Banyak orang bilang, jika mendengarkan alunan musik daerah masing-masing akan terbawa oleh dua hal. Kampung halaman serta serta masalalu. Suara saluang yang mendayu-dayu merasuk kedalam jiwa. Seolah-olah dia terbawa kesebuah masa dimana dia dulu bersama kawannya. Benar kata orang, bahwa musik adalah mesin pemutar waktu yang sangat sederhana. Sehingga jika kita mendengar musik ditahun-tahun lalu, maka kau akan kembali kemasa itu.
Didalam pikiran Onaza jika dia mendengarkan musik seperti ini, dia hanya mengingat hamparan sawah yang terbentang. Burung-burung yang hinggap diantara orang-orangan sawah. Serta makan bersama dengan para petani disebuah pondok kecil dengan lauk sederhana.
Musik saluang yang dia dengar, membuat pikirannya terkunci. Tertuju pada satu tujuan dan selalu berpusat kesana. Dia kembali kebelakang menyaksikan orang yang sedang latihan randai. Suara pukulan yang berasal dari sarawa galembong terdengar sangat harmoni. Membuat orang bersemangat untuk menyaksikannya.
Sampai disana, Onaza mengintip dari luar lewat jendela. Dung! tatatatak-dung Tak-Dung! Begitulah bunyinya. Ketika anak-anak itu sedang latihan, salah satu diantara mereka ada yang tidak fokus.
"Woi Dea...sekarang giliran kamu yang jadi Siti Baheram" kata salah satu diantara mereka. Perempuan itu kemudian masuk memerankan salahsatu tokoh kaba yang sangat terkenal, yaitu siti Baheram.
Mendengar nama siti Baheram, dari luar Onaza mendadak tertunduk lesu. Dia terjongkok sambil meremas baju seragam yang ia kenakan.
"Siti Baheram jadi kaba?" Ujar Onaza bertanya-tanya. Dalam hatinya, sejak kapan cerita tentang siti Baheram jadi kaba? Mendengar suara seseorang dari luar, salah satu anggota bergegas mencari sumber suara.
Onaza langsung kabur dan bersembunyi dengan cara berlari. Dia berusaha mencari tempat dimana orang tidak mengetahui keberadaannya. Onaza memilih disebalik dinding agar orang tidak tau dimana dia. Sambil bersembunyi, anak-anak itu menyebut nama Siti Baheram. Dia menyentuh dadanya dengan wajah sedih. Airmatanya mendadak mengalir dengan sendirinya. Kisah siti Baheram memang terkenal sangat tragis karena dibunuh oleh sanak saudaranya sendiri, bersama dengan kawan si pembunuh. Nama itu terngiang-ngiang dikepalanya hingga dia merasa seakan-akan dia sangat terluka mendengar nama itu. Ada rasa sakit didalam hatinya.
Wajahnya seperti orang yang sangat menyesal.
"Kenapa mereka tidak membawa kisah lain saja? Anggun Nan Tongga misalnya. Kenapa harus siti Baheram?" Dia memukul dadanya sendiri.
"Siti Baheram...Siti Baheram...Baheram"
Dari sudut yang tidak diketahui, tepatnya diatas atap ada seorang wanita yang memakai baju batabua menyaksikan Onaza menangis. Melihat remaja itu, sang wanita itu juga ikut menangis karena seolah-olah dia paham apa yang dirasakan oleh remaja itu. Dia terlihat sangat frustasi.
"Kenapa si bodoh itu membunuhnya?" ucap Onaza seperti orang yang sedang putus asa. Dia menjambak rambutnya sendiri sambil tertawa miris.
"Bodoh!!!! sangat bodoh!!!! hahahahahahahahahaha" ia tertawa sambil mengeluarkan airmata lalu menangis lagi.
"Bodoh....hiks.!!" ucap Onaza seperti orang yang sedang putus asa. Berulang kali Onaza bergumam sendirian seolah-olah dia sudah putus asa. Pikirannya macam orang yang hilang arah. Kemudian tanpa sadar, dia melihat seorang wanita yang berdiri diatas atap sekolah. Wanita itu memakai baju batabua dengan perhiasan melekat ditubuhnya. Onaza terkejut ketika melihat sosok itu. Tapi sosok itu menghilang bagai serpihan debu yang beterbangan ke udara. Onaza berusaha mencari sosok itu. Tapi sosok itu menghilang dari hadapannya. Namun ketika ia mencari, ada seorang wanita datang menyapanya.
"Onaza."
Seorang wanita paru baya datang menyapanya.
"Siapa yang kamu cari?" Tanya wanita itu. Guru itu bernama ibu Wiwi yang menjadi guru fotografi mereka.
"Bu Wiwi?"
"Ayo kembali. " Perintah wanita itu.
"Baik bu"