webnovel

True Love : Senior! I Love U

Matanya dan mata hangat itu beradu sama-sama terkejut menyadari keberadaan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Dia sudah menyaksikan dengan mata kepala sendiri pernikahan sahabatnya sekaligus pernikahan laki-laki yang sangat dia cintai. Arsen. Dia bisa merasakan ada kabut yang menggelayut di matanya, ada gumpalan air yang memaksa keluar dari sana dan dia butuh menghindar dari tempat itu untuk menumpahkannya. Namun, entah kenapa kakinya tiba-tiba sulit untuk di gerakkan, kepalanya tiba-tiba pusing dan dia hanya bisa berdiri terpaku di tempat. Menyaksikan pemandangan yang sangat menyiksa hatinya, berdiri menyaksikan kenyataan yang tidak pernah di pikirkan sebelumnya. Dia harus mendengarkan janji-janji suci pernikahan yang di ucapkan dia harus melihat laki-laki itu menyematkan cincin pernikahan di jari manis sahabatnya. Dan dia harus melihat laki-laki itu memberikan ciuman pertamanya pada sahabatnya. Dia tidak tahan dengan semua itu. Tidak tahan dengan semua rasa sakit yang mulai menyerang hatinya, tidak tahan untuk segera menumpahkan air matanya. Namun itu pun tidak bisa di lakukannya, air matanya tidak bisa menetes seolah membeku seperti kebekuan hatinya yang sudah tidak bisa merasakan apa-apa.

Ahra_August · 都市
分數不夠
406 Chs

DUA PULUH EMPAT

Elise menghela napas, tersenyum miris, lalu menjawab. "Ya, wajahmu memang sangat mirip dengannya. Hanya saja orang yang ku kenal sedikit lebih muda darimu, tapi anehnya.. Tidak hanya itu, tapi matamu, hidungmu, alismu, senyummu, bahkan tinggi badan dan postur tubuhmu sangat mirip dengannya, aku sendiri juga tidak percaya sebelumnya kalau di dunia ini ada dua orang yang berwajah begitu mirip. Tapi..." Elise kembali menghela napas lalu melanjutkan, "Setelah aku melihatmu, aku baru percaya kalau semua itu memang ada.." Elise mengakhiri kalimatnya dengan berdehem, lalu menunduk menatap ke ujung sepatunya.

Arion atau Arsen menatap wajah Elise yang berdiri di sampingnya, dia menoleh ke sekeliling berharap menemukan satu kursi saja untuk mereka duduk, tapi tidak ada, mungkin karena tempat itu khusus pribadi.

Arion melihat wajah Elise yang tampak murung setiap kali menyebutkan ciri-ciri yang di miliki oleh orang itu yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Tapi, dia tidak bisa mengatakan pada Elise kalau dia tidak salah mengenal orang, dia benar-benar Arsen. Dia ingin tahu sejauh apa Elise mengingatnya, dan kenapa dia begitu kejam meninggalkan nya begitu saja.

"Sepertinya dia orang yang begitu spesial untukmu.."

Elise tersenyum, kembali menghela napas. Lalu mengangguk pelan.

"Dia pacarmu?" tanya Arion hati-hati.

Elise merasakan tubuhnya menegang, apakah hubungan singkat mereka pantas di sebut pacaran? Lagi pula perbedaan usia mereka sangat jauh, mungkin saja Arsen saat itu menganggap nya spesial hanya untuk saat itu saja, karena dia masih mudah emosinya juga masih labil. Tapi dia tetap berusaha menjawab dengan menggelengkan kepalanya.

"Lalu, kenapa wajahmu terlihat sedih? Kau yakin kalau dia bukan pacarmu?" Arion tidak bisa menghentikan rasa ingin tahunya.

Elise tidak menjawab sejenak. Lalu satu menit kemudian dia hanya mengangguk.

"Kalau aku boleh tahu di mana dia sekarang? Apakah dia juga di kota X?"

"Kenapa kau ingin tahu?" Elise balik bertanya lirih.

"Maafkan aku, mungkin aku terlalu banyak bertanya.."

Elise menggeleng. Entah kenapa akhirnya dia mau berbagi dengan laki-laki yang baru saja di kenalnya itu, dia membagi semuanya. "Kalau kau ingin tahu dia baiklah aku akan menceritakan nya.." sela Elise datar. Lalu kembali membuka mulutnya "Dia, Arsen..."

Elise berjalan ke pinggir trotoar duduk di aspal menatap ke depan. Entah apa yang ada di kepalanya hingga menyusul laki-laki itu kembali. Arion juga duduk di samping Elise tanpa rasa canggung sedikit pun.

Waktu kian berlalu entah apa yang membuat Elise hingga dia menceritakan semuanya tentang Arsen kepada Arion, laki-laki asing yang baru saja dia kenal.

Arion sangat mirip dengan Arsen. Sangat mirip. Bahkan mungkin sulit untuk di bedakan. Kata-kata Elise mengalir begitu saja keluar dari mulutnya, semua memori yang selama ini dia simpan keluar begitu saja tanpa sedikit pun mampu dia sembunyikan. Elise tidak bisa memendamnya lagi. Dia sudah tidak sanggup menyimpannya. Mungkin sekarang adalah saatnya untuk mengeluarkan semuanya, meskipun sebelumnya semua ini memang sudah pernah dia ceritakan pada kakaknya Arka. Entah kenapa hati kecil Elise seakan berkata kalau berada di sisi Arion sangat membuatnya merasa nyaman.

"Jadi, Arsen adalah orang yang kau cintai, tapi kau memilih meninggalkannya karena tidak ingin merusak masa depannya? Di tambah lagi kau juga ragu dengan perbedaan usia kalian tidak akan berjalan dengan baik, kau takut dengan pandangan orang-orang pada kalian, terutama pada mu.. begitu?" ulang Arion pelan setelah Elise selesai menceritakan semuanya.

Elise tidak menjawab. Dia hanya mengangguk sambil berusaha menyeka air mata yang entah sejak kapan jatuh dari sudut matanya.

Arion mendesah. Menunduk "Ternyata, tidak hanya aku yang mengalami hal seperti itu?" gumamnya pelan.

Elise mengangkat wajahnya menatap lurus ke wajah Arion. Menyadari hal itu. Arion menoleh lalu tersenyum "Tidak hanya kau yang mengalami hal seperti itu. Elise. Aku juga pernah mengalaminya. Orang yang sangat aku cintai juga meninggalkanku begitu saja, dia membenarkan apa yang dia pikirkan tanpa bertanya padaku lebih dulu, dia memutuskan semuanya sendiri. Mungkin karena aku masih belum pantas untuknya.."

"Jadi.."

"Mm, kau tidak sendiri.." sela Arion cepat seakan membaca arah pikiran Elise "Sudahlah, yang lalu biarlah berlalu. Tidak ada gunanya kita terus mengingat semua hal yang sudah terjadi. Sekarang adalah saatnya untuk menatap lurus ke depan dan tidak akan pernah lagi menoleh ke belakang.." tambahnya.

Elise hanya terdiam, tidak berusaha menjawab sepatah kata pun.

"Ayo pulang. Hari sudah semakin siang. Bukankah kau memiliki kegiatan lain? Aku juga harus melanjutkan perjalanan ku ke villa kakek.." ajak Arion bangun dari duduknya, berdiri sejenak menegakkan tubuhnya, menunggu Elise yang juga bangun dari duduknya lalu mereka sama-sama melangkah menuju arah yang berbeda.

Arion menatap kepergian Elise dan bergumam "Pagi yang indah, sekaligus menyakitkan.."

****

"Elise ku sayang.. sepertinya kau senang sekali hari ini?". Ujar Arka pada adiknya Elise ketika mereka sedang menyantap sarapan "Ada apa?"

Elise tidak menjawab, dia hanya tersenyum sambil menyeruput jus jeruknya.

"Adikku sayang.. kau tidak mau berbagi padaku?" tanya Arka menyipitkan matanya.

Elise menggeleng cepat.

"Kau selalu begini, Elise.. kau tidak mau berbagi padaku saat senang, tapi kau akan berbagi padaku saat kau sedih.."

Elise hanya mencibir ke arah kakaknya.

"Kau sungguh seperti kulit lupa kacangnya.."

Elise tertawa "Ralat kakak. Yang benar itu adalah kacang lupa kulitnya.."

"Iya, begitu! Kacang lupa kulitnya. Jadi kau sungguh tidak mau berbagi padaku?" ulang Arka lagi.

"Bagaimana ya? Bukannya aku tidak mau berbagi padamu, kak? Tapi, aku juga bingung dengan apa yang ku rasakan saat ini. Atau lebih jelasnya aku tidak tahu itu apa.." jawab Elise santai, menghela napas lalu melanjutkan "Entahlah.. aku rasa tidak ada yang perlu aku bagi denganmu.."

Arka semakin menyipitkan matanya. Menyelidik.

"Kenapa kakak menatapku seperti itu?" Elise menaikkan sebelah alisnya.

"Elise, adikku sayang.."

"Mm.."

"Jangan-jangan kau sedang..."

"Sedang apa?" potong Elise cepat.

"Maksudku jangan-jangan kau sedang jatuh cinta.."

"Apa? Jatuh cinta?" Elise membelalakkan matanya, seakan tidak percaya kalau kakaknya akan memiliki pikiran seperti itu

"Ya, jatuh cinta.." angguk Arka tegas "Kau tidak merasa kalau kau sedang jatuh cinta?" tanyanya lagi.

Elise cepat-cepat menggeleng "Kakak... Kakak.. kau ini ada-ada saja. Aku tidak mungkin jatuh cinta. Lagi pula selama ini apakah kakak pernah melihatku sedang dekat dengan seorang laki-laki? Tidak, bukan? Aku tidak mungkin jatuh cinta seperti yang kakak katakan tadi."

Arka menggaruk-garuk kepalanya "Benar juga. Tapi mungkin saja akhir-akhir ini kau lagi dekat dengan seorang laki-laki di luar sepengetahuan ku. Bisa saja bukan?" Arka tetap bersikeras.

Elise lagi-lagi hanya mencibir. Arka tampak berpikir. Lalu berkata "Aku tahu, Elise.." celetuknya nyaring membuat Elise tersentak kaget.

"Kakak..."