Greysia mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamar mandi, jiwa penasarannya begitu menggebu-gebu mendorongnya untuk mengikuti sumber suara. Greysia harus memasang telinga tajam-tajam agar dia bisa mendengar suraya yang begitu sayup-sayup itu, terkadang suara tersebut hilang di telan suara rintik hujan.
Tapi Greysia yakin kalau telinganya masih berfuingsi dengan sempurna, apa yang dia dengar barusann memang sungguhan.
"Aku rasa, suara itu berasal dari ruangan yang terkunci itu," kata Greysia.
Dia mebenarkan letak rambutnya agar tidak menghalangi telinga. Lalu Greysia berjalan selangkah demi selangkah secara perlahan menuju arah suara itu. Dia sangat yakin bahwa suara orang menangis itu memang berasal dari dalam gudang yang selalu di kunci.
Semakin dekat, suara itu semakin jelas terdengar. Menurut pendengaran Greysia itu adalah suara seorang wanita.
"Ini suara siapa? Suara manuisa atau bukan? Atau jangan-jangan ini adalah suara kuntilanak," kata Greysia dalam hati. Kini bulu kunduknya sudah berdiri meremang.
Greysia berdiri cukup lama di depan pintu itu, dia sampai menempelkan daun telinganya di pimtu hanya agar bisa mendengar lebih jelas lagi. Tetapi, ada sesuatu yang aneh kali ini, di pintu tersebut ada kunci yang menyantel sepertinya ayahnya baru saja ke luar dari dalam sana dan lupa membawa kuncinya. Ini sungguh tidak biasa.
"Itu ada kuncinya, padahal seingatku tadi sore Ayah mengatakan bahwa kunci ruangan ini sudah lama hilang dan tak tau ada di mana. Lalu kenapa tiba-tiba kuncinya tercantel di sini? Apa Ayah baru saja masuk dari dalam? Atau Ayah sengaja berbohong tentang kunci ini?" pikir Greysia.
Rasa penasarannya mulai kambuh, dia tak lagi memperdulikan rasa takutnya. Sekarang yang gadis itu pikirkan adalah bagaimana caranya masuk ke ruangan itu dan memastikan sendiri ada apa di dalamnya.
"Mumpung kuncinya ada di sini, jadi aku bisa masuk sekarang untuk melihat dalamnya dan memastikan bahwa suara itu memang bukan dari dalam sini," Greysia sudah membulatkan tekadnya.
Namun sayangnya suara itu tiba-tiba saja berhenti.
"Ih, kenapa suaranya berhenti? Aku sangat yakin kalau sumber suara itu dari dalam sini," ujar Greysia pelan.
Jantung Greysia berpacu lebih cepat dari sebelumnya, bagaimana pun dia masih memiliki rasa takut pada makhluk tak kasat mata. Saking takutnya dia sampai menelan ludah berkali-kali.
Tiba-tiba suara yang sempat berhenti itu terdengar lagi, kali ini sedikit lebih jelas. Tak salah lagi itu memang suara perempuan menangis. Greysia sebenarnya tidak terlalu percaya pada makhluk bernama hantu karena dia belum pernah melihat wujudnya secara langsung. Tetapi jika pun itu suara manusia, siapa orang ada di dalam sana? Setahu Greysia gudang itu jarang sekali di buka, dia sendiri pun belum pernah masuk ke dalam sana. Jadi, itu terasa sangat mustahil.
Greysia memangdang sekelilingnya, khawatir kalau tiba-tiba ada makhluk yang menerkamnya dari belakang. Lagi pun rumah Greysia memang terasa sedikit mencekam dari rumah pada umumnya, karena rumah itu hanya di isi oleh dia dan ayahnya, apalagi ibunya juga meninggal di sana.
"Daripada aku mati penasaran di sini, lebih baik aku masuk dan melihat sendiri ada apa di dalam," kata Greysia lagi.
Gadis itu menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan untuk meyakinkan hatinya bahwa tidak aka nada apa-apa di dalam. Perlahan, Greysia menyentuh kunci yang menyantel di pintu dia akan memutarnya sedikit sambil menahan napas, tangannya sedikit bergetar karena ritme jantungnya yang berdegup semakin kencang. Tiba-tiba …
Tepat ketika Greysia sedang memutar kunci yang ada di pintu ruangan itu, tiba-tiba dia merasakan ada tangan besar dan dingin menyentuh pundaknya. Jantung Greysia seakan berhenti berdetak, aliran darahnya seakan tersumbat, matanya terbuka lebar, napasnya tertahan, begitu juga dengan gerakan tangannya yang seolah di berhentikan waktu.
Dalam benak Greysia sudah muncul berbagai macam pikiran buruk, dia bahkan sudah berpikir kalau kali ini memang benar-benar akan menjadi akhir dari hidupnya.
"Siapa ini? Jangan-jangan ini adalah hantu penunggu ruangan ini, atau orang ini adalah rampok," kata Greysia dalam hati.
Tak ada jalan lain untuk mengetahuinya selain menoleh, Greysia sudah bersiap akan teriak sekencang-kencangnya untuk memanggil sang Ayah, toh di rumah ini dia tidak sendiri, ayahnya pasti akan segera dating menolongnya.
Greysia memberanikan diri untuk menoleh, perlahan dia sedikit memutar kepalanya untuk melihat tangan siapa yang sekarang bertengger di bahunya.
Ketiak Greysia menoleh dia langsung berteriak tanpa ingin melihat orang itu.
"Aaaaa …!" Greysia berteriak sekencang-kencangnya sambil emnutup mata dengan kedua tangan.
"Hey, Grey. Ini Ayah," ucap Agung sambil terkekeh karena melihat wajah putrinya yang sudah pucat pasi.
"Ayah?" tanya Greysia memastikan tapi dia belum juga berani menurunkan tangannya.
"Iya, ini Ayah, Sayang. Kamu kamu mudah sekali dijahili," jawab Agung seraya menurunkan tangan anak gadisnya.
"Ah, Ayah. Itu tidak lucu! Ayah tau, aku hampir saja terkena serangan jantung karena ketakutan." Greysia mendengus sebal sambil memasang wajah cemberut.
Alih-alih merasa bersalah justru Agung malah terkekeh sembari geleng-geleng kepala.
"Ih, kenapa Ayah malah tertawa." Greysia semakin cemberut.
"Iya, iya, Sayang. Ayah minta maaf. Ayah tidak bisa menahan tawa ketika melihat wajahmu yang lucu," ujar Agung seraya memeluk anak semata wayangnya itu.
"Tapi Ayah sejak kapan ada di sini?" Greysia bertanya dengan mengerutkan keningnya.
"Sudah lumayan lama, tadinya Ayah ke sini mau mengecek kamu karena kamu terlalu lama di sini, Ayah pikir takut ada sesuatu yang terjadi keoadamu, maka dari itu Ayah memastikan ke sini. Eh, tapi Ayah malah melihat kamu jalan mengendap-endap ke sini dengan menempelkan telingamu di pintu, jadilah jiwa jahil Ayah terpanggil," jawab Agung sambil tersenyum jenaka tanpa rasa bersalah sedikit pu.
"Ayah jahil, sudah tau anaknya sedang ketakutan," gerutu Greysia.
Ketika itu datanglah Shinta dengan tergopoh-gopoh karena dia cemas mendengar suara teriakan Greysia.
"Ada apa ini?" tanya Shinta, wajahnya sangat cemas.
"Tidak ada apa-apa, Bu. Kita hanya sedang bercanda," jawab Agung.
"Tapi Ayah bercandanya sangat keterlaluan," sanggah Greysia.
Agung terkekeh, "Memangnya kamu sedang apa di sini? Tadi kan kamu bilang ingin ke kamar mandi, kenapa malah ke sini?" tanya Agung.
"Iya, Grey. Kenapa kamu ada di sini?" Shinta ikut bertanya, namun fokusnya beralih ketika dia melihat sebuah kunci bertengger di pintu ruangan aneh itu.
"Itu kunci ...," Shinta menunjuk ke arah kuncinya, tapi Agung segera menyambar kunci tersebut begitu Shinta menunjukkannya, lalu dia memasukkan kunci tersebut ke dalam kantong.
Wajah Agung seketika berubah, dia terlihat sangat gugup seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
"Bukankah kamu bilang kalau kuncinya itu hilang entah ke mana? Lalu itu apa?" tanya Shinta dengan penuh selidik.
"Oh ini ... Kunci ini memang hilang sebelumnya, tapi ... tadi malam aku baru saja menemukannya," jawab Agung sedikit terbata-bata.
"Itu artinya kamu sudah masuk ke dalam sana?" tanya Shinta lagi, seperti layaknya seorang detektif yang sedang mengintrogasi pelaku.
"Iya, aku memang masuk ke sana untuk sekedar memeriksa dan benar dugaanku dalamnya sangat berdebu, selain itu banyak tikus sebesar kepalan tangan dan entah makhluk apalagi yang ada di dalam sana. Jadi aku pikir lebih baik kalian jangan ada yang masuk ke dalam, biarkan aku menyimpan kunci ini," kilah Agung.
Shinta menatap Agung dengan pandangan penuh selidik, hatinya sama sekali tidak percaya pada semua yang Agung katakan barusan.
"Sepertinya aku memang harus membuktikan sendiri apa sebenarnya yang dia sembunyikan di dalam sini," batin Shinta.
"Grey, jadi apa yang membawamu ke sini?" pertanyaan Shinta beralih kepada Greysia.
Greysia tidak langsung menjawabnya, dia berpikir apakah harus menanyakan hal ini kepada ayah dan ibunya atau tidak. Tapi karena rasa penasaran yang begitu kuat akhirnya dia mengutarakan yang sebenarnya.
"Tadi ketika aku hendak masuk ke kamar mandi, aku mendengar suara perempuan menangis, menurut pendengaran aku sih asal suaranya dari dalem sini," terang Greysia.
"Apa? Suara perempuan menangis?" seru Shinta dengan wajah yang sangat terkejut.
Netra Agung juga sedikit terbuka lebih lebar, pandangannya begitu sulit diartikan oleh Greysia. Tapi gadis itu pikir mungkin ayahnya juga sama terkejutnya.
"Benarkah? Apa kamu yakin, Grey?" tanya Agung.
"Iya, Ayah, Ibu. Aku yakin seratus persen suaranya itu berasal dari dalam ruangan ini," Greysia menjawab dengan keyakinan penuh.
"Jangan-janga itu …," Agung menggantungkan kalimatnya dan berhasil membuat Greysia semakin penasaran.
"Jangan-jangan apa, Yah?" tanya Greysia, bulu kunduknya semakin meremang. Dia pikir kalau ayahnya itu pasti tahu sesuatu.