Prahara bagi sebagian orang
adalah ketika
kereta datang terlambat
atau berangkat terlalu cepat
Bagi sebagian lagi
prahara adalah sepiring nasi
yang susah didapat
karena cuaca tak bersahabat
Bagi sedikit sisanya
prahara adalah manakala
harta dan tahta tak mampu datangkan bahagia
sampai-sampai mereka menisankan asa dalam saujananya
Bagi dunia
prahara adalah lautan penuh barang bekas
bumi kehabisan batu cadas
dan para penghuninya berusaha keras menjadi penyintas
Ratri Geni mempersiapkan diri. Dia tidak boleh main-main dalam mengerahkan semua kemampuannya. Para siluman gunung itu sakti luar biasa. Untuk mengalahkan satu di antara mereka mungkin dia bisa. Tapi berhadapan dengan keempatnya sekaligus? Ratri Geni nyengir sendiri. Ini perbuatan nekat.
Suara gemuruh mulai mengguncang puncak Gunung Agung. Ratri Geni membatalkan niatnya untuk menerjang maju. Tanah yang dipijaknya bergoyang keras. Gempa terjadi berulang-ulang. Ini juga tanda-tanda kemunculan Kitab Langit Bumi. Ratri Geni hendak melayang menyerbu para siluman. Lagi-lagi dia menahan gerakan. Kali ini karena sebuah tangan memegang lembut lengannya. Ratri Geni menoleh. Raden Soca!
Raden Soca meletakkan telunjuk di mulut. Meminta Ratri Geni jangan bersuara karena gadis itu sudah mau membuka mulut menjeritkan namanya. Kontan Ratri Geni cemberut. Dia senang bukan main melihat Raden Soca ada di sini. Tapi hatinya juga heran bukan kepalang. Apakah sudah sedemikian saktinya pemuda ini sehingga dia tidak menyadari kehadirannya atau karena memang dia kurang waspada.
Raden Soca geli melihat mimik muka Ratri Geni yang aneh dan lucu. Pemuda itu memberi tanda dengan tangan dan gerak bibir, aku sudah sedari tadi di sini tapi kau terlalu fokus terhadap para siluman itu. Aku merasa kalah tampan dibanding mereka.
Ratri Geni terbelalak. Rupanya Raden Soca sudah berada di sini terlebih dahulu dibanding dirinya. Hmm, dia kurang waspada. Lagipula memang gangguan gempa yang terus berulang itu juga mempengaruhi pendengarannya. Ratri Geni memberi isyarat juga melalui gerakan tangan dan bibirnya. Mana Jaka Umbara dan Pramesti Sarayu? Kenapa kau hanya sendiri?
Raden Soca menjawab melalui isyarat. Masih tanpa suara. Mereka aku suruh tunggu di lereng gunung. Terlalu berbahaya berada di sini malam hari saat para siluman sedang melakukan ritual. Besok pagi mereka baru naik ke puncak.
Apa yang harus kita lakukan sekarang? Jangan sampai mereka menguasai Kitab Langit Bumi. Bisa sangat berbahaya bagi dunia. Ratri Geni memberi isyarat bertanya sambil memutar-mutar bola matanya. Hal yang menjadi lucu sekali bahkan di mata orang sedingin Raden Soca. Tanpa bisa ditahan lagi, pemuda itu tertawa ditahan sambil memegangi perutnya.
Wuuussss…wusssss…blaaarrrr!
Dua larik cahaya kehitaman menghantam batu besar tempat Ratri Geni dan Raden Soca bersembunyi. Untunglah keduanya sudah terlebih dahulu melompat tinggi jauh ke belakang. Rupanya para siluman sakti itu sudah menyadari bahwa ada dua orang penyusup hadir di tengah-tengah ritual mereka menarik Kitab Langit Bumi. Siluman Kembar berdiri berdampingan sambil memandangi kedua muda-mudi di hadapan mereka yang sudah berani lancang menganggu ritual.
Kedua siluman Gunung Agung itu saling berpandangan dengan heran melihat yang muncul di depan mereka adalah pemuda dan gadis yang masih muda. Keheranan yang dipicu oleh kenyataan melihat dua anak muda ini bsia menghindar dari pukulan dahsyat Awan Kelam yang mereka luncurkan.
Raden Soca dan Ratri Geni bersiaga penuh. Mereka sudah ketahuan. Melawan empat siluman berbahaya ini bukan pekerjaan mudah. Sangat sulit malah. Apalagi mereka belum pernah bertemu dengan Siluman Kembar Gunung Agung yang tidak kalah sakti dengan dua siluman gunung lainnya. Keempat raja siluman itu memandang marah. Siluman Lembah Neraka dan Siluman Ngarai Raung sudah pernah beradu tangan melawan Ratri Geni. Mereka paham gadis yang terlihat tengil dan cengengesan itu sakti bukan main. Hanya Siluman Lembah Neraka yang pernah berhadapan dengan Raden Soca. Siluman dari Gunung Wilis ini tahu bahwa pemuda ini tak kalah sakti dibanding si gadis tengil.
Ritual pemanggilan Kitab Langit Bumi terpaksa harus dihentikan oleh empat siluman sakti itu karena mereka membutuhkan tenaga dan olah batin secara bersama-sama. Namun ada hal yang membuat keempat siluman itu sempat saling berpandangan satu sama lain karena meskipun ritual dihentikan namun suara gemuruh dari dalam kawah Gunung Agung justru terdengar makin jelas dan getaran di kaki mereka juga semakin keras.
"Kalian siapa telah berani lancang menginjakkan kaki di tanah suci Gunung Agung, hai anak muda?!" Siluman Kembar bertanya dengan suara persis berbarengan tanpa ada satu katapun yang berbeda.
Ratri Geni saling tatap dengan Raden Soca. Dua siluman kembar ini yang paling berbahaya di antara para siluman di hadapan mereka. Bukan karena masing-masing memiliki ilmu lebih tinggi dari Siluman Ngarai Raung maupun Siluman Lembah Neraka. Namun karena gabungan kekuatan mereka yang unik dan memiliki ikatan batin luar biasa.
Raden Soca maju selangkah. Sikapnya terlihat sangat berani. Ratri Geni tersenyum samar. Pemuda ini memang memang memiliki sikap melindungi.
"Namaku Raden Soca…"
"Dan aku Ratri Geni! Putri dari pendekar Arya Dahana dan Dewi Mulia Ratri!" Ratri Geni memotong ucapan Raden Soca. Gadis ini juga maju selangkah. Berdiri sejajar kembali dengan Raden Soca.
Pangeran Lawa Agung itu mengeluh dalam hati. Ratri Geni memang sembrono. Untuk apa harus memperkenalkan dia putri dari dua pendekar besar di Tanah Jawa itu?
Benar saja. Keempat siluman gunung itu terbelalak. Nama Arya Dahana dan Dewi Mulia Ratri tentu saja tidak asing bagi mereka. Pantas saja gadis cantik tengil ini punya kelihaian luar biasa.
Siluman Ngarai Raung yang paling berangasan tidak berkata apa-apa selain menyorongkan kedua tangan ke arah Ratri Geni. Mulutnya berdesis marah.
"Aku ingin mencoba sejauh apa Arya Dahana mendidikmu gadis cilik!" Selarik cahaya kehitaman disertai hawa yang luar biasa panas menyambar tubuh Ratri Geni. Kali ini Siluman Ngarai Raung mengeluarkan ilmunya yang lain. Hawa Ledakan Raung. Terakhir ketemu gadis ini, ilmu pukulan Badai Ngarai Hitam yang mengandung sihir hitam, berhasil dimentahkannya.
Ratri Geni tidak kaget melihat kakek katai pemarah itu langsung meluncurkan pukulan mematikan. Gadis ini tidak mau kalah. Sambil mengerahkan hawa sakti Langit Bumi, tangannya diayun ke depan. Pukulan Busur Bintang menyambut Hawa Ledakan Raung. Panas dan dingin saling beradu.
Blaaarrr!
Tubuh katai kakek itu terhuyung-huyung keras ke belakang. Sedangkan Ratri Geni hanya bergoyang-goyang seperti kapal diterpa gelombang kecil. Kelihatan jelas bahwa siluman dari Gunung Raung itu kalah tenaga. Hal yang mengagetkan semua siluman yang menyaksikan. Siluman Kembar Gunung Agung bahkan sampai berdecak kagum. Begitu juga Siluman Lembah Neraka yang terheran-heran melihat betapa cepatnya kepandaian Ratri Geni meningkat dalam tempo singkat.
Ratri Geni tersenyum mengejek. Dia paham betul sekarang seperti apa kehebatan hawa sakti Langit Bumi setelah dia menguasai keempat samadinya secara sempurna. Ini saatnya menguji sehebat mana hawa sakti itu saat berhadapan dengan lawan tangguh.
---*********