Esoknya, Emily datang untuk menjemput Sadewa. Mereka ada rapat pagi ini, membahas rapat direksi tahunan yang akan dimulai seminggu lagi.
Liffi pun kembali pada rutinitas hariannya, berkutat dengan gambar dan juga angka-angka. Kuliahnya dalam jurusan Arsitektur membuatnya selalu harus membawa tabung gambar kerja ke mana pun ia pergi.
Jam pertama masuk masih sekitar satu jam lagi. Liffi memang terpaksa harus berangkat pagi karena terlanjur berbohong pada Sadewa. Liffi menikmati jam kosongnya di bawah pohon rindang di taman kampus. Membaca-baca buku materi tentang arsitektur sembari menikmati roti coklat.
Sesekali Liffi menyisir rambut hitam sebahunya ke belakang telinga. Terpaan angin membuat rambutnya berantakan. Liffi menghabiskan roti coklat dan meneguk air minum dari botol kemasaan.
Dari kejauhan Yoris duduk di dalam mobil pick up. Mengamati tingkah laku Liffi. Sudah dari pagi ini Yoris menguntit Liffi, mulai dari kepergian Sadewa sampai pada saat ini. Kemampuannya sebagai seorang Silver Arrow mampu membuatnya tak terlacak oleh werewolf. Ia pandai menyembunyikan emosinya, bahkan Nakula pun bisa tertembak dua kali karena instingnya gagal mengenali emosi Yoris. Yoris juga pandai melacak target buruannya, tak heran dengan mudah ia pun bisa melacak keberadaan Liffi dengan segera. Dan tanpa disadari oleh Sadewa.
"Dia cantik bukan?" Seorang pemuda mendekati Yoris. Membuat Yoris harus menghentikan pengamatannya.
"Siapa kau?"
"Harusnya aku yang bertanya, Paman. Siapa Anda? Ada perlu apa kemari? Dan kenapa mengamati gadis itu begitu lekat?"
Yoris diam, ia memandang pemuda tampan di depannya dengan seksama. Melirik pada seragam basket yang masih dikenakannya. Melihat begitu banyak peluh keluar dari wajahnya menandakan pemuda ini belum lama menyelesaikan olah raganya.
"Paman, mengamati seorang gadis secara berlebihan itu tidak baik!! Apa Anda seorang penguntit?" Pemuda itu kembali menyerang Yoris dengan pertanyaan dan menyudutkan posisi Yoris.
"Siapa namamu, Kid? Kau terlihat begitu memperhatikan gadis itu." Yoris keheranan, pemuda ini tampak begitu memperhatikan Liffi.
"Namaku, Gilang. Aku adalah pacaranya." Gilang mendekatkan wajahnya, mencoba mengintimidasi Yoris.
Bukannya takut Yoris malah tertawa, "hahaha, kalau begitu aku Ayahnya."
"No way. Liffi adalah anak yatim piatu," sanggah Gilang.
"Aku juga hanya bercanda, Kid." Yoris keluar dari mobilnya dan menepuk pundak Gilang. Yoris tak percaya bahwa Gilang adalah pacar Liffi. Tentu saja tak percaya, melihat bagaimana Nakula dan Sadewa begitu mencintai Liffi menandakan gadis itu adalah mate kedua werewolf muda itu.
"Lalu kenapa kau mengamatinya? Berarti benar kau seorang penguntit? Tak akan ku biarkan kau menyakiti, Liffi." Gilang tampak emosi.
"Aku tak mungkin menyakitinya. Aku pernah mencintai Ibunya. Aku hanya ingin menjaganya dari jauh." Yoris bersandar pada mobilnya, menerawang jauh pada sosok Liffi. Sosok yang begitu mirip dengan wanita yang pernah ia cintai.
"Apa?? Kau mengenal Ibunya? Jangan bohong, Paman. Liffi saja tak pernah mengenal siapa orang tuanya." oceh Gilang, ia menolak untuk percaya.
"Wah kau mengerti sekali tentang kehidupannya?" Yoris mengangguk bahagia, ia menyulut sebatang rokok.
"Tentu saja, aku mencintai gadis itu," ucap Gilang mantab.
"Aku senang mendengarnya, melihat masih ada manusia yang mencintainya membuat hatiku lega." Yoris bangkit, ia kembali menepuk pundak Gilang sebelum masuk ke dalam mobil.
"Hei, kau mau kabur?" Gilang protes.
"Tidak, untuk apa aku kabur? Ini kartu namaku, hubungi aku kalau kau tertarik menjadi seorang Silver Arrow." Senyum Yoris seraya menyerahkan sebuah kertas kecil pada Gilang.
"Silver Arrow??" Gilang kebingungan, nama kelompok apa itu? Ia sama sekali tak pernah mendengarnya.
"Bye, Kid." Yoris menginjak gas mobilnya dan memutar stang untuk berlalu dari hadapan Gilang.
"Orang tua yang aneh." Gilang memasukkan kartu nama itu ke dalam saku jaketnya.
ooooOoooo
Suasana hura-hura begitu terasa saat Nakula memasuki Red Wolf bar and lounge. Music keras menghentak penuh dentuman, alunannya berasal seorang DJ yang mengangkat tangannya ke atas. Mencoba berinteraksi dengan para pengunjung. Beberapa penari telanjang, menari melenggok-lenggok dengan luwes di dalam sangkar emas. Mereka hanya menggunakan segombyok perhiasan dari rantai-rantai emas untuk menutupi tubuh indah mereka. Lampu sorot berputar-putar, menghujami tubuh mereka dengan cahaya remang kemerahan.
Nakula berjalan menembus kerumunan manusia yang sedang asyik meminum minuman kerasnya dan juga bercinta. Tanpa malu mereka menelanjangi para wanita penghibur yang disediakan oleh pihak manajemen. Nakula hanya berdecak heran saat melihatnya. Benar kata Red, manusia memang rela membayar mahal hanya untuk membangkitkan jiwa iblis dalam diri mereka.
Nakula mengambil segelas racikan vodca dari tangan pelayan dan meminumnya. Nakula menghabiskannya saat menuju area VIP dengan santai.
"Halo, Red," sapa Nakula setibanya di dalam.
"Yo, Black." Red balas menyapa Black. Ia lalu mengusir wanita-wanita cantik yang sedang menemaninya.
Nakula duduk, ia memandang ke sekeliling. Hanya Red dan dirinya yang baru hadir. Jane dan Grey belum datang. Mereka berempat memang selalu menyediakan waktu untuk reuni. Lonely wolf seperti mereka memang tak pernah luput dari kejaran musuh. Jadi mereka mengharapkan adanya pack baru, walaupun tidak terikat di dalamnya tapi mereka bisa saling melindungi.
"Jane? Grey?" tanya Nakula.
"Grey sudah dalam perjalanan, entah di mana Jane." Red menuangkan minuman keras untuk Nakula.
"Thanks."
"BLACK!!" Belum sempat Nakula meminum minumannya, Jane sudah melompat dalam pangkuannya.
"Jane!! Dasar, bangun!! Kaukan tahu Black sudah memiliki Mate." Red bergeleng sebal dengan kelakuan Jane.
"Lantas mana dia?" Jane tak melihat wanita lain di tempat itu. Berarti Black belum menemukan mate, mate kan tak terpisahkan.
Nakula mengigit bibirnya sebal, kenapa Liffi tak mau menempel padanya? Bahkan Jane yang bukan mate-nya pun menempel begitu lekat pada dirinya.
"Apa transformasimu sudah sempurna, Black? Kau sudah menandainya?" tanya Red juga dengan antusias. Entah seberapa kuat Black nanti saat ia berhasil merubah dirinya menjadi seekor serigala sejati.
"Belum." Nakula menghabiskan minumannya.
"Tuhkan, Black belum punya mate." Jane tertawa lantang dalam pangkuan Black.
"Hei what's up gaes?!" Grey datang, ia membawa sebotol penuh jack d***ll di tangannya.
"Kau terlambat, Grey." Tuding Jane dengan jari-jemarinya yang berhiaskan cincin salib terbalik dan tengkorak.
"Ck, kau juga terlambat," sindir Red.
"Red!!" Black memperingatkan Red agar tak memulai pertaruangan tak berarti dengan Jane.
"Jadi kenapa kau mengumpulkan kami, Red?" tanya Grey penasaran.
"Ayo kita comeback!! Aku merindukan sorak sorai penonton saat meneriakkan nama band kita!!" Red memandang mereka bertiga dengan antusias.
"Aku setuju, aku jadi bisa sering bertemu dengan Black." Jane langsung mengangkat tangannya setuju.
"Ck, dasar budak cinta!!" decak Grey.
"Kau tak keberatankan, Black?!" Jane mencium dan menjilat perlahan telinga Nakula.
"Tidak, ayo lakukan." Nakula menyeringai.
"Yes!!!" seru Red bahagia.
"Asyik!!" seruan Jane tak kalah kencang.
Jane bangkit dari pangkuan Nakula dan melingkarkan lengannya pada leher Nakula. Jane mencium bibir Nakula dengan lembut. Nakula mencoba membalasnya, ia merasa sangat geram mengingat Liffi yang memiliki pria lain dan menolaknya semalam. Nakula cemburu, hatinya sakit.
"Ayo, Black kita ke kamar Red!!" Jane melepaskan kuncir rambut dan menggerai rambut pirangnya.
Nakula bangkit dan menggendong Jane.
oooooOoooo
Hallo, Bellecious
Jangan lupa vote ya 💋💋
Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️
Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana