Tak tahan dengan tingkah Rehan yang membuat Dinda risih, Dinda pun mendorong mundur dada bidang Rehan.
"Maaf Mas, aku belum siap menerima sentuhan kamu. Sentuhan di mana hari ini kamu juga sudah menyentuh perempuan lain!" tolak Dinda yang memilih pergi berlalu.
Dinda yang masih terpukul itu memilih pergi dari kamar yang sudah seperti kapal pecah dibuatnya, sementara Rehan yang mendapatkan penolakan dari Dinda hanya mampu menarik senyum tipis.
"Maaf Dinda, aku adalah anak satu-satunya yang diharapkan oleh kedua orang tuaku untuk mencetak banyak anak, karena dua saudaraku mandul. Jadi aku harus menjadikan kamu sebagai alat produksi anak untukku." ungkap Rehan menyapu keringat di keningnya.
Rehan merebahkan tubuh kekarnya di atas ranjang berukuran jumbo itu, ia melipat kedua tangannya dan meletakkannya di dada. Perhatian Rehan tertuju pada langit-langit yang berdominasi warna oranye kesukaannya.
"Aku tidak mau wanita lain untuk menitipkan sebuah benih, karena kebanyakan wanita di luar sana tidak sesuci dirimu, Dinda. Aku akan menjadikan kamu satu-satunya wanita yang aku nikahi, sementara di luar sana hanya sebagai jam istirahatku."
Rehan mengulas senyum dan membayangkan beberapa wanita yang sudah mendekati dirinya selama ini, dan hanya Dinda lah yang tidak pernah meminta apa-apa bahkan ia justru terlihat tidak berambisi untuk menikmati harta miliknya.
Sementara di tempat lain Dinda terduduk di ruangan Arka, ia melepas lelahnya dengan banyak-banyak menatap wajah mungil Arka, sesekali menyeka air matanya yang tumpah.
"Non Dinda, apa Non Dinda sedang ada masalah?" tanya bi Iyas yang merasa aneh sejak kedatangan Dinda, ia tak henti-hentinya mempertanyakan hal itu pada majikannya.
"Mas Rehan berkhianat, Bi."
Tatapan mata Dinda tetap mengarah ke ranjang Arka, Arka yang masih ada di rumah sakit itu tidak mendapatkan perhatian penuh dari kedua orang tuannya yang sedang sibuk dengan perasaan mereka masing-masing.
Curhatan hati Dinda yang menggantung membuat bi Wulan terkejut, majikan yang selama ini ia ikuti terkesan baik-baik saja dan harmonis ternyata memiliki masalah sebesar itu.
"Astaga, jadi den Rehan berselingkuh maksud Non Dinda?" tanya bi Iyas memastikan.
"Iya Bi, selama ini mas Rehan sudah menduakan saya di luar rumah, bahkan mas Rehan tega menilai saya bahwa saya sudah tidak cantik dan menarik setelah hamil dan melahirkan." jawab Dinda yang akhirnya mencurahkan isi hatinya pada bi Iyas.
"Saya tadi menemui mas Rehan di kantor, karena sebelumnya saya memang sudah sangat curiga, tapi karena sibuk dengan Arka dan kesembuhan pasca melahirkan saya jadi baru bisa menyelidiki ini," sambung Dinda lagi, Dinda menyeka air matanya kala mengingat kejadian itu.
"Lalu, bagaimana keputusan den Rehan, apa den Rehan memutuskan selingkuhannya?" tanya bi Iyas penasaran.
Dinda menggelengkan kepalanya pelan, "Mas Rehan justru meminta saya untuk diam dan menerima semuanya." jawab Dinda pasrah.
Bi Iyas merasa sangat kesal mendengar cerita Dinda, hatinya juga terasa sakit saat melihat air mata Dinda yang jatuh karena Rehan.
***
Keesokan hari, Dinda buru-buru pergi sebelum ia membuatkan sarapan pagi untuk Rehan yang akan pergi bekerja, Dinda sengaja tidak membuatkan makanan apapun di rumah dan memilih pergi menjenguk Arka.
Tibanya di rumah sakit Dinda segera masuk ke ruangan Arka dan memberikan makanan untuk bi Iyas, yang menjaga Arka secara bergilir dengan dirinya.
"Bi, sarapan dulu," kata Dinda menyodorkan sebungkus makanan.
"Terima kasih, Non. Non sendiri nggak makan?" tanya bi Iyas menaruh perhatian pada Dinda.
"Saya belum lapar, Bi. Mungkin nanti saja." jawab Dinda acuh pada perutnya sendiri dan memilih bermain dengan Arka yang masih terbaring.
Tak lama kemudian, dokter Via datang untuk mengecek keadaan Arka, Dinda menyambutnya dengan hangat dan membiarkan dokter Via memeriksa Arka
"Dok, bagaimana keadaan Arka?" tanya Dinda cemas.
"Sukur lah, keadaan Arka sudah membaik," ucap dokter Via melempar senyum.
"Sungguh Dok? Alhamdulillah."
Wajah Dinda nampak gembira mendengar kabar tentang putranya, saat ini hanya Arka lah salah satu alasan Dinda mempertahankan rumah tangganya, ia belum siap jika harus menghidupi Arka dengan segala kesederhanaan jika ia sampai bercerai sekarang.
Dinda bertahan karena demi mendapatkan hak nafkah yang harus diberikan oleh Rehan untuk dirinya dan Arka.
"Dok, apa Arka sudah bisa di bawa pulang?" tanya Dinda berharap bisa merawat Arka di rumah.
"Tentu saja boleh Bu, karena keadaan Arka sudah membaik." jawab dokter Via melegakan Dinda.
Setelah memeriksa keadaan Arka dan membolehkan Dinda membawa Arka pulang, Dinda pun meminta bi Iyas untuk bersiap-siap. Sementara Dinda memilih untuk membayar biaya administrasi terlebih dahulu.
Kemudian Dinda kembali lagi ke ruangan Arka dan mengajaknya pulang.
"Bi, ayo kita pulang," ajak Dinda melempar senyum pada bi Iyas.
"Iya Non." jawab bi Iyas sigap.
Hari ini Dinda tak ingin memikirkan Rehan, ia sudah memiliki mainan baru yang tampan dan lucu, Arka Dewantara. Di mana ia di lahirkan bertepatan dengan ketahuannya Rehan berselingkuh.
Dinda menggunakan mobil pribadi untuk membawa bi Iyas dan Arka kembali pulang.
Jarak antara Rumah kediaman Dinda dan rumah sakit sekitar dua puluh menit, setelah itu Dinda menggendong Arka memasuki rumah.
Ceklek
Dinda terkejut saat membuka pintu ternyata Rehan berdiri tegap di depan pintu.
"Mas Rehan."
Dinda menatap ketakutan karena melihat Rehan yang menatapnya dengan tajam, Rehan tidak pergi ke kantor lantaran tidak ada makanan di meja, hal itu membuat Rehan kesal dan membatalkan untuk pergi ke kantor.
"Kenapa kamu tidak membuatkan sarapan untukku?" tanya Rehan dengan tatapan serius.
"Aku sibuk, dua hari Arka di rumah sakit. Tapi kamu sama sekali tidak ada inisiatif untuk menjenguk! Seperti ini cara kamu, yang memintaku untuk menerima banyak produksi anak darimu!" celetuk Dinda kesal.
Dinda menerobos masuk dan tidak memperdulikan Rehan yang memasang wajah kesal, kini Dinda sudah tidak bisa berbasa-basi dengan Rehan yang sudah terang-terangan berselingkuh, perlahan tapi pasti. Dinda menaiki anak tangga membawa Arka masuk ke kamarnya.
"Dinda tunggu!" titah Rehan yang tidak terima dengan perlakukan Dinda.
"Den, kalau Aden lapar biar Bibi yang buatkan sarapan, ya. Non Dinda itu sangat lelah karena sudah menjaga den kecil semalaman," kata bi Iyas menawarkan jasanya.
"Tidak Bi, saya mau Dinda yang memasakkan untuk saya!" cetus Rehan yang langsung berlari menghampiri Dinda.
Ceklek
Rehan mendapati Dinda sedang menggendong Arka dan menimangnya, Rehan berdiri di daun pintu saat melihat Dinda yang sedang menidurkan Arka dalam ayunannya.
"Dinda, ayo ikut aku," ajak Rehan setelah melihat Arka tidur dengan pulas.
"Ada apa, Mas!"
Dinda menghempaskan tangannya yang menyatu dengan tangan Rehan, melihat sikap Dinda yang sangat galak membuat Rehan kesal dan menghempaskan nya ke atas ranjang.
"Auu!"
Rintih Dinda yang merasa sakit di bagian bawahnya, Dinda berusaha bangkit dan duduk di hadapan Rehan yang terlihat sangat marah.
"Dinda, aku tidak suka masakan orang lain selain dirimu, tapi kenapa kamu pergi tanpa membutkan makanan terlebih dahulu hingga membuat aku kelaparan di rumah!" maki Rehan menyalahkan Dinda.
"Aku sudah memiliki Arka yang harus aku urus, kalau kamu sendiri tidak bisa bergantian menjaga Arka dan justru memilih bersenang-senang di luar sana, untuk apa aku melayani kamu di rumah," kata Dinda yang sudah sangat kecewa.
"Dengar Dinda, sampai kapan pun kamu tetap harus melayaniku, karena di rumah ini hanya kamulah istriku. Kehadiran Arka bukan alasan untuk bermalas-malasan, mengerti!" hardik Rehan kesal.
Rehan tetap ingin menuntut waktu Dinda yang saat ini lebih memilih mementingkan Arka, Dinda tidak ingin membuat Arka kehilangan kasih sayangnya setelah mengetahui sifat Rehan yang sama sekali tidak menyambut Arka dengan bahagia.
Dinda membalas tatapan Rehan yang menusuk tajam, rasanya ia sangat muak melihat wajah Rahan yang dipenuhi dengan kemarahan, apakah Dinda tetap akan melayani Rehan sebagai istri yang patuh terhadap suami?