Setelah menunggu hampir satu bulan sambil mempersiapkan segala sesuatunya, pagi ini David dan Patricia sudah berada di bandara untuk menjemput Amelia dan manager yang ditunjuk oleh Tasya. Hampir satu jam lebih mereka menunggu karena pesawat delay, akhirnya yang mereka tunggu pun tiba.
"Itu Jasmine," kata Patricia sambil menunjuk ke arah sosok wanita cantik memakai dress berwarna biru muda selutut. Ia berjalan dengan sangat percaya diri dan langsung menghampiri Patricia.
"Selamat datang, Jasmine," sambut Patricia.
"Terima kasih, Patty. Hmm ... ini Karenina yang akan membantu segala keperluanku dan mengatur segala jadwalku. Panggil saja Nina," ujar Amelia kepada Patricia tanpa menoleh sedikitpun kepada David. Patricia hanya mengulum senyum melihat sikap Amelia pada David.
"Jasmine, ini David. Dia adalah pemilik Pandawa Record dan Citra Buana televisi," kata Patricia. Amelia menoleh kepada David lalu melepaskan kacamatanya dan mengulurkan tangannya. Untuk beberapa saat David hanya diam terpaku sambil menatap wajah Amelia. Melihat David yang hanya berdiam diri Patricia langsung menyikut lengan lelaki itu.
"Eh, maafkan aku," kata David lalu menyambut uluran tangan Amelia.
"Dia terpesona pada kecantikanmu, Jasmine," celetuk Patricia membuat wajah David memerah karena malu. Tetapi, Amelia tidak merespon, ia hanya tersenyum kecil.
"Apakah kita akan terus berada di bandara?" tanya Amelia.
Sadar akan kesalahannya David segera menyuruh supir untuk membawa barang milik Amelia dan Nina.
"Kita ke apartemen kalian dulu, setelah itu baru kit pergi makan,ya," ujar David.
"Terserah saja," jawab Amelia singkat.
Amelia tertegun, ia masuk ke dalam apartemen dengan perasaan campur aduk. Ia tau bahwa David memberikan apartemen miliknya dulu, ia sendiri yang meminta kepada patricia supaya David tidak mengubah apapun. Amelia ingin tetap bersama kenangan pahit itu, ia tidak ingin perubahan supaya ia dapat mengingat apa yang sudah David lakukan kepadanya.
Ia berusaha keras untuk tidak menangis dan tetap menunjukkan sikap arogannya.
"Aku suka apartemennya, persis seperti yang Patricia perlihatkan fotonya kepadaku," ujar Amelia.
"Aku suka jika kau suka, Jasmine," kata David.
Setelah meletakkan barang-barang mereka, David segera membawa mereka untuk makan, ia sudah memesan restoran untuk makan siang mereka. Secara tidak sengaja, saat mereka hendak memasuki lift, Karla ternyata ada di dalam lift itu.
"Ini siapa,Dave?" tanya Karla dengan mata memicing. Perasaan Amelia bergetar seketika, ia ingin sekali memeluk kakaknya itu. Tapi, ia masih ingat bagaimana Karla sering memperlakukannya. Jadi, Amelia memutuskan untuk mendelik kepada Karla.
"Dia istrimu, Pak David?" tanya Amelia tanpa menoleh kepada Karla. David tampak serba salah, dia bingung harus menjawab apa.
"Saya adalah ibu dari anaknya Pak David, tapi saya bukan istrinya," jawab Karla dengan tegas. Patricia hampir saja tersedak mendengar jawaban Karla yang sangat berani. Amelia sendiri merasa dadanya sedikit sesak, ia iba dengan kondisi kakaknya itu. Meskipun Karla sering bersikap kasar padanya, tapi Amelia selalu ingat bagaimana pengorbanan Karla dulu kepadanya.
"Baiklah kalau begitu tidak apa jika saya dekat dengan Pak David. Lagi pula saya dan Pak David hanya sebatas hubungan kerja," kata Amelia.
"Mau lebih juga tidak masalah, saya tidak keberatan. Maaf, saya duluan, ada jadwal syuting," tukas Karla sambil berlalu.
Patricia dan Amelia sekilas saling pandang dan melihat ke arah David yang tampak bingung dan salah tingkah.
"Kita jadi makan, atau akan berdiri di sini turun naik lift?" tanya Amelia membuat David tersadar dan langsung melangkah.
Pada akhirnya mereka makan siang bersama. Tampak Amelia begitu menjaga jarak dengan David.
"Apa Patricia sudah mengatakan semua persyaratan yang aku berikan?" tanya Amelia pada David.
"Sudah, Jasmine dan aku setuju. Aku sudah mempersiapkan beberapa single yang aku pikir akan cocok dengan karakter suaramu," kata David.
"Hmm, besok bisa aku dengarkan?" tanya Amelia dengan antusias.
Amelia memang sangat menginginkan untuk bisa memperdengarkan suaranya secara langsung. Bukan bersembunyi dan membiarkan orang lain yang mengakui suaranya. Sekalipun itu adalah kakaknya sendiri.
David tersenyum senang, memang ini yang dia inginkan. Dia ingin secepatnya mempromosikan Amelia.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya, Jasmine?" tanya David.
"Rasanya tidak, aku tinggal di Korea sejak SMA dan saat melihat kompetisi kemarin aku hanya tertarik ikut dan membawa nama Indonesia."
"Kenapa?"
"Karena, terkadang saat di negeri sendiri kita mendapat kesulitan untuk bisa maju kita perlu pergi dan membuktikan diri di negeri orang. Karena saat kita membawa nama negara kita di negara lain, barulah kita dihargai. Ya, seperti saat ini. Jika aku mengikuti kompetisi di Indonesia belum tentu aku bisa menjadi juara. Tapi, karena aku menjadi juara di negara lain, aku justru mendapat kemudahan di negaraku."
David tertawa kecil, "Itu karena kau baru bertemu denganku. Aku tipe orang yang sangat menghargai bakat orang lain," kata David.
Mata Amelia membulat dan ia menatap David dengan serius.
"Kalau begitu saya boleh mengajukan pertanyaan?"
"Boleh, tanya saja."
"Kenapa anda tertarik untuk bekerja sama dengan saya?" tanya Amelia dengan serius.
David menghela napas panjang, ia meraih gelas minumannya dan menyesapnya perlahan. Setelah itu ia menatap Amelia dengan tenang.
"Awalnya aku melihat penampilanmu di acara itu. Lalu, aku tertarik mendengar suaramu yang betul-betul indah. Jadi aku meminta Patricia untuk pergi ke Korea dan menemuimu," ujar David.
"Ah,anda tertarik karena mendengar suaraku?"
"Tentu saja,Jasmine. Apa lagi yang harus dimiliki oleh seorang penyanyi selain suara yang indah? Ya, dalam memilih talent aku paling rewel dengan kualitas vocal. Masalah yang lain nomor sekian, yang penting suaranya harus enak di dengar."
Amelia menyeringai dan menatap David, "Jika aku bertubuh gemuk, apakah anda akan tetap menyuruh Patricia untuk mencari dan menemui saya?" tanya Amelia dengan santai. Sontak David langsung tersedak dan terbatuk-batuk mendengar pertanyaan Amelia. Patricia hanya mampu menahan tawanya melihat David yang mati kutu.
"Aduh, anda sampai tersedak. Apa ada yang salah dengan pertanyaan saya?" tanya Amelia dengan polos sambil menyuapkan potongan daging ke dalam mulutnya.
"Tidak apa-apa, hanya kebetulan saja potongan dagingnya sedikit kebesaran," jawab David salah tingkah.
'Rasakan! Mati kutu kau dibuat Amelia,' batin Patricia geli.