponselnya dan mengecek Instagram sebentar.

"Pak Tono, aku akan kembali ke kamar dulu." Tito segera bangun.

Pak Tono mengangguk, dan dia melihat cucunya yang tidak bergerak, "Winona, apakah kamu tidak akan pergi juga?" Winona mengerutkan kening. Mengapa dia harus pergi?

"Tidak apa-apa, aku akan kembali ke kamar dulu." Tito tersenyum tipis. Bagaimanapun, mereka akan bertemu lagi nanti. Malam ini panjang. Jangan terburu-buru.

Mata Pak Tono sudah agak aneh. Winona duduk di sofa dan bermain dengan ponselnya. Kenapa Winona tidak kembali ke kamar? Winona hanya tersenyum, "Aku akan kembali setelah menonton video ini di ponsel."

Dia hanya tidak ingin ditatap oleh kakeknya, jadi dia membuat alasan untuk bersikap asal-asalan.

Tanpa diduga, Tito mengatakan sesuatu, "Kalau begitu aku akan kembali ke kamarku dan menunggumu."

Kecuali TV yang masih menayangkan iklan, aura di seluruh ruang tengah itu begitu mencekik. Mata Pak Tono menatap bolak-balik di antara dua orang itu. Dia tertawa tak terduga.

"Kami baru saja membuat janji untuk membicarakan sejarah kerajaan. Tito tahu banyak. Aku perlu meminta dia untuk menjelaskannya," jelas Winona dengan buru-buru.

"Aku tidak mengatakan apa-apa, mengapa kamu menjelaskan begitu banyak?" Pria tua itu tertawa puas saat melihat cucunya salah tingkah.

____

Ketika Winona mengetuk pintu kamar Tito, ada orang lain di kamar pria itu hari ini. "Halo, nona." Ada dua anak buah Tito yang sedang memilah-milah botol obat dan alat pengukur tekanan darah. Diperkirakan Tito baru saja selesai minum obat. Winona memeluk buku itu dan menyapa mereka.

"Duduk saja." Tito baru saja selesai mengukur tekanan darahnya dan melepas jaketnya. Saat ini, dia mengenakan jaket hitam. Dia berkata bahwa mengenakan pakaian lembut di dalam rumah membuatnya lebih hangat.

Pakaian Tito tampak bagus. Itu adalah pakaian yang paling sederhana, tetapi saat Tito memakainya, pakaian itu jadi tampak mewah dan elegan.

Winona menemukan kursi dan duduk. Begitu dia meletakkan buku itu di atas meja, Tito duduk di sebelahnya. Dia mungkin baru saja selesai minum obat, dan bau obat masih tercium dari tubuhnya.

"Kamu membeli semua buku yang kita bicarakan kemarin?" tanya Tito.

"Aku tidak membeli semuanya di toko buku. Aku memesannya secara online. Aku berharap aku bisa menerimanya besok." Winona meletakkan ponselnya di atas meja.

"Lalu apa yang kita bicarakan hari ini? Apa kamu mau aku menceritakan tentang kehidupan pahlawan wanita dari drama itu?"

"Ya, boleh juga." Winona harus mengakui bahwa Tito sangat mengerti tentang sejarah. Pengetahuannya bahkan tidak bisa Winona dapatkan di beberapa buku. Winona pun meminjam pena darinya dan membuat beberapa catatan di buku.

Keduanya duduk relatif berdekatan. Winona menundukkan kepalanya dan dengan hati-hati mencatat apa yang dikatakan Tito. Rambut yang awalnya di belakang telinganya tiba-tiba jatuh dan menyapu langsung ke lengan Tito.

Tito mengenakan dua potong pakaian, tentu saja dia tidak bisa merasakan apa-apa. Dia hanya menyipitkan matanya, teringat adegan merapikan rambutnya sebelumnya. Saat itu dia menjulurkan tangannya untuk menyentuh beberapa helai rambut Winona. Setelah itu, dia menggosok ujung jarinya. Dibandingkan dengan rambut keponakan kecilnya yang pendek dan sekeras duri landak, rambut Winona tidak hanya lembut, tapi juga memiliki aroma yang harum.

Dua anak buah Tito lainnya mengemasi barang-barang mereka dan ingin masuk ke kamar Tito, tetapi suasana kedua orang tampaknya cukup intens. Mereka tidak berani mengganggu Winona dan Tito saat ini, jadi mereka hanya bisa berdiri di depan pintu, diam-diam memperhatikan kedua orang itu.

Setelah Winona menyelesaikan catatannya, dia menarik rambutnya ke belakang telinganya, "Tito, aku sudah mencatat semuanya." Dia tidak tahu kapan keduanya begitu dekat. Matanya langsung menatap pupil gelap Tito, seolah semua kini berubah menjadi api. Matanya sangat panas.

"Mari kita lihat." Tito mengambil buku di depannya dengan lembut. Dia menyentuh lengan dan ujung jari Winona, membuat gadis itu bergetar tanpa sadar. Di bawah tekanan yang kuat, detak jantungnya sedikit terganggu. Dia melirik ke ponsel, bertanya-tanya mengapa sahabatnya tidak menelepon dirinya.

Tito melihat catatan di buku itu. Dia menggosok jari-jarinya tanpa sadar. Pada saat ini, telepon Winona tiba-tiba bergetar. Winona sangat senang, tapi dia sedikit mengernyit saat melihat nama sang penelepon. Itu dari Monica. Bagaimana Monica bisa meneleponnya?

Setelah ragu-ragu, Winona menekan tombol jawab. "Halo?"

"Kakak, apa kamu sibuk? Bisakah kamu datang menjemputku? Aku ada di Bar LV."

"Kamu tidak di rumah sakit? Kenapa kamu pergi ke bar?" Bar LV sangat terkenal di Manado. Itu adalah bar yang sangat bergaya.

"Aku tadi tidak bilang ibuku dan menyelinap keluar. Aku takut ibu akan datang. Bisakah kamu datang menjemputku?"

"Aku masih ada uru-"

"Kalau begitu aku tunggu kamu datang, kamu harus datang, kak." Monica lalu menutup telepon. Winona menatap telepon dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Mengapa dia bisa membiarkan dirinya mengangkat telepon itu? Hubungan di antara mereka bahkan tidak dekat, tapi kenapa Monica meminta dirinya untuk menjemputnya?

____

Lampu di dalam ruangan di Bar LV sangat mewah. Tata letak dekorasinya menunjukkan kemewahan, meskipun di antara orang yang sedang mabuk. Melihat Monica menutup telepon, pria yang duduk di tengah tersenyum. "Monica, jangan gugup, kami hanya ingin mengenal kakakmu." Salah satu dari mereka tersenyum, "Hari ini, Daffa berulang tahun. Semuanya bahagia."

Monica mengangguk dengan marah. Di bar ini, ada banyak pria. Kondisi di rumah mereka tidak baik, dan mereka ke sini untuk melampiaskan masalah pribadi. Beberapa dari mereka terlalu lama mendambakan Winona. Mereka merasa Winona hidup terlalu baik dan tidak memiliki kebiasaan buruk. Mereka ingin bisa dekat dengannya. Semua orang tidak bodoh untuk mengatakan bahwa mereka dan Winona mengenal satu sama lain. Tapi selama Winona datang ke bar itu malam ini, akan sulit baginya untuk keluar karena para pria itu akan mengganggunya.