webnovel

UNFORGIVEN BOY

Bertemu dengannya adalah anugerah, karena dia menunjukkan ku sisi lain dunia yang tak pernah ku lihat. Mengenalnya adalah kebahagiaan, karena dia memberi ku warna lain dalam hidup yang tak pernah ku tahu.... Bersamanya adalah mimpi, karena dia membuatku seolah menjadi gadis sempurna di balik semua kekurangan yang aku punya. Aku, bukanlah gadis cantik yang sempurna. Aku adalah gadis buruk rupa yang sering disebut sebagai anak singa. Namun begitu, andai takdir bisa diulang kembali, maka aku tak ingin bertemu dengannya, aku tak ingin mengenalnya, dan aku tak ingin bersamanya. Karena, terlalu banyak hal yang hilang tak bersisa, semenjak ada dia. Dia, adalah seorang lelaki, yang sampai kapanpun tak akan pernah ku lupa. Dia, adalah seorang lelaki yang sampai kapanpun tak akan pernah ku maafkan, dia, ya dia.

PrincesAuntum · 青春言情
分數不夠
160 Chs

This Is 'Relationshit'

"Jadi?" Ricky semakin mendekat. Bahkan, sepatu kami saling menyapa satu sama lain.

Aku menunduk kaku. Aku tidak tahu harus menjawab apa syarat itu. Karena... jujur, itu adalah hal paling tak masuk akal yang bisa aku lakukan.

"Baiklah..." kataku pada akhirnya. Setelah kebisuanku mendadak, "elo tawuran aja... gue balik kelas dulu."

Aku hendak pergi. Tapi tangan Ricky menggenggam tanganku kuat-kuat. Akhirnya... aku kembali lagi pada posisiku tadi. Berdiri di depan Ricky, sambil menundukkan kepalaku dalam-dalam.

"Kalian pergi dulu ke TKP. Entar gue nyusul!" serunya pada teman-teman badungnya. Mereka langsung pergi, seolah perintah Ricky adalah perintah Raja dan itu mutlak harus dijalankan. Pada akhirnya... kini kami hanya berdua.

"Itu jawaban yang bagus." katanya lagi. Aku jadi bingung. Bagaimana bisa penolakanku adalah jawaban yang bagus? Bukankah dia menginginkan hal itu?

"Gue nggak ngerti."

"Meski lo mau gue cium. Gue juga bakalan tetep tawuran."

"Oh..." kataku. Rupanya, tidak ada satu hal pun yang mampu menghentikannya tawuran. Aku tahu... apalagi itu aku, tidak mungkin.

"Tapi elo akan dikeluarkan dari Sekolah."

"Oh." Jawabnya.

"Hanya oh?" tanyaku bingung. Dia berjalan menuju ke arah motornya. Motor yang baru aku tahu kalau dia mempunyainya.

"Ini motor Mondy..." seolah mengerti apa yang ada di dalam pikiranku dia menjawab seperti itu, "gue nggak mungkin mengkhianati sahabat-sahabat gue. Itu sebabnya... gue tetap tawuran."

"Tapi, mereka bukan sahabat elo, Rick. Nggak mungkin sahabat manfaatin sahabatnya sendiri."

Dia diam, tidak membalas ucapanku. Tapi... matanya mengisyatkan hal lain. Mata cokelat milik Ricky, menatapku dengan begitu dingin.

"Maksud elo... lo nyuruh gue kayak mereka?" tanyanya yang berhasil membuatku berhenti bernapas. "Kalau gue ngelakuin hal yang sama kayak mereka. Lalu... apa bedanya gue sama mereka? Gue sama saja seorang temen yang manfaatin temennya, kan?"

Ucapannya benar adanya. Jika aku menyuruh Ricky untuk melakukan tindakan itu. Sama artinya aku menyuruh Ricky untuk berkhianat. Akan tetapi, tawuran bukanlah tindakan yang patut dibenarkan. Itu adalah tindakan yang salah.

"Tapi—" kataku terhenti. Ricky langsung membopong tubuhku untuk didudukkan di jok belakang motor itu. Kemudian dia naik.

"Mending elo ikut gue. Daripada lo bikin kepala gue pusing."

"Gue—" aku langsung memegang seragamnya saat Ricky menjalankan motornya dengan kencang. Aku jadi tidak tahu, mau jadi apa aku jika ikut tawuran Ricky. Aku tidak mau disebut siswi badung oleh Guru-Guru. Aku tidak mau dicabut beaiswaku oleh Guru-Guru. Terlebih... aku tidak mau diskorsing atau bahkan dikeluarkan dari Sekolah oleh para Guru.

"Rick, turunin gue! Gue nggak mau!" teriakku yang bahkan kalah keras dari suara angin dan suara motor Ricky.

Lalu... aku harus bagaimana?

Seharusnya aku tak mencegahnya. Seharusnya aku duduk manis di perpustakaan. Seharusnya... ya Tuhan. Kenapa aku bisa sebodoh ini, mengabaikan kewajibanku sebagai salah satu anggota OSIS dan malah ikut dia.

"Mau sampai kapan lo melukin gue? Jangan-jangan, elo pengen meluk gue terus, ya?"

"Enggak kok." aku langsung melepaskan genggamanku. Aku tak memeluknya. Aku hanya... menggenggam sedikit lebih erat, mungkin. Karena aku takut jatuh dari motor.

Aku segera turun. Anak SMA Harapan Bangsa dan Pelita Mulya sudah berkumpul. Dan yang lebih parahnya lagi... mereka sudah membawa beberapa senjata. Itu sangat mengerikan.

"Elo nggak harus ngelakuin ini demi nunjukin betapa lo setia ama temen-temen elo, Rick. Ini salah... tawuran nggak akan nyelesain masalah. Elo tahu, kan?"

"Rick! Elo kesurupan?! Ngapain bawa singa hutan di tempat seperti ini? Atau... elo mau pamer sama kita-kita, kalau elo udah nakhlukin singa liar dari hutan?"

Cowok yang kutahu namanya Alex itu terbahak. Seolah... dia menemukan celah kelemahan Ricky. Seolah, aku ini adalah kunci jawaban untuk mereka mengolok-olok Ricky. Jujur... aku tak suka.

"Gue bukan singa hutan, kok." kataku. Mencoba menjelaskan kepada mereka. Tapi, mereka malah tertawa.

"Ajaib! Singanya bisa bicara!" kali ini Andrew yang berseru. "Bukankah itu singa yang manggil Polisi pas kita tawuran dulu, ya?" rupanya dia masih mengingatku. Tapi... dia lupa, jika pernah bertemu aku di tempat lain selain peristiwa itu.

"Iya... itu makhluk yang nongol di Sekolah kita dulu." timpal Alex. Rasanya, aku sekarang menjadi sasaran anak SMA Harapan Bangsa. Dan entah mengapa, tubuhku menggigil kedinginan. Ini wajar, mengingat Sekolah mereka adalah kumpulan para preman.

Ricky menarik tubuhku. Agar aku mundur, berada di belakang tubuhnya. Aku menurutinya takut-takut, kemudian...

BUUKKKK!!!

"Yang sopan sama cewek gue!" bentaknya marah. Setelah meninju Alex dan menendang Andrew sampai keduanya jatuh.

Sementara aku? Aku hanya bisa memekik kaget. Sambil menutup mulutku dengan kedua tangan. Aku sama sekali tak tahu, jika reaksi Ricky akan seberlebihan itu. Terlebih perkataannya....

Mungkin... dia hanya bercanda.

"Dia? Cewek elo? Apa gue—"

BUUKKKK!!

Satu pukulan lagi diberikannya pada Alex. Membuat Alex yang sedari tadi tersenyum pun ikut emosi.

"Kampret lo, Rick! Dasar... pembunuh lo!" teriaknya marah.

"SERBUUU!!!" dan tawuran itu pun tak bisa dihindari. SMA Pelita Mulya dan SMA Harapan Bangsa. Keduanya seperti siswa-siswa yang tak berpendidikan. Saling melukai satu sama lain dengan cara kekerasan. Mencoba menunjukkan siapa yang kuat di antara keduanya. Bahkan... banyak yang tak segan-segan mencoba bermain curang.

Apakah ini yang disebut dengan harga diri cowok? Saat mereka mempertaruhkan semuanya bahkan nyawa hanya untuk melindungi hal tabu yang kasat mata itu? Atau... apakah ini yang dinamakan kesetiaan cowok? Saat mereka tak takut terluka demi melindungi antara satu dan lainnya.

Terlihat begitu jelas di mataku. Banyak siswa yang bahkan sudah kehabisan tenaga. Para siswa yang bahkan wajahnya sudah penuh lebam. Tapi... mereka masih semangat untuk berjuang. Mereka saling bantu untuk temannya lain yang membuntuhkan. Seolah-olah, ini sebuah bentuk gotong--royong atau bahkan ikatan persahabatan. Jika pun iya... maka, aku merasa jika persahabatan cowok adalah hal yang mengerikan. Karena semua hal buruk ada di sana. Tawuran, terluka, dan pada akhirnya apa yang mereka dapatkan? Kepuasan? Lantas... untuk apa kepuasan tersebut? Aku sama sekali tak tahu apa yang ada di otak mereka. Tapi... mengapa? Aku tak pernah melihat seperti ini di persahabatan cewek. Justru aku sering melihat saat salah satu sahabat sedang jatuh maka sahabat lainnya akan meninggalkannya begitu saja. Atau... yang lebih buruknya lagi. Di depan, mereka saling sanjung dan saling sayang. Tapi di belakang, mereka saling menjatuhkan. Apakah persahabatan cowok lebih solid dari cewek? Ah... entahlah. Karena aku yakin, keduanya memiliki sisi lemah dan kuat dari bagian yang tak bisa kulihat.