"Iya Madam, kami telah menemukannya." Bianca dengan cepat memberikan buku itu kepadanya.
"Bagus, kalian sebaiknya mandi. Debu dan kotoran tampaknya telah melekat di badan kalian."
Madam Nigera berjalan meninggalkan mereka berdua dan masuk ke dalam ruangannya. Anastasia dan Bianca dengan cepat berlari ke kamar masing-masing untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Namun, ketika mereka hendak menaiki anak tangga pertama, suara madam Theresa terdengar mencari mereka.
"Astaga jadi apa yang kita lakukan?" tanya Anastasia panik. "Kita sama sekali belum sempat membersihkan diri."
"Anas, tapi aku merasa sebaiknya kita bertemu dengan madam Theresa." Bianca dengan cepat menarik tangan Anastasia dan segera berlari ke arah madam Theresa.
Anastasia dan Bianca lalu bertemu dengan madam Theresa yang ternyata berada di ruang tamu. Bola mata madam Theresa seketika membesar melihat mereka berdua.
"Hei, apa yang terjadi dengan kalian?" Madam Theresa mengerutkan alisnya melihat wajah Bianca dan Anastasia dipebuhi dengan debu . "Kalian terlihat seperti pengemis,"
Ucapannya yang begitu sarkasme membuat kepala Anastasia kembali memanas. Akan tetapi, Bianca berusaha menenangkan pikiran Anastasia. Dia sangat mengerti bahwa sahabat ini sangat membenci ucapan kasar. Bianca mengatakan bahwa dia dan Anastasia berada di lantai bawah untuk membersihkan.
"Hmm… aku tidak menyuruh kalian membersihkan di sana bukan?" Madam Theresa mengerutkan alisnya. "Tapi, aku merasa itu ide yang bagus," ucapnya diikuti dengan senyum tipis di bibirnya.
"Madam, aku merasa sebaiknya mereka membersihkan diri terlebih dahulu." Nigera berjalan mendekati madam Theresa dan memberi saran. "Kita tidak boleh memberikan kesan buruk untuk panti ini."
"Hmm, kamu benar Nigera." Madam Theresa mengangguk mendengar ucapan Nigera. "Kalian berdua bersihkan tubuh kalian, sekarang!" teriak madam Theresa hingga terdengar menggema memenuhi seisi ruangan.
Anastasia dan Bianca dengan cepat berlari menuju ke kamar mereka masing-masing dan segera membersihkan diri.
Aneh, apakah perkataan Bianca benar?
Ucapan itu terus terbayangkan di dalam benak Anastasia selama mandi. Namun, dia merasa apa yang dilihatnya itu memang nyata tetapi di luar nalar manusia. Dia berusaha menenangkan dirinya dan menarik napas yang cukup dalam.
Anas, tenang ini mungkin hanya khayalan saja.
Beberapa menit setelah mandi, terdengar ketukan pintu dari kamar Anastasia. Anastasia yang barusan ke luar dari kamar mandi dengan cepat mengenakan pakaian dan menyeka rambutnya dengan handuk miliknya.
Anastasia dengan cepat membuka pintu dan ternyata sosok itu adalah madam Theresa. Dia lalu memberikan Anastasia sebuah kertas dan keranjang belanja.
"Anas, ini semua adalah bahan-bahan makanan yang harus kamu beli."
"Baik, madam Theresa. Saya akan membelinya."
Anastasia menutup pintu kamarnya dan bergegas ke luar untuk membeli makanan. Dia menengok ke luar jendela dan langit terlihat agak mendung. Dia lalu mengambil sebuah payung berwarna hitam yang tergantung di dekat pintu dan berjalan ke luar.
Udara di luar memang cukup dingin. Embusan angin yang kencang menandakan bahwa kemungkinan akan turun hujan. Anastasia mempercepat langkahnya menuju toko penjual bahan makanan yang dikenalnya.
Jaraknya tidak jauh dari panti, sehingga hanya membutuhkan waktu beberapa menit hingga sampai di tempat itu. Anastasia akhirnya sampai di tempat itu. Sebuah rumah berukuran sedang dengan sebuah papan nama "Toko Bahan Pangan Paolo" terpampang jelas di sana.
"Aku berharap paman Paolo memiliki ini semua," ucap Anastasia sambil menggengam erat kertas pemberian madam Theresa dan melangkah masuk ke tempat itu.
Suasana di dalam begitu hening dan hanya terlihat beberapa orang saja. Beberapa daging segar dengan berbagai ukuran tersusun rapi di dalam sebuah kotak tembus pandang. Di arah berlawanan beberapa rak tersusun rapi mulai dari ukuran kecil hingga besar. Di dalam setiap rak tersebut berisi semua bumbu dapur dan beberapa buah dan sayur.
"Paman Paolo," teriak Anastasia sambil memanjangkan lehernya. "Paman?"
"Oh, Anastasia. Ada apa?" tanya seorang pria berbadan gemuk dengan kumis serta rambut berwarna putih.
"Paman, aku mencari bahan ini." Anastasia menunjukkan kertas yang berisi bahan makanan yang diberikan madam Theresa kepadanya. "Apakah kamu memilikinya?"
"Hmm…. tunggu sebentar aku akan memeriksa bahan ini terlebih dahulu." Tuan Paolo berjalan ke belakang sambil memegang kertas itu dan keranjang milik Anastasia.
Anastasia yang menunggu kemudian berkeliling melihat tempat itu. Suasana nya memang sangat tenang sehingga sangat nyaman berbelanja di sini, berbeda dengan suasana di pasar. Alunan musik klasik terdengar dari pengeras suara di ruangan itu hingga membuat pengunjung tidak bosan.
Tempat ini juga dilengkapi dengan pendingin ruangan, sehingga orang tidak gerah. Dia juga melihat beberapa kotak kaca yang diisi dengan air. Di dalamnya terdapat beberapa ikan, udang, kepiting yang terlihat berenang. da
Setelah menunggu cukup lama, Paolo datang dengan sebuah keranjang yang berisikan bahan-bahan yang dituliskan madam Theresa.
"Ok, aku merasa ini semua bahan yang kamu butuhkan." Paolo lalu memberikan keranjang itu kepada Anastasia.
"Baik, terima kasih tuan Paolo." Anastasia menengok dan melihat kembali semua bahan yang dibawa Paolo. "Aku merasa ini sudah semuanya." Dia lalu menutup keranjang belanja miliknya dan membayar.
"Anastasia, apakah kamu mendengar rumor yang beredar?" ucapnya dengan suara rendah. Wajahnya seketika menjadi tegang.
"Rumor apa, Paman?" Anastasia mengerutkan alisnya mendengar ucapan Paolo.
"Rumor mengenai misteri kematian Eugene," ucap Paolo sambil melirik ke kiri dan kanan. "Ada yang mengatakan bahwa kematian tuan Eugene mungkin saja telah direncanakan."
"Ah, paman kamu jangan asal bicara," ucap Anastasia tidak mempercayai ucapan Paolo. "Aku merasa orang-orang hanya mengarang semuanya."
"Hmm… aku juga berpikir demikian," ucap Paolo diikuti dengan anggukan kecil. "Akan tetapi, jika hal itu benar terjadi. Aku berharap orang yang membunuh tuan Eugene mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya."
"Iya, aku setuju Paman," ucap Anastasia dengan semangat. "Paman, aku pulang dulu. Cuaca hari ini tampaknya kurang bagus."
Anastasia melangkah pergi meninggalkan toko itu dan bergegas kembali ke panti. Di sepanjang jalan, dia melihat seorang anak bermain di lapangan ditemani dengan kedua orang tuanya. Wajah mereka tampak bahagia. Anastasia berhenti sejenak dan melihat pemadangan yang indah itu.
"Apakah itu yang dinamakan keluarga?"
Ucapan itu terus terngiang di dalam benaknya. Di dalam hatinya dia sangat ingin memiliki keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu. Dia ingin merasakan bagaimana kasih sayang orang tua yang belum pernah di dapatkannya sebelumnya. Di panti tidak ada siapa-siapa yang dianggapnya keluarga sekarang selain Bianca sendiri.
"Ok, aku sebaiknya bergegas dan pulang ke rumah."
Anastasia menggelengkan kepalanya berusaha untuk menyadari posisinya sekarang. Dia lalu mempercepat langkah kakinya menuju panti. Beberapa menit kemudian, dia telah sampai di depan pintu dan perlahan membuka pintu dan segera bergegas ke dapur dan meletakkan bahan itu di atas meja. Anastasia lalu berjalan kembali ke kamarnya. Di sepanjang jalan, ucapan paman Paolo masih membekas di dalam ingatannya.
"Apakah mungkin kematian tuan Eugene sudah direncanakan, tetapi siapa orang melakukan hal itu?"
Anastasia hanya bisa menghela napas. Dia berharap apa yang dikatakan tuan Paolo itu hanya omong kosong yang dibuat oleh orang jahil. Beberapa lama kemudian, Bianca ke luar dari kamarnya.
"Anas, kamu dari mana?" tanya Bianca penasaran. "Wajah kamu kok begitu tegang?"
"Bi, ada hal yang ingin kusampaikan kepadamu." Anastasia menarik tangan Bianca dan masuk ke dalam kamarnya.
Dia lalu menceritakan mengenai apa yang dikatakan tuan Paolo kepadanya. Mata Biru Bianca seketika membesar sesaat.
"Anas, apakah kamu yakin dengan ucapan itu?" tanya Bianca ragu-ragu. "Kita sama sekali belum menemukan bukti bukan?"
"Iya Bi, tapi jika itu memang betul gimana?"
"Hmm… artinya ada seseorang yang memang mengincar nyawa tuan Eugene," ucap Bianca sambil menggelengkan kepalanya.
***