Pemandangan dari kejauhan terlihat siswa laki-laki dari arah perbukitan berdatangan, mereka berjalan berkelompok dan sesuai letak asrama putra. Kami junior sangat ketakutan jika salah perbuatan kena marah. Aku paling takut diaduin atau dikeluarin dari sekolah, karena daniz menyukai sekolah ini. Lebih baik menghindari masalah itu prinsipku.
Paling bisa tersenyum hambar, menelan bulat-bulat pil pahit hidup tanpa harus mengeluh atau berputus asa jauh dari keluarga.
Sumur tua di asrama putra jadi saksi bahwasanya sebuah tekad hidup bermula saat aku terlempar ke bukit ini tanpa ada satu pun yang aku kenali.
Senja memerah dipenuhi mega-mega di perbukitan membuat luruh separuh jiwa yang entah hilang kemana. Angin sore yang berhembus tenang mengenai wajahku, bahkan membuat separuh jiwaku terbang mengikutinya.
"Mama, memaksa kamu untuk memilih sekolah teknik kejuaruan demi masa depanmu, Nak." suara mama Audrey lirih. Ia mengingat kata-kata mamanya lalu terngiang.
在webnovel.com支援您喜歡的作者與譯者