Bunga-bunga bermekaran di sepanjang jalan dengan beraneka warna memanjakan mata siapa pun yang melihatnya. Anastasia membangunkan Bianca dari alam bawah sadarnya. Dia terus menggerakkan badan Bianca, tetapi Bianca masih tertidur dengan pulas
"Argh, Bi!" ucap Anastasia dengan nada kesal.
Dia membaringkan kepalanya ke belakang. Anastasia merasa bosan karena semua orang yang berada di sekitarnya sedang tertidur. Dia hanya bisa berpangku tangan sambil melihat keindahan bunga itu seorang diri.
Setelah beberapa jam di kendaraan, akhirnya bus mereka sampai di tujuan. Semua orang yang berada di dalam bus satu per satu terbangun begitu juga dengan Bianca.
"Akhirnya kita sudah sampai." Bianca meregangkan otot-otot badannya. "Anas, kamu nggak tidur?" ucap Bianca sambil mengerutkan alis.
Anastasia dengan cepat menggelengkan kepala. "Nggak, aku tidak ngantuk," katanya sambil mengambil tasnya dan perlahan beranjak dari kursinya. "Bi, ayo buruan anak-anak yang lain sudah turun semua."
Bianca kemudian mengambil tasnya dan bersama dengan Anastasia turun dari bus. Seorang pria berambut silver dengan setelan kemeja cokelat, celana panjang dan sepasang sepatu fantopel telah menunggu kehadiran mereka.
"Halo Madam Theresa, Nigera," ucap pria itu sambil memberi salam kepada Madam Theresa dan Nigera. "Kami sangat senang akan kehadiran kalian semua."
"Tuan Zwalinski, harusnya kami yang berterima kasih atas kesempatan ini." Madam Theresa dengan senyuman yang terukir jelas di bibirnya.
"Cukup panggil George saja. Rasanya aneh jika Anda terus memanggilku dengan sebutan Tuan.
"Baiklah George, kami semua sangat senang berada di sini."
Tidak lama kemudian, Nyonya Zwalinski muncul dengan pakaian terusan berwarna senada muncul dari belakang Tuan Zwalinski. Wajahnya terlihat cantik dengan riasan wajah sederhana yang dikenakannya.
"Selamat datang di tempat sederhana kami," ucap madam Zwalinski mengajak rombongan anak-anak untuk masuk. "Ayo, kalian pasti sangat lelah dengan perjalanan yang jauh."
"Iya Nyonya Zwalinski, terima kasih," ucap Madam Nigera sambil membawa gitar miliknya.
"Tolonglah jangan memanggilku dengan sebutan Nyonya. Umurku masih tergolong muda untuk kelas wanita muda," ucapnya berada di barisan depan memimpin jalan. "Panggil aku Isabella, tapi kalian bisa memanggilku Isabel."
"Umurmu kan sudah kepala tiga, kenapa kamu masih menganggap dirimu muda?" George membalas ucapan Isabel dengan tertawa.
Isabel langsung memukul lengan George hingga terdengar suara yang cukup keras. "George, kamu jangan membuatku malu," bisiknya diikuti dengan suara tawa.
Mereka semua berjalan dari parkiran melewati sebuah jembatan kayu yang menghubungkan parkiran dan taman bermain itu. Di samping kiri terlihat laut yang terbentang luas dan terlihat cukup dalam dan di sebelah kanan banyak pohon hijau yang menutupi area itu. Saat mereka sampai melewati jembatan, George tiba-tiba menerima telepon dan menghentikan langkahnya, melihat ke arah madam Theresa dan Nigera.
"Maaf sebelumnya, tapi ada hal yang harus kukerjalkan. Isabel akan mengantar kalian menuju penginapan." George mempercepat langkahnya dan meninggalkan rombongan.
"Ok, aku akan mengantarkan kalian menuju penginapan." Isabella mengangguk mendengar arahan suaminya. "Ayo, kita lanjutkan berjalan."
Anastasia dan rombongan anak lainnya dibuat kaget karena tempat ini sangat besar dari dugaan mereka. Beberapa stand makanan tampaknya telah didirikan dan dipersiapkan. Beberapa tempat bermain terpasang dengan kokoh dan sedang diuji coba oleh beberapa pegawai madam dan Isabel. Lampu-lampu gantung mulai dipasang dan digantung untuk memeriahkan acara ini nantinya.
"Isabel, bangunan apa yang berada di depan kita?" Telunjuk madam Nigera mengarah ke salah satu tenda besar berwarna merah kuning.
"Oh, itu merupakan panggung sirkus di sini." Isabel memberikan penjelasan. "Di sini nantinya bukan hanya sekedar karnaval, tetapi juga ada acara sirkus."
"Sirkus?" Madam Theresa membesarkan bola matanya. "Apakah tidak berbahaya membiarkan binatang buas berkeliaran nantinya?"
"Tenanglah, kami telah menghubungi kerabat kami yang mampu mengendalikan binatang buas itu jadi semuanya akan baik-baik saja." Isabel tersenyum mendengar ucapan madam Theresa.
Setelah berjalan sekitar 15-30 menit akhirnya mereka sampai di penginapan. Penginapan itu terlihat begitu besar dan mewah. Bangunannya terdiri dari dua lantai dan memajang ke belakang. Atapnya berwarna merah bata. Dindingnya dihiasi dengan warna cokelat muda dengan beberapa hiasan unik melekat di dinding.
"Ok, kita sampai." Isabel berhenti melangkah dan memutar badannya. "Selamat datang di penginapan."
"Astaga, penginapan Anda sangat besar dan mewah," Madam Theresa membelakkan matanya melihatnya. "Ini jauh lebih besar dari panti."
"Iya, tentu saja Madam," sambung madan Theresa.
"Ok, ayo kita masuk." Isabel berjalan memasuki pintu berwarna sama dengan warna dinding. "Markus sudah tidak sabar menunggu kehadiran kalian."
Isabel mendorong pintu berwaran putih gading di depannya dan terlihat isi dalam bangunan itu yang membuat semua orang terperangah.
"Astaga, tempat ini sangat mewah." Senyuman madam Theresa tidak pernah luput dari awal hingga sekarang. "Aku baru pertama kali tinggal di tempat yang mewah seperti ini."
"Aku juga, Madam." Mata madam Nigera terus memandang langit-langit ruangan yang didekorasi dengan ukiran khusus dan warnan yang sangat estetik. "Aku merasa seperti berada di dalam istana."
Tiba-tiba seorang wanita berseragam putih berjalan mendekat ke arah madam Isabella. Dia mengatakan bahwa kamar telah dipersiapkan. Wanita itu lalu mengarahkan rombongan menuju ke kamar, sedangkan Isabella akan menunggu di ruang makan.
Di sepanjang lorong menuju kamar banyak terdapat foto-foto mengenai sejarah berdirinya tempat ini. Beberapa barang-barang peninggalan juga tersusun rapi di sepanjang mereka berjalan. Lantai dengan motif kayu menambah keindahan tempat ini.
"Ok, ini adalah kamarnya." Wanita itu memutar gagang pintunya dan melangkah masuk.
Sebuah kamar berukuran dua kali dari kamar Anastasia berada tepat di depannya. Beberapa ranjang tidur susun dua tersusun rapi di sana. Sebuah jendela besar berada di sebelah ranjang tidur dan sebuah pintu yang menghubungkan satu kamar yang berisikan dua tempat tidur.
"Silahkan mengatur barang bawaan kalian. Aku akan menunggu di lobby," ucap wanita itu perlahan menutup pintu.
"Nigera, aku akan turun terlebih dahulu." Madam Theresa meletakkan tasnya di kamar lalu mempercepat langkahnya ke luar dari ruangan. "Kamu urus semua anak-anak ini."
"Iya, Madam," ucapnya sambil menganggukan kepala.
Madam Nigera, Anastasia dan Bianca mengarahkan anak-anak untuk meletakkan tasnya dan mengatur posisi tidur mereka. Sekitar sepuluh menit diatur akhirnya semuanya telah selesai. Mereka semua turun ke lantai bawah dan terlihat madam Theresa sedang asyik duduk di sebuah sofa cokelat di lobby sambil menikmati segelas minuman.
"Madam semuanya sudah selesai." Madam Nigera memberikan laporan singkat kepada Madam Theresa.
"Bagus, aku sangat senang dengan tugasmu Nigera." Madam Nigera menepuk pundak Nigera.
Tidak lama kemudian, wanita yang sama kembali datang. Dia mengatakan bahwa jamuan makan malam telah siap. Nyonya, Tuan Zwalinski serta tuan muda Markus telah menunggu. Mereka semua berjalan menuju ke ruang makan dan di sana terlihat tiga orang yang sedang asyik bercerita.
"Oh, Madam Theresa dan Nigera," ucap Isabella melihat Madam Theresa dan Nigera masuk ke dalam ruangan. "Silahkan duduk."
"Isabel, panggil namaku Theresa saja," ucap madam Theresa sambil tersenyum.
"Iya, aku merasa kita seumuran jadi cukup panggil Nigera saja." Madam Nigera menambahkan ucapan Theresa.
"Oh, baiklah jika kalian berkata demikian. Silahkan duduk."
"Oh, ini Markus yang sangat ingin bertemu dengan kalian." George menepuk pundak anaknya.
"Ayah, kamu membuatku malu. "Wajah Markus seketika menjadi merah. "Eh, hai namaku Gideon, tapi kalian bisa memanggilku Markus.
Anastasia mengerutkan alisnya diikuti dengan bola mata yang membesar. Dia tidak percaya bahwa Gideon adalah anak dari tuan dan nyonya Zwalinski.