webnovel

Bab 15

Part ini mengandung unsur dewasa. Di harapkan dapat bijak dalam menanggapinya.

Agneta datang ke kantor dengan lesu, ia terpaksa berangkat sendirian karena Aiden tidak ada kabarnya dari semalam. Baru saja ia mendaratkan pantatnya di atas kursi, Sonya langsung menyembulkan kepalanya dari balik kubikel.

"Muka loe muram amat, loe sakit apa ada masalah?" tanya Sonya membuat Agneta menghela nafas panjang. "Nah, panjang amat tarik nafasnya, serasa berat banget gitu."

"Gue gak tau," jawabnya asal.

Sudah jelas kalau Ibu Aiden tidak menyetujui perihal hubungannya dengan Aiden. Dan itu membuat perasaan Agneta kembali ciut kepada Aiden. Hatinya yang mulai terbuka dan menerima Aiden kini kembali tertutup. Awalnya ia ingin berlindung pada Aiden dari Dave tetapi kalau seperti ini, yang ada dia malah akan semakin tersiksa.

"Lah malah bengong, ada apaan sih?" tanya Sonya yang kini sudah masuk ke dalam kubikel Agneta dan menarik kursi untuk duduk di dekat Agneta.

"Gue hanya sedikit memikirkan pekerjaan, sekarang kan kita sedang memegang proyek besar dan kita bertanggung jawab untuk urusan pemasarannya. Gue hanya sedikit pesimis dengan ide pemasaran kita." Agneta berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Ah elah kirain apaan, lagian yah. Biasanya loe gak sampe sepusing ini mikirin kerjaan. Otak loe selalu on saat di butuhkan idenya," ucap Sonya.

"Loe pikir otak gue mesin On Off," cibir Agneta membuat Sonya terkekeh.

"Udah ah gue balik kerja," ucap Sonya.

"Ya udah sana," ucap Agneta.

Sonya tersenyum simpul dan kembali ke kubikelnya. Agneta yang sudah menyalakan komputernya mulai fokus dengan pekerjaannya dan melupakan setiap kepingan kejadian kemarin.

***

Seharian ini Agneta sama sekali tidak bertemu Aiden bahkan tak menerima pesan apapun darinya. Sebenarnya kenapa dengan Aiden?

Ada dua kemungkinan di kepala Agneta. Aiden benar-benar sibuk, atau Dave sudah mengatakan yang tidak-tidak pada Aiden. Agneta menggelengkan kepalanya dan berusaha fokus pada pemikirannya yang pertama kalau Aiden sibuk dengan pekerjaannya. Ya itu,

Agneta meneguk coffee yang ada di mejanya sekali lagi, jam berbetuk bundar yang tersimpan cantik di atas mejanya sudah menunjukkan pukul 9 malam dan suasana kantor sudah lenglang. Agneta terpaksa lembur karena pekerjaannya ini, tadi dia sudah menitipkan Regan pada Sonya saat Sonya pulang pukul 5 sore. Agneta mengusap tengkuknya dan sedikit merenggangkan otot lehernya, rasanya pegal sekali seharian hanya duduk dan mengetik di depan komputer. Karena pekerjaannya telah selesai, Agneta-pun mematikan komputernya dan bersiap-siap pulang.

Suasana di visinya tampak redup tanda bahwa hampir semuanya sudah pulang. Agneta mempercepat langkahnya menuju lift. Karena lift untuk karyawan biasa sedang dalam perbaikan, Agneta terpaksa menekan tombol lift khusus para petinggi.

Ting

Tatapan mata mereka beradu, Agneta sempat tersentak kaget saat melihat sosok yang ia benci berdiri di dalam lift dengan setelan jasnya yang elegant dan membuatnya selalu tampak angkuh dan dingin. Agneta sebenarnya malas bertemu dengan pria iblis ini setelah insiden kemarin, tetapi mau bagaimana lagi. Dia tidak ingin menunggu lebih lama lagi di sini dalam kesendiriannya dan suasana kantor yang gelap juga lenglang.

Tanpa ada senyuman apapun, Agneta masuk ke dalam dan menekan tombol lift menuju ke lobby. Suasana mendadak menegangkan, Agneta masih berdiri kaku dengan mencengkram kuat tas miliknya. Ia dapat merasakan atmosfer tajam dari Dave yang menatap ke arahnya. Tubuhnya terasa meremang dan panas, bahkan Agneta merasa helaan nafasnya terasa begitu berat.

"Kamu lembur?" seruan itu memecah keheningan mereka berdua.

"Hmm," ucap Agneta.

Kembali hening tak ada yang membuka suara sedikitpun. Agneta merapalkan doa di dalam hatinya berharap Dave tak melakukan pelecehan apapun padanya, ia menatap tombol lift yang seakan seabad untuk sampai ke lantai dasar.

"Aiden pergi ke Barcelona tadi pagi," serunya membuat Agneta tersentak kaget walau enggan untuk menoleh. "Apa dia tidak mengatakan apapun padamu?" tanya Dave saat melihat respon tubuh Agneta yang menegang.

Agneta masih diam membisu seakan bukan hal penting untuk menjawab pertanyaan Dave. "Ternyata kalian berhubungan cukup lama," ucap Dave, Agneta masih tidak menggubrisnya hingga tarikan di lengannya membuat Agneta tersentak.

Dave menyudutkan Agneta ke dinding lift hingga Agneta tak mampu berontak sama sekali, hanya tatapan tajam mereka yang beradu satu sama lain.

"Aku tidak suka di acuhkan!" ucapnya penuh penekanan.

"Lepaskan aku! Di sini ada CCTV jadi tolong jaga sikap anda, Mr. Davero yang terhormat!" ucap Agneta penuh penekanan.

"Kau pikir aku perduli dengan itu," ucap Dave tenang membuat Agneta tersentak dan aura menyeramkan mulai terkuak dari diri Dave.

Ting

Pintu lift terbuka lebar membuat Agneta mampu bernafas lega, tetapi sebelum kaki Agneta menginjakkan red carpet yang menyambut di depan pintu lift, lift itu kembali tertutup dan Agneta melotot saat Dave menekan tombol lantai paling atas.

"Apa maumu?" pekik Agneta sudah sangat kesal. Ia sudah lelah berhadapan dengan Dave.

"Tinggalkan Aiden!"

"Tidak akan pernah!" jawab Agneta dengan tak kalah tajam.

"Sekali lagi aku peringatkan Agneta, tinggalkan Aiden atau-"

"Atau apa? Atau apa Dave? Ancaman apa lagi yang akan kau berikan padaku?" pekik Agneta membuat Dave terdiam membisu. "Menyingkirlah, dan biarkan aku terbebas darimu! Biarkan hidupku tenang tanpa gangguan darimu, Davero!" ucap Agneta berapi-api.

"Hanya dalam mimpimu," ucap Dave penuh penekanan. "Kau milikku, kau hanya milikku Agneta, dan akan selalu seperti itu!"

"Dalam mimpimu!" balas Agneta. "Apa sefrustasi itu kau tanpa seorang wanita? Sampai kau memaksa wanita milik sepupumu sendiri untuk menjadi milikmu!" ucapan Agneta sungguh membuat iblis di dalam diri Dave terbangunkan.

"Berani sekali kau mengatakannya!" bentak Dave membuat Agneta tersentak kaget. Ia kini takut, dan menyesali kata-katanya tadi. "Kau milikku, Agneta. Bahkan aku pria pertama yang memasukimu!"

"Kau pikir yang pertama akan menjadi yang terakhir?" ucapan Agneta yang tenang sudah jelas menantang Dave. Terlihat pupil mata Dave mengecil dan menggelap hingga aura itu menyelubungi tubuhnya, sangat menakutkan. Agneta merasa seperti berhadapan langsung dengan lucifer yang sangat kejam.

"Dimana Aiden menyentuhmu?" bentaknya. Agneta terdiam membisu dalam ketakutannya, ia menyesal sudah menantang Dave.

"Dimana, Agneta!!!" bentaknya menggebrak dinding di samping kepala Agneta membuatnya kaget dan semakin ketakutan.

Ting

Pintu lift terbuka lebar dan Dave tanpa basa basi menarik tangan Agneta keluar dari dalam lift. "Lepaskan aku!" ucap Agneta memberontak.

Karena perlawanan itu, Dave terpaksa memangku tubuh Agneta dan membawanya memasuki sebuah pintu besar yang tak jauh dari pintu lift. Dave menyalakan lampu di dalam ruangan itu dan tampak sebuah kamar mewah lengkap dengan segala furnitur dan ranjang king sizenya. Agneta semakin memekik kaget dan rasa takut mulai merayap ke seluruh tubuhnya.

"Lepaskan aku!" teriaknya hingga Dave menjatuhkannya ke atas ranjang dan tanpa memberi kesempatan pada Agneta, ia langsung menindih tubuh Agneta supaya berhenti meronta.

"Kau hanya milikku! Hanya milik seorang Dave!" ucapnya penuh penekanan.

"Kau sakit jiwa!!! Kau psikopat!" jerit Agneta terus memberontak.

"Jawab dimana Aiden sudah menyentuhmu?" tanya Dave mengabaikan hinaan Agneta. "Apa di sini?" tanya Dave menyentuh dada Agneta yang masih tertutupi kemejanya. Agneta sempat mengeluh sakit. "Apa di sini? Dimana lagi dia menyentuhmu, Hah?" pekik Dave dan Agneta masih meronta meminta tolong.

Dave tak rela, sesuatu yang pernah menjadi miliknya di jamah oleh pria lain. Sungguh Dave bukanlah tipikal pria yang baik hati hingga mau berbagi miliknya dengan sepupunya sendiri.

Dave langsung membungkam bibir Agneta hingga terdiam, awalnya Agneta masih berusaha menolak dan melawan. Tetapi apalah daya tenaga seorang perempuan di banding laki-laki, akhirnya ia pasrah dalam kuasa Davero. Seperti biasanya, zat cair akan selalu mengikuti zat padat. Dan Agneta membenci kenyataan itu, kenyataan bahwa dia tak bisa lepas dari Davero.

Dave menurunkan ciumannya ke rahang dan leher jenjang Agneta, karena tangan Agneta tak lagi meronta dan memukulnya, Dave memberanikan diri menyentuh bagian dada Agneta yang terasa pas di genggaman tangannya. Rasanya tidak berubah...

Dave dengan cekatan melepaskan satu persatu kancing pakaian Agneta. Agneta merasa kepalanya pening dan berkunang-kunang, pergolakan batinnya membuat dirinya lumpuh. Pikirannya meminta stop, tetapi tubuhnya seakan merindukan sentuhan itu, sentuhan yang sama sekali tidak berubah. Sentuhan hangat yang menyalurkan rasa panas hingga mampu membakar darahnya dan gejolak tersembunyi di dalam tubuhnya.

"Rasamu masih semanis dulu, kau belum berubah. Aku sangat menyukainya," gumam Dave mulai meracau dan menciumi bagian dada Agneta yang hanya terhalang oleh bra hitam berenda. Agneta melenguh panjang saat tangan Dave menyelinap masuk ke dalamnya dan memainkan puncaknya. Ia tidak bisa menolak rasa ini, walau ia membencinya tetapi ia sungguh tak mampu menolaknya.

"Ahh...."

"Sebut namaku, Netha," bisik Dave.

"Dave," gumamnya akhirnya membuat hati Dave membuncak senang sekali. Agneta sudah lelah berpikir dan berdebat dengan dirinya sendiri, nyatanya ia juga menyukai ini, menyukai sentuhan panas ini.

Kali ini tangan Dave di gantikan oleh mulutnya untuk memanjakan Agneta hingga membuatnya semakin melenguh panjang, kepalanya semakin pening dan berkunang-kunang menginginkan yang lebih dari itu. Dia sudah menahan rasa ini selama 5 tahun lamanya, dan sekarang ia merasakannya lagi. Dan sungguh rasanya sangat luar biasa.

"Ah Dave..." lenguhnya saat tangan Dave menyelinap masuk ke balik celana kain yang di gunakannya, Dave terus melakukannya seakan ia senang melihat respon tubuh Agneta yang terang-terang menerimanya.

"Kau sudah siap untukku, Netha." Dave tersenyum simpul dan menarik celana Agneta hingga lepas, dan ia melepaskan jas, kemeja juga celananya dengan cepat. "Kau sudah siap untukku sekarang," gumamnya kembali mengecup bibir Agneta yang memejamkan matanya.

Dave memposisikan tubuhnya yang sudah siap untuk Agneta, tetapi gerakannya terhenti mendengar ucapan Agneta yang menyayat hatinya.

"Apa tak ada wanita yang mau menerimamu dengan rela, sampai kau memperkosaku lagi seperti dulu,"

Deg

Tubuh Dave menegang, tatapannya menyiratkan amarah yang sangat memuncak. Mata mereka beradu dengan mata Agneta yang menunjukkan tatapan datar tanpa merasa takut dengan tatapan amarah dari Davero.

"Pergi!" ucap Dave begitu sangat dingin.

Tanpa berkata apapun lagi, Agneta berangsur bangun dan membenahi pakaiannya meninggalkan Dave yang masih mematung sendiri.

***