webnovel

Bab 32-Pertarungan Kakak Beradik

Keturunan pertama dari rasa bahagia

adalah ketika kita bisa menjumpai tidur lelap

dan perbincangan yang tak lagi gagap

juga saat kita mengunyah remah pagi

setelah menyudahi mimpi 

yang tak lagi melukai

Dewi Mulia Ratri hanya memandangi kepergian pasukan Sumedang Larang tanpa berbuat apa-apa. Matanya masih mengawasi pergerakan Nyai Sembilang dan Dewi Lastri yang juga terus menatapnya dengan pandangan waspada. Kedua guru murid itu menyadari bahwa posisi mereka kurang bagus sekarang. Pasukan besar Sumedang Larang ditarik mundur dan sekutu mereka juga sudah pergi. Ayu Kinasih dibawa Siluman Puncak Pangrango, Sekar Wangi sudah tidak nampak lagi batang hidungnya, dan Matamaha Mada bahkan sedari tadi sudah lenyap dari Lembah Mandalawangi. Sudah tentu Arya Dahana dan Dewi Mulia Ratri tidak bisa mereka tandingi tanpa sekutu yang mumpuni.

Nyai Sembilang menggamit lengan Dewi Lastri mengajaknya pergi. Tapi belum niat itu terlaksana, sosok Ario Langit sudah berdiri di hadapan mereka. Pemuda itu menatap mereka dengan pandangan nyalang penuh dendam. Wajah tampan pemuda itu terlihat mengerikan. Matanya sembab dengan mulut tertekuk menahan rasa pedih yang luar biasa. Ibu yang merawat dan mengasihinya sedari kecil tewas di pelukannya. Oleh wanita cantik yang saat ini memandangnya dengan senyum tipis penuh ejekan.

Ingatan Ario Langit langsung terbuka seketika begitu berhadapan langsung dengan sosok Dewi Lastri. Meski sudah beberapa kali bertemu dan sempat juga bentrok namun pemuda itu tidak pernah bertatap muka sedekat ini. 

"Gadis Penyebar Maut! Kau menyebar maut di mana-mana. Ibuku pun kau serang dengan curang. Aku tidak punya Ibu lagi. Kau harus pergi ke neraka sekarang!" Ario Langit menerjang tanpa ba bi bu lagi dan langsung mengirim hantaman mematikan ke arah Dewi Lastri. Dewi Lastri tidak tinggal diam. Tubuhnya juga berkelebat ke depan menyambut serangan dengan serangan balik.

Dua siluman keturunan Siluman Karimun Jawa itu langsung bertarung dengan dahsyat. Ario Langit tidak peduli lagi terhadap pesan Ibunya bahwa dia harus melupakan dendam karena siluman di hadapannya ini adalah kakak kandungnya sendiri. Rasa pedih yang teramat sangat mendorong sang Pendekar Langit bertekad untuk menghabisi kakaknya sendiri. Pendekar ini bahkan merobek bajunya yang compang-camping dan hanya bertelanjang dada saja. Tubuhnya terasa sangat gerah karena dendam yang begitu membara di hatinya.

Dewi Lastri mendadak melompat menjauh. Matanya melotot memandangi dada Ario Langit. Raut matanya memucat sebentar. Telunjuknya mengarah ke tanda lahir berupa nyala api di dada pemuda tersebut.

"Kau! Kau! Dewa Segara!"

Ario Langit menghentikan serangannya karena terlalu heran. Apa maksud perempuan jahat ini dengan menyebutnya sebagai Dewa Segara?

"Kau! Kau adikku Dewa Segara!" Dewi Lastri kembali berteriak. Matanya tak lepas dari tanda lahir di dada Ario Langit.

Ario Langit baru paham apa maksud Dewi Lastri. Rupanya wanita cantik dan sakti itu baru menyadari bahwa dirinya adalah adik kandungnya yang selama ini hilang semenjak terjadi ontran-ontran di Istana Laut Utara. Tapi pemuda ini sama sekali tidak peduli. Dari mulutnya keluar gerengan hebat. Tubuhnya meraksasa dalam sekejap. Siluman Masalembu menerjang maju mengirim pukulan dahsyat ke arah Dewi Lastri yang buru-buru berlompatan menghindar.

Nyai Sembilang juga baru menyadari bahwa ternyata kedua orang yang sedang bertarung mati-matian itu adalah kakak beradik. Dewi Lastri jarang sekali bercerita tentang kehidupan pribadinya. Gadis itu sangat tertutup meskipun terhadap gurunya sendiri. Nyai Sembilang menjadi takjub. Pikirannya langsung menyimpulkan. Jika saja dua kakak beradik menjadi sekutu, alangkah kuatnya persekutuan yang terjadi. 

Namun keduanya tumbuh dan hidup di dua ruang kehidupan yang jauh berbeda. Dewi Lastri ditempa oleh dendam yang dipupuk secara terus menerus oleh ibunya sendiri, Putri Anjani. Lalu berkembang di bawah didikan Nyai Sembilang, kakak seperguruan dari Datuk Rajo Bumi, yang merupakan datuk hitam nomor wahid. Sedangkan Ario Langit semenjak masih bayi diasuh oleh seorang pendekar wanita ternama yang selalu membela kebenaran dan keadilan, Arawinda. Ario Langit dewasa sebagai seorang pendekar yang banyak berbuat baik bagi sesama manusia sehingga kemudian dikenal sebagai Pendekar Langit.

Nasib mempertemukan keduanya untuk mengenal satu sama lain justru setelah Dewi Lastri membunuh Ibu angkat Ario Langit yang sangat dikasihinya. Tak pelak lagi ikatan batin antar saudara kandung yang terjadi hanyalah sebatas ikatan darah. Tentu saja tidak cukup kuat untuk meredam dendam Ario Langit yang teringat betul betapa terikat batinnya dengan Arawinda yang menjadi pengganti ibu kandungnya, memperlakukannya dengan sangat baik dan penuh kasih selama puluhan tahun.

Berbeda dengan Dewi Lastri yang terkejut dengan kenyataan itu. Dia tentu saja masih teringat betapa dia berniat mati-matian melindungi adik lelakinya yang saat itu masih belajar berjalan, dari kebakaran hebat di Istana Laut Utara ketika istana itu diserbu oleh orang-orang Majapahit. Tapi apalah daya seorang gadis kecil berusia 5 tahun. Dia hanya teringat betapa sedih rasa hatinya saat dia berhasil diselamatkan ayahnya namun adiknya Dewa Segara sama sekali tak bisa ditemukan di antara reruntuhan.

Dan sekarang adik lelakinya ini menyerang dirinya tanpa ampun. Dewi Lastri mendengus kesal. Hanya gara-gara pendekar wanita itu, Dewa Segara menjadi sedemikian marah dan menyerangnya habis-habisan. Tak masuk akal! Dia adalah kakak kandungnya! Adik sialan yang harus dihukum!

Dewi Lastri sekaligus ingin menguji sampai seberapa tangguh Siluman Masalembu yang menjadi jelmaan Ario Langit. Gadis cantik yang sakti ini memainkan jurus-jurus pukulan langka Gora Waja. Meski bertubuh kebal, jangan harap Siluman Masalembu tidak akan kesakitan menerima pukulan sakti itu. 

Siluman Masalembu rupanya tahu kehebatan satu dari lima pukulan unsur bumi itu berbahaya. Tubuh raksasanya berusaha keras menghindar meski tak urung karena gerakannya yang agak lambat, satu dua pukulan Gora Waja mampir juga di tubuhnya.

Dibarengi geraman kesakitan dan amarah, tubuh Siluman Masalembu kembali ke wujud Ario Langit. Pemuda ini tidak mau lagi menjelma menjadi siluman karena tidak bisa mengeluarkan ilmu-ilmu kanuragan yang dipunyainya. Ario Langit memutuskan untuk mengimbangi juru-jurus pukulan Gora Waja milik Dewi Lastri dengan Aguru Bayanaka miliknya. Kedua ilmu yang sama-sama kuno dan bersumber pada unsur bumi itu saling beradu.

Akibatnya luar biasa. Gelanggang pertempuran menjadi kepulan debu dan pasir yang mengepul tinggi. Dua bayangan kakak beradik keturunan siluman dari laut utara itu tidak nampak lagi bayangannya. Tertutup oleh debu dan juga hawa pukulan yang mengakibatkan daun-daun kering di halaman istana berhamburan dan berputar-putar di udara.

Arya Dahana dan Dewi Mulia Ratri yang berdiri berdampingan memandang takjub. Betapa hebatnya ilmu anak-anak muda ini. Mereka juga baru tahu bahwa ternyata Ario Langit dan Dewi Lastri yang kejam bukan kepalang itu ternyata adalah kakak beradik anak dari Putri Anjani yang dulu sempat membuat kekacauan besar di dunia persilatan.

Sepasang pendekar ini diam-diam membandingkan ilmu keduanya dengan Ratri Geni dan Raden Soca yang juga sama-sama berilmu sangat tinggi. Dalam pandangannya yang awas, Arya Dahana meyakini putrinya itu mempunyai kelihaian paling tinggi dari keempat anak muda ini. Tapi dia pun belum melihat semua. Mungkin kelebihan Ratri Geni terletak pada hawa sakti luar biasa yang berhasil dihimpunnya dari latihan Empat Samadi yang langka itu.

Dewi Mulia Ratri berpikiran lain. Dia sangat kagum dengan tenaga dalam pemuda bernama Raden Soca yang pernah menyelamatkannya dari kematian tempo hari. Pemuda itu memiliki hawa sakti yang menggidikkan berkat warisan Ki Ageng Waskita. Hawa sakti yang sudah jadi dan hanya perlu dipertahankan melalui latihan rutin. Sedangkan Ratri Geni belum sampai pada tahap sempurna Empat Samadinya karena masih belum sanggup menguasai Samadi Maruta. Jika kelak putrinya itu bisa menguasai keempat Samadi itu dengan sempurna, Dewi Mulia Ratri yakin Ratri Geni bahkan mampu mengimbangi kekuatan tenaga dalam Arya Dahana sendiri.

Sepasang pendekar yang sedang larut dalam pikirannya masing-masing itu terperanjat dan menoleh saat sebuah ledakan keras terjadi di gelanggang pertempuran. Tubuh Ario Langit terpelanting ke udara, sedangkan Dewi Lastri jatuh terjengkang bergulingan.

---**