"Black terbaring nyaman di atas tempat tidur pada apartemen Liffi. Boroknya telah mengelupas, kini bertambah lagi dua bekas luka di tubuhnya. Black sangat sebal saat melihat bekas luka itu. Hal ini menjadi bukti kekalahannya dari seorang manusia. Andai saja akal sehatnya tidak hilang, aroma pria itu pasti tercium. Dan instingnya pasti bisa menghindari belati beracun dari Yoris.
"Jam berapa sekarang??" Black bangkit.
Tubuh kekarnya masih telanjang, hanya boxer ketat yang melekat. Menutupi satu-satunya barang pribadi miliknya. Ia mengamati ruangan sekitarnya. Sepertinya dia sangat mengenali ruangan itu. Black mengambil secarik kertas di atas meja belajar.
To: Black
Maaf aku meninggalkanmu, aku ada kuliah pagi.
Beristirahatlah Black.
Jangan lupa makan buburnya.
Kau bisa pulang setelah pulih.
Aku sudah membelikanmu baju baru.
Maaf aku membuang bajumu.
From : Liffi.
"Liffi?!" Black terpekik saat tersadar ia sedang berada di mana.
Black kembali terduduk, kepalanya masih terasa berat. Ia mengingat-ingat apa yang terjadi setelah pertaruangan semalam. Sepertinya Black tanpa sadar datang menemui Liffi.
"Apa dia tahu? Apa aku berubah semalam? Apa yang terjadi?" Black mendengus sebal, ia tak bisa mengingat apapun. Satu hal yang Black tahu, tubuhnya benar-benar kembali sehat dan pulih.
ooooOoooo
Black menunggu Liffi pulang di depan gedung apartemennya. Sedangkan Liffi —baru pulang kuliah— masih asyik melamun sambil berjalan.
Ciuman yang manis. Kenapa aku malah tergiur dan menikmatinya?
"Liffi?" Black melihat Liffi berjalan semakin mendekat, tanpa menunggu lagi Black bangkit dan langsung memeluk Liffi.
"Black?? Kau sudah sehat?" Liffi kaget, pelukan Black membuatnya kembali teringat rasa vanila yang memenuhi indra pengecapnya semalam. Wajah Liffi kembali merona saat mengingatnya.
"Terima kasih, ya." Black melepaskan pelukannya.
"Kau berhutang penjelasan padaku, Black! Darah siapa itu? Kenapa banyak bekas luka di punggungmu?" Liffi melanjutkan langkah kakinya masuk ke dalam gedung apartemen.
"Ehm, kalau boleh tahu apa yang aku lakukan denganmu semalam?" Black menggaruk kepalanya.
"Kau tidak ingat???" Liffi tertegun, setelah meminta ciuman yang begitu manis dia melupakannya begitu saja. Oh, bodohnya Liffi yang melupakan kenyataan bahwa Black adalah artis yang penuh sensasi. Dia telah menyakiti hati banyak gadis, mungkin Liffi hanyalah salah satunya.
"Apa yang aku lakukan padamu, Liffi?" Black sama sekali lupa, tapi dia khawatir saat mengingat ucapan Gin, takut Liffi terluka karena Black menyerap jiwanya.
"Ah, sudahlah, aku juga akan melupakannya. Anggap saja ciuman semalam tak pernah terjadi." Liffi melangkah masuk, menapaki anak tangga dengan cepat.
"A ... aku menciummu?" Black senang sekaligus sebal. Sudah lama dia menginginkannya, menginginkan Liffi, menikmati bibirnya yang merekah merah. Tapi ketika bisa melakukannya, dia malah dalam keadaan tak sadarkan diri.
"Pulanglah, Black!" Liffi hendak menutup pintu kamarnya, tapi Black menghalangi. Pintunya tak bergeser sedikit pun karena tenaga Black terlampau kuat untuk Liffi lawan.
"Ijinkan aku bicara, Liffi."
"Tak ada yang perlu kita bicarakan, Black. Kemarin sepertinya kau mabuk, anggap saja hal itu tak pernah terjadi." Liffi mendorong pintu dengan tubuhnya, tetap saja tak bergeser.
"Aku tidak mabuk!! Aku terluka."
"Kau terlihat baik-baik saja sekarang."
"Apa kau tak ingin tahu siapa aku? Kenapa aku bisa terluka?" Black memandang Liffi, sorot matanya memohon belas kasihan.
"...." Liffi tak menjawab, tapi hatinya memang penasaran. Black bisa segera sembuh dari semua lukanya hanya dalam waktu semalam.
"Please ...," iba Black.
"Ah, masuklah!! Jangan kurang ajar atau aku akan memukulmu dengan sapu," jawab Liffi dengan nada tinggi.
"Oke." Black kegirangan, dia masuk dan duduk bersila di lantai.
"Aku mandi dulu, ya." pamit Liffi setelah mengantung coatnya pada hanger.
Black mengangguk sebagai jawaban, Liffi masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Black menelan ludahnya beberapa kali, bau sabun memenuhi ruangan sempit itu. Black hanya bisa pasrah, menanti kekuatannya bangkit.
"Jadi apa yang mau kau ceritakan?!" Liffi sudah berganti dengan piama berwarna toska saat keluar dari kamar mandi. Rambutnya yang basah masih terlilit oleh handuk.
"Bunga Fresia," ucap Black.
"Kenapa dengan bunga Fresia?" tanya Liffi heran. Semalam Black juga terus merancau tentang aroma bunga fresia.
"Baumu seperti bunga Fresia, Liffi. Bau yang manis, bau mate-ku." Black tersenyum, memamerkan taringnya yang memang sedikit panjang.
"Apa? Mate?" Liffi kaget, Sadewa juga merasa dia adalah mate-nya. Benar-benar kedua orang ini sudah sinting. Mana ada orang yang berkoar-koar tentang belahan jiwanya secara gamblang, padahal baru saja saling mengenal.
"Iya, aku adalah seorang werewolf, Liffi. Dan kau mate-ku." Black mengakui jati dirinya. Kebenaran tentang dirinya yang seorang makhluk supranatural.
"Apa???! Tunggu ... tunggu ... apa ini prank? Kau bercanda? Tidak ada werewolf di dunia." Liffi mundur beberapa langkah ke belakang.
Black berjalan pelan-pelan, tidak ingin membuat Liffi takut. Liffi masih terus mundur, pandangan Black membuatnya sedikit takut dan merasa aneh. Apakah benar Black seorang werewolf? Memang semalam bajunya penuh darah, tapi Liffi tak habis pikir kalau itu menyangkut sesuatu hal yang bebau supranatural, manusia serigala?? Apa ini nyata?
"Namaku bukan Black, Liffi. Itu hanya nama panggung." Black semakin mendekat. Liffi kehabisan langkah, sudah mentok tertahan oleh meja belajarnya.
"E ...?" Liffi menghindari tatapan mata Black yang semakin terlihat serius. Nampaknya tidak ada kebohongan apapun di dalamnya.
"Namaku Nakula. Panggil aku Naku, Liffi." Black membisikan nama aslinya pada telinga Liffi.
"Nakula?" Liffi tersadar, ternyata benar Black punya hubungan dengan Sadewa. Mungkin mereka memang adalah saudara kembar.
"Iya, nama asliku Nakula Wiharjo. Dan aku adalah seorang werewolf." Nakula mencium telinga Liffi, napasnya panas dan menderu. Feromonnya membuat kekuatan Nakula naik.
Liffi menelan ludahnya, masih belum bisa mencerna ucapan pria di depannya ini. Nakula seakan tahu apa yang ada di dalam pikiran Liffi, ia mendur satu langkah dan mengeluarkan taring serta kukunya yang tajam. Liffi tercengang, wajahnya pucat pasi, dalam hitungan detik berikutnya Liffi pingsan.
"Liffi ... Liffi!!" Dengan reflek cepat Nakula menangkap tubuh Liffi sebelum menyentuh lantai, ia menggoyangkan tubuh gadis itu pelan, berharap Liffi segera siuman.
.
.
.
Matahari sudah meninggi saat Liffi siuman, Nakula dengan setia menunggunya di samping ranjang. Liffi menarik tangannya dari genggaman Nakula dan menjauh darinya.
"Kau sudah bangun, Liffi."
"Jangan mendekat!! Stop!!" Liffi mengambil ancang-ancang untuk bangkit. Siapa tahu dia bisa kabur dari Nakula. Liffi belum mau mati, tidak rela tubuhnya dimakan oleh seorang manusia serigala.
"Hei, easy, Girl!! Aku tidak akan menyakitimu. Kau mate-ku." Nakula mencoba menenangkan Liffi.
"Tolong jangan makan aku." Liffi bergidik melihat Nakula mendekat, kembali terbayang kuku tajamnya yang mengerikan.
"Mana mungkin, kau mate-ku." Nakula heran dengan pernyataan Liffi. Dia werewolf bukan kanibal.
"Aku manusia, kau pasti salah." Liffi menolak kenyataan.
"Tapi kau benar-benar menyembuhkanku hanya dengan sebuah ciuman. Tanyalah pada dirimu sendiri Liffi, bukankah kau juga menikmatinya? Menginginkannya?" Nakula mengangkat tangannya, mencoba mengelus pipi Liffi agar dia tenang.
Liffi teringat peristiwa semalam, betul dia menikmati ciuman itu. Tapi bukankah itu terjadi karena kharisma Black!! Wajah tampan Black!! Bukan karena dia seorang werewolf.
"Tenangkan dirimu, Liffi. Aku akan menemuimu besok setelah kau tenang." Nakula menghela napas, rasa sesak kembali memenuhi benaknya. Sama saat Liffi menolaknya dulu.
"..." Liffi tak menjawab. Tubuhnya yang semula menegang karena bertahan kini berangsung-angsur mulai relaks.
"Tolong rahasiakan hal ini." Nakula bangkit berdiri. Tak ada suara keluar dari bibir mungil Liffi.
"Aku pasti kembali padamu, Liffi, aku mencintaimu." Nakula keluar dari apartemen Liffi.
Liffi masih membeku, rasa takut dan penasaran masih terus menari dalam benaknya. Black adalah Nakula, dan dia seorang werewolf. Liffi jadi teringat akan ciuman semalam, "sepertinya aku akan kembali pingsan."
ooooOoooo
Hallo, Bellecious
Jangan lupa vote ya 💋💋
Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️
Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana