Di akhir tahun yang kumaksud, kami bertiga sekeluarga benar-benar berlibur ke Eropa. Musim dingin yang sangat aku dan Starla gemari. Begitu juga Adam. Ia memang anakku, sehingga menikmati suasana suram kota-kota Eropa di saat seperti ini. Kugenggam tangan Starla, seperti yang elah kulakukan jutaan kali sebelumnya.
Juga kudekap Adam saat kami menyaksikan Derby De La Madonnina yang menutup paruh musim Liga Italia Seri A musim ini. Pemenangnya telah menjadi Winter Scudetto.
Adam bersorak, dan Starla meniupkan peluit.
Aku menyaksikan lautan manusia meneriakkan yel-yel kebanggaan timnya. Tapi aku lebih banyak memandangi Adam dan Starla.
Kami pulang saat menjelang tengah malam. Kemacetan akibat pawai kemenangan Inter Milan telah membuat kami harus menunggu hingga jalanan normal. Adam telah tertidur saat taksi Uber membawa kami kembali ke hotel. Aku menggendongnya, dan Starla membawa semua pernak-pernik yang kami beli dari stadion tadi. Kuletakkan Adam di ranjangnya, dan Starla beranjak hendak mandi.
Ponselku bergetar.
Sebuah pesan WhatsApp dari Rachel.
"Hai, sekarang di mana? Jadi ke Eropa?"
"Kami di Milan, baru saja menyaksikan derby."
"Wah luar biasa. Sampai kapan di sana?"
"Mungkin lusa."
"Setelahnya ke mana?"
"Kami berencana ke Zurich."
"Good! Kalau begitu kita bertemu di Zurich?"
"Oke, kabari saja."
"Sampai jumpa!"
Kuletakkan ponselku.
Tiba-tiba aku merasa begitu mengantuk, sangat mengantuk.
Padahal saat memasuki rumah, aku masih sangat segar bugar. Kini mataku berat, begitu berat, sehingga tidak lagi sanggup kutahan. Kubaringkan diriku di sofa.
Lalu semua mengabur, hilang, mata beratku tak lagi sanggup kutahan. Tiba-tiba muncul sebuah sosok di depanku.
Starla?
Bukan...
Aku tidak bisa mengenalinya.
Siapa dia?
Bagaimana dia bisa masuk?
Pandanganku tidak sanggup lagi menangkap sosok di depanku. Ia mendekatkan wajahnya ke arahku.
"Sampai jumpa lagi. Salam untuk mamamu waktu bangun nanti ya..."
Suaranya begitu samar. Tidak jelas laki-laki atau perempuan.
Aku tak sadarkan diri, tidak bisa lagi mengingat apa yang terjadi.
Terbang.
Ringan.
Lalu hilang.
Mataku pun tertutup.
Tertidurkah aku?
Tubuhku terasa ringan, persis seperti yang pernah terjadi.
Aku terbang, pergi, dan turun kembali.
Kucoba membuka mataku. Kulihat cahaya dan tubuhku pergi ke arahnya tanpa kuperintah. Cahaya yang menyilaukan, membuat mataku harus kututup kembali.
Beberapa lama kemudian, kubuka mataku.
Aku pun segera mengenali tempat ini. Kasur busa, kaca jendela nako, lemari, cermin, dan Mama yang berbaring di sisiku.
*AKHIR SIKLUS KEHIDUPAN KEDUA*