Seorang teman sekelas pria melihatnya lebih dahulu, dan melambaikan tangan padanya. "Ah, Cheng Xi disini. Dia mengundang untuk duduk disebelahnya. "Duduklah disini bersama kami. Kami sengaja mengosongkan satu kursi untukmu."
Yang lain dimeja itu berbalik, menatap Cheng Xi. Biasanya, mereka tidak tampak seperti ini, namun kali ini mereka memberikan senyuman. "Kamu disini Cheng Xi?"
Rou berbisik padanya, "Bergabung saja bersama kami disini. Disana sarang serigala, jangan mendekat."
Ia berteriak pada orang-orang dimejanya itu dan akhirnya mengosongkan satu kursi disebelahnya untuk Cheng Xi. Cheng Xi baru saja duduk saat mendengar sebuah suara yang lembut memanggilnya, "Lama tidak berjumpa, Cheng Xi?"
Hati Cheng Xi berdebar, ia menarik napas dan melihat pada pria itu. "Lama tidak bertemu."
"Kamu masih ingat padaku?"
"Tentu saja."
"Lin Fan nada suaramu itu seperti Cheng Xi memiliki ingatan yang sangat buruk saja. Ia salah satu muris terpandai di kelas kita. Ia mendapatkan nilai sempurna pada pelajaran Sejarah dan Geografi walau belajar dengan santai."
"Lin Fan juga salah satu siswa terbaik. Ingatkan, mereka berdua pasangan siswa terbaik?"
Cheng Xi terdiam saat mendengar komentar-komentar itu. "Adakah siswa yang tidak pandai di kelas kita?"
"Tetapi tidak sebaik kamu!"
Setiap orang mulai mengenang masa lalu. Cheng Xi tidak ikut serta, tetapi justru menarik tangan Rou untuk menarik perhatiannya. "Mengapa hari ini kamu bersikap seperti ini?"
Dia begitu gelisah dengan perilaku baik semua orang.
Rou menatap mata Cheng Xi , wajahnya menunjukkan dengan jelas bahwa ia akan tetap melajang seumur hidup jika tidak mengetahui apa-apa. "Pria pujaanku ada disini, berapa lama aku tidak melihatnya? Aku harus memberikan citra terbaik baginya."
Tak lama, Cheng Xi menerima pesan masuk. Ia melihat ponselnya dan menemukan bahwa itu pesan dari Rou, yang… duduk disebelahnya. "Ini hanya terjadi dalam drama kan? Bertemu kembali dengan orang yang pernah aku sukai, menemukan bahwa dulu kami saling menyukai, dan akhirnya berdamai?"
Cheng Xi menundukkan kepalanya. Tian Rou menutupi wajahnya dengan cangkir teh dan tersenyum jahat padanya.
Cheng Xi terbatuk saat ia mendengar seseorang bertanya, "Lin Fan, apakah selama ini kamu tinggal di luar negeri?"
"Ya."
"Selama ini? Apakah kamu belajar di sana?"
"Tidak. Saya hanya belajar selama beberapa tahun dan kemudian bekerja di sana."
'Oh, berkerja ya? Bekerja apa? Mengingat kemampuanmu, pasti perusahaan Fortune 500."
Lin Fan tersenyum dan menjawab, "Sayangnya tidak. Tetapi sebelum pulang, saya telah mengundurkan diri."
"Keluar—kamu tidak berencana untuk kembali?"
"Tidak. Kesehatan ibuku memburuk, dan saya harus menetap disini untuk merawatnya."
Setelah mendengar percakapan itu, Cheng Xi tersenyum. Pada saat ini Lin Fan tiba-tiba memandangnya, bertanya "Saya dengar kamu saat ini adalah Dr. Cheng ya?"
Cheng Xi mengangguk.
"Hebat. Kamu benar-benar berhasil menggapai mimpimu."
Bulu mata Cheng Xi bergetar saat mengingat masa lalu. Pria itu dulu pernah bertanya padanya, "Cheng Xi, apa cita-citamu?"
"Menjadi seorang dokter."
"Mengapa?"
"Karena nenekku." Orang tua Cheng Xi membuka usaha restoran dan bekerja lembur sehingga Cheng Xi dan kakaknya tinggal bersama nenek meraka. Nenek Cheng Xi adalah seorang ibu rumah tangga biasa: baik, perhatian dan rendah hati. Bagaimanapun ia telah menjalani kehidupan yang buruk bersama kakek Cheng Xi yang pemarah. Saat Cheng Xi di sekolah dasar, neneknya menjadi gila akibat tekanan mental jangka panjang yang dialaminya. Sejak saat itu, Cheng Xi bercita-cita menjadi seorang dokter, khususnya psikiater.
Lin Fan saat itu sangat iri mendengar jawaban Cheng Xi. Kehidupan di sekolah menengahnya sangat sulit, khususnya saat di tingkat ketiga. Selama itu, ia sering bertanya pada Cheng Xi, "Untuk apa belajar bersusah payah. Apa yang bisa kita lakukan bahkan bila kita masuk ke universitas yang bagus?"
Ia dulu berpakaian seadanya dan putus asa.