webnovel

The Twin Lions

Aslan, seorang petarung jalanan yang besar di pinggiran kota Jakarta. Mendadak dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita muda di sasana tempatnya berlatih. Wanita itu mengaku sebagai sahabat Leon, kembarannya. Dia meminta Aslan untuk menggantikan posisi Leon setelah ia mengalami kecelakaan hebat dan kini terbaring koma. Akankah Aslan menerima tawaran wanita tersebut dan berpura-pura sebagai Leon yang sangat jauh berbeda dengannya? Ikuti kisahnya hanya di The Twin Lions. ***** Terima kasih buat yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Jangan lupa tambahkan ke dalam daftar bacaan dan berikan dukungan kalian dengan memberikan vote, review dan komentarnya. Terima kasih.. ^^

pearl_amethys · 现实
分數不夠
471 Chs

At Long Range 2

Akhir pekan tiba. Leon memilih untuk menghabiskan akhir pekannya dengan sedikit bermalas-malasan. Sudah hampir dua minggu ia tiba di Jakarta, namun tubuhnya seolah masih harus sedikit beradaptasi dengan jam biologisnya yang berubah. Ia masih kesulitan tidur di malam hari dan kerap kali mengantuk di siang hari. Namun sepertinya apa yang dia alami tidak terjadi pada Nadia. Nadia tetap terlihat enerjik di siang hari. Seolah tubuhnya tidak mengalami perubahan berarti seperti dirinya.

Sambil mengucek-ngucek matanya, Leon turun dari tempatnya hanya dengan mengenakan celana tidur panjangnya. Ia kemudian keluar dari kamarnya. Hidungnya langsung disambut dengan aroma gosong makanan. Matanya seketika membelalak dan ia berjalan cepat ke arah dapur.

"What the hell are you doing?" teriak Leon ketika melihat Nadia yang sedang mengibas-ngibas asap yang keluar dari panci yang ia gunakan untuk memasak.

Nadia menoleh pada Leon dan cengar-cengir padanya. "Lupa, lagi ngerebus telur. Gosong, deh."

Leon menatap Nadia tidak percaya. "Unbelivable," ujarnya seraya geleng-geleng kepala melihat Nadia yang masih bisa cengar-cengir padanya disaat ia hampir membakar apartemen mereka.

Nadia terkekeh sambil menunjukkan panci yang sudah menghitam bagian dalamnya pada Leon. Berikut dengan telur rebus yang juga sudah menghitam bagian kulitnya.

"My God." Leon menepuk keningnya. Ia meniup rambutnya yang turun ke dahi sambil berkacak pinggang dan menatap Nadia. "Mending lu telpon restoran hotel yang ada di bawah kalo lu mau makan telur rebus."

"Pretty good," sahut Nadia. Ia kemudian berjalan ke arah Leon dan menyerahkan panci gosong itu padanya.

Leon menatap keheranan panci yang sudah menghitam itu. Ia terdiam sambil memperhatikan panci berisi telur arang tersebut. Sambil menghela napas panjang, Leon meletakkan panci beserta telur yang sudah berubah menjadi arang di tempat sampah. Ia kemudian membuka jendela apartemen mereka untuk mengeluarkan bau gosong yang masih tersisa di dalam apartemen.

Selanjutnya Leon menghampiri Nadia yang sedang menelpon restoran untuk memesan makanan. Ia duduk di sofa dan memperhatikan Nadia sambil geleng-geleng kepala. Nadia dan dapur memang bukan perpaduan yang baik. Ia selalu saja bermasalah ketika melakukan sesuatu di dapur. Dan kali ini, Nadia hampir membuat apartemen mereka kebakaran hanya karena ia lupa sedang merebus telur.

"Gue udah pesen makanan," ujar Nadia seraya duduk di sebelah Leon.

"Itu lebih baik, ketimbang lu harus masuk dapur lagi," sahut Leon. "Gue ngga mau apartemen kita kebakaran."

Nadia tertawa mendengar ucapan Leon. "Oh, Leon. Gue ngga seburuk itu sampai bikin apartemen kita kebakaran."

"Gue ngga mau ambil resiko," timpal Leon.

Nadia cengar-cengir pada Leon. Ia kemudian mengambil remote TV dan segera menyalakan televisi di depan mereka. Sambil menunggu pesanan makanan mereka tiba, keduanya menonton film melalui platform streaming online.

----

Aslan garuk-garuk kepala sambil berjalan keluar dari sasana Bang John. Begitu tiba di depan sasana, Aslan meregangkan tubuhnya setelah itu ia melakukan sedikit pemanasan sembari memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di depan sasana Bang John.

Beberapa orang yang mengenal Aslan menyapanya dan dibalas Aslan dengan sebuah anggukan pelan sembari tersenyum simpul. Tiba-tiba saja dari kejauhan ia melihat motor yang biasa dinaiki Juleha sedang berjalan ke arah sasana Bang John.

"Woi, Bang. Pagi banget pemanasannya," sindir Juleha ketika ia turun dari motornya. Matahari memang sudah bersinar cukup terik ketika ia tiba di sasana Bang John.

Aslan tertawa pelan menganggapi sindiran Juleha. "Biar makin keringetan."

Juleha kemudian duduk di bangku panjang yang ada di depan sasana. "Pura-pura pemanasan lagi, Bang. Mau gue foto," pinta Juleha pada Aslan.

"Sialan, gue dibilang pura-pura pemanasan. Daritadi gue beneran pemanasan, Ha," sahut Aslan.

"Ya, terserah Abang, lah. Udah buruan," desak Juleha.

Aslan berdecak pelan lalu berdiri memunggungi Juleha. Ia kembali melakukan pemanasan dan berpura-pura tidak tahu bahwa Juleha sedang memotretnya dari belakang.

"Udah, Bang," seru Juleha.

Aslan tetap melanjutkan pemanasannya sementara Juleha terlihat sibuk dengan ponselnya. Juleha segera mengedit foto Aslan itu dengan menggunakan aplikasi edit foto gratis yang ia miliki. Setelah itu ia segera mengunggah foto tersebut ke laman media sosial Aslan yang ia kelola. Unggahan itu juga disertai keterangan untuk memancing komentar yang masuk ke akun tersebut.

"Bang, sini, deh," seru Juleha setelah ia selesai mengunggah foto Aslan.

Aslan segera menoleh pada Juleha. "Kenapa lagi?"

"Live yuk, Bang," ajak Juleha. "Abang, kan, belum pernah live. Siapa tau banyak yang nonton."

Aslan menanggapi ucapan Juleha dengan mengerutkan keningnya. "Mau live ngapain?"

Juleha terdiam sejenak untuk memikirkan siaran langsung apa yang akan mereka tampilkan. "Gimana kalo latihan aja, Bang?"

"Latihan sendiri ngga enak, Ha. Encing lu aja tumben belom nongol," sahut Aslan.

"Wah, ada apa, Nih?" sela Bang John yang tiba-tiba datang dan menghampiri Aslan dan Juleha.

"Nah, itu dia udah dateng. Ayo Latihan, Bang. Pasti banyak yang nonton," bujuk Juleha.

Bang John keheranan dengan maksud ucapan Juleha. "Tumben banget, lu ngebet nyuruh Aslan latihan."

"Buat siaran langsung, Bang," sahut Aslan.

"Siaran langsung apaan?" tanya Bang John penasaran.

"Siaran langsung buat media sosialnya Bang Aslan, Cing," jawab Juleha.

"Ayo, latihan," timpal Bang John bersemangat. "Siapa tahu nanti ada yang tertarik sama gue," ujar Bang John yang disertai dengan tawanya yang khas seperti seekor kucing kejepit.

Juleha tidak tahan untuk menyahuti ucapannya encingnya itu. "Sadar umur, Cing. Bae-bae lagi latihan pinggang malah keplitek."

"Ye, ngeremehin gue, ini anak." Bang John segera merangkul leher Juleha dan menjitak kepalanya.

Aslan tertawa pelan melihat tingkah laku Paman dan keponakannya itu. "Gue cuci muka dulu, ya," ujar Aslan pada Juleha. Setelah itu ia kembali masuk ke dalam sasana, sementara Juleha dan Bang John masih saling ledek satu sama lain sembari menyusul Aslan masuk ke dalam sasana.

----

"Enaknya ngapain, ya? Kok, gue rasanya males banget hari ini," ujar Nadia tiba-tiba.

"I have no idea. Gue juga lagi males," sahut Leon.

Keduanya sama-sama sedang berbaring di sofa berbentuk L yang ada di ruang TV apartemen mereka. Kepala mereka saling bertemu. Setelah menghabiskan makanan yang dipesan Nadia, keduanya memilih untuk berbaring sembari menikmati film yang sedang mereka tonton.

Sementara TV mereka masih memutar film dari salah satu platform penyedia layanan streaming video, Nadia meraih ponselnya dan membuka akun sosial medianya. Ia melihat unggahan teman-temannya di New York yang baru saja berpesta di salah satu klub ternama di kota itu. "Mereka lagi pesta, gue di sini malah kaya bintang laut begini," gumamnya pelan.

"Minta anterin aja sama Karina kalo mau ke klub," sahut Leon.

"Harusnya lu yang ngomong. Kalo gue yang ngomong ngga enak," timpal Nadia.

"Nanti, kapan-kapan."

"Ya, kapan?"

"Ya, nanti," jawab Leon.

Nadia mendengus kesal sembari memonyongkan bibirnya. "Nyebelin," gumamnya. Ia kemudian kembali melihat-lihat unggahan di akun media sosialnya. Tiba-tiba ia berseru pada Leon. "Eh, Le, liat ini deh."

Leon sedikit mendongakkan kepalanya. Nadia meninggikan posisi ponselnya agar Leon bisa melihat layar ponselnya. Posisi Leon seketika berubah dari terlentang menjadi terlungkup agar ia bisa melihat jelas video yang ada di ponsel Nadia. "Video kapan itu?" tanya Leon.

"Itu live, Le," jawab Nadia.

Wajah Leon berubah ceria. Ia tiba-tiba mencium kening Nadia yang berada dekat bibirnya. Setelah itu ia berdiri dari sofanya. Sambil berjalan menuju kamarnya ia berteriak pada Nadia. "Tanya adminnya, sasana itu ada di mana. Gue tau gue mau ngapain hari ini," ujar Leon ceria sembari masuk ke dalam kamarnya.

Sementara itu, Nadia terdiam setelah apa yang dilakukan Leon padanya tadi. Pipinya bersemu merah. Tangannya perlahan menyentuh keningnya yang baru saja dicium oleh Leon. Ia berdecak pelan sambil mengirim pesan pribadi ke admin yang mengelola akun media sosial Aslan.

***

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it.

Terus berikan dukungan kalian melalui vote, review dan komentarnya. Terima kasih ^^

pearl_amethyscreators' thoughts