webnovel

The Curse of Warlord

Cerita Dewasa 18+ Kutukan sang Panglima Perang Ribuan nyawa melayang dari tangannya, hingga Tuhan menghukumnya, saat nyawa tak berdosa ikut ia hilangkan, dan kutukan membawanya bersama dengan wanita yang tak mungkin ia biarkan terluka. Namun keadaan membuatnya menyeret wanita itu kepada lembah kematian yang kapan saja bisa menjemputnya. Siapa sangka, jika Jeon sang 'Calon' panglima perang yang kuat, harus menggantungkan hidupnya pada wanita yang bahkan asing baginya. Roseanna, putri dari Katua suku Chris. Kutukan itu membuat keduanya harus saling berhubungan, saling menyatu dalam benang merah tak kasat mata. Apakah ada cinta di antara kutukan yang memaksa mereka untuk bercinta? Ini adalah kutukan bagi Jeon, namun bagi Rose, kutukan ini adalah impiannya, di mana ia bisa terjun langsung menuju medan perang berupa perampokan yang puluhan tahun desa itu geluti. Rasa cintanya pada pedang, membuat Rose ingin menjadi perajurit yang kuat. Namun di sisi lain, sang Ayah begitu amat mengkhawatirkan keselamatannya. Hingga dendam yang hilang kembali datang, Vante, sang dendam yang datang untuk menghantui Jeon dan desanya. Sampai kapan kutukan indah namun pedih itu akan menghantui Jeon dan Rose? Akankah kutukan itu dapat di lenyapkan?

Ucil_ · 奇幻言情
分數不夠
19 Chs

Wanita Kotor

Rose pov

Jika satu kata bisa aku ungkapkan untuk mendeskripsikan diriku sendiri, rasanya kata 'Kotor' sangat mewakili diriku yang hina ini. Siapa wanita didunia ini yang bermimpi ingin bernasib sepertiku? Tak ada, dapat kupastikan jalang yang dibayar ribuan dolar pun tak mempunyai impian kotor seperti itu. Semua karena keadaan, nasib buruk serta ujian, dan beginilah nasibku, menjadi sampah!

Rasanya air suci dari 7 tempat suci sudah tak dapat membersihkan diriku, aku bagaikan sampah kotor yang semakin kotor karena keadaan serta takdir yang rasanya susah dijelaskan. Selama ini aku terjebak pada kutukan hina yang membuatku kehilangan kehormatan, gila memang, namun sekuat tenaga aku menenagkan diriku sendiri bahwa kulakukan ini untuk banyak orang. Tak apa sedikit berkorban asal banyak nyawa yang tertolong, toh hanya Jeon yang melakukannya, tinggal tak perlu menikah dengan siapapun dan hanya menjadi perajurit sejati, maka aku tak akan terbayangi rasa bersalah. Itulah kalimat positif yang sering kudengungkan dihatiku.

Namun sekarang, rasanya diriku begitu hina, lelaki asing bahkan memandangku sebagai jalang, yang dengan mudah dan murah dapat ditemukan diberbagai kedai hiburan malam. Sialannya lagi aku hanya bisa mengatupkan rapat rahangku dan tak berkutik saat lelaki brengsek sialan ini menggagahiku. Rasanya mati adalah pilihan yang tepat setelah badanku puas ia cicipi, badan jalang yang sudah tak berharga lagi dimata orang lain.

Apa yang bisa kulakukan dengan kedua tangan dan kaki terikat? Menggeliat? Membuat keparat itu semakin menikmati jamahannya padaku? Tak sudi! Sungguh aku lebih memilih malaikat maut menjemputku sekarang juga, bahkan jika boleh jemput aku saat sebelum keparat itu menyentuhku.

Ingin rasanya aku menangis tersedu, dengan isakan yang tak akan kuhentikan selama berhari-hari, membiarkan mataku bengkak dan nafasku habis karena tangisan. Namun hatiku bahkan rasanya tak lagi merasa sakit, hanya satu tujuan yang harus kulakukan nanti, mati!

"Pantas si brengsek itu tak mau melepasmu, kau sangat... nikmat,"

Aku hanya sanggup memejamkan mataku saat kalimat sialan itu terngiang ditelingaku, jika Tuhan memberikan kebaikannya hari ini dan melepaskan ikatanku, aku bersumpah akan melepaskan kepala itu dari lehernya. Akan kugantung kepala keparat itu dan kuarak keliling desa.

"Jadi, apa negosiasimu? Ayo kita bicarakan, aku cukup senang dengan rasamu, jadi mari melakukan negosiasi."

Tawaku tak dapat terbendung lagi, rasanya humorku sudah tak terkendali, sungguh seakan aku tak ingin berhenti tertawa, keparat sialan ini ingin mempermainkanku heh?

"Mati saja kau bangsat." lirihku dengan ludah yang sengat sengaja kusasarkan pada wajahnya yang sedari tadi masih didekatku.

Tapi keparat memanglah keparat, seakan tak merasa jijik lelaki itu hanya mengusapnya dan kembali tersenyum menatapku.

"Prioritasku kini satu, melepas nyawa dari ragamu!" Bentakku.

Keparat sialan itu hanya tertawa, ya tertawalah sebelum ikatanku berhasil terlepas, karena jika itu terjadi, tawa tak akan lagi bisa kau lakukan. Bahkan setiap tarikan nafas dari peregangan nyawamu adalah tawa kebahagiaan untukku, aku yang nantinya akan tertawa diatas kematianmu!

"Dan prioritasku menjadikanmu milikku,"

"Dalam ajalmu sialan!"

"Haha, aku suka dengan mulut pedasmu."

Bangsat! Rasanya aku sudah tak ingin hidup lagi, sialan! Dengan mudahnya keparat itu menyentuhku, sentuhan menjijikkan yang rasanya ingin segera kulupakan. Tapi, siapa yang sanggup lupa? Walau selama ia menjamahku aku hanya terpejam, namun sentuhan, suara, dan gerakannya masih kurasakan hingga kini. Tuhan, hilangkan ingatanku saja, jika itu begitu merepotkan, lepaskan nyawaku saja, namun biarkan aku memenggal kepalanya dulu, kumohon.

Brruukk

Atensiku beralih begitu suara kencang terdengar disekitarku.

Jeon!

Ya Dewa dia di sini?

Mataku otomatis menatap bagian bawahku yang hanya tertutup sedikit bajuku, sialan! Jika tadi aku tak kuasa menangis, rasanya sekarang air mataku tak dapat terbendung, Jeon disini, Jeon melihatku.

Tanpa sadar air mata menggaliri sudut mataku, hatiku begitu sakit, tak kuasa menunjukkan diriku yang kotor ini dihadapan Jeon. Bahkan lelaki itu kini menggengam pedang, namun badannya terkulai lemah ditanah, dia sudah tak memiliki kekuatan, dan kuyakin dia hendak menyerang keparat sialan dihadapanku ini.

"Berhenti!!!" Teriakku histeris, saat keparat itu beranjak dari jongkoknya hendak mendekati Jeon.

Jangan! Kumohon jangan bunuh Jeon...

"Tenang sayang, aku hanya sebentar,"

"Aku akan menjadi milikmu!" Teriakanku berhasil membuat keparat itu menghentikan langkahnya, menatapku dengan mata sialannya.

"Aku akan menjadi milikmu, tapi kumohon, jangan bunuh jeon!"

"Kau kira aku sedermawan itu? Jika dia matipun kau akan tetap jadi milikku, lalu untuk apa aku membiarkannya hidup?"

Ya Tuhan! Apa yang harus kulakukan? Tidak! Jeon tak boleh mati, rasanya gelenganku tak akan membuahkan hasil apapun, namun dengan bodohnya aku terus menggeleng, dan air mata sialan yang entah kapan terakhir kali aku meluapkannya, kini mengalir deras disela mataku. Sakit, rasanya begitu perih saat aku tak dapat berkutik dan tak dapat melakukan apapun untuk orang lain. Masa bodoh dengan kehormatanku, Jeon tak salah, ia tak pantas untuk mati, sungguh, desa masih membutuhkannya.

"Jika dia mati, kau akan menemukan jasadku juga, cepat atau lambat."

Meski samar, aku dapat melihat keparat itu mengeratkan katupan giginya, matanya menatapku dengan nyalang, dan langkahnya begitu cepat mendekatiku.

"Katakan! Katakan tawaran menarik apa yang kau punya, akan kubiarkan nyawa tak pentingnya masih bersarang disana, asal tawaranmu menarik!"

Kupejamkan mataku sejenak, meyakinkan diriku sendiri bahwa keputusan yang akan kuambil adalah yang terbaik. Kutatap Jeon yang masih meringkuk ditanah, aku tak dapat melihat wajahnya, terhalang oleh badanku sendiri, namun dengan atau tanpa persetujuannya, aku akan tetap mengambil keputusan ini, demi semuanya!

"Aku akan menuruti apapun maumu, jika kau ingin aku menjadi milikmu, jadikanlah! Gunakan aku sempuasmu! Dia tak akan menyerangmu tanpa ada aku, jadi dia bukanlah ancaman, ingat kutukan."

Keparat itu menyeringai, setelahnya aku hanya pasrah saat dia mengusap rambutku, mengenakan kembali celanaku. Setelahnya badanku didudukkan tegak, kini aku dapat melihat Jeon, sorot matanya begitu penuh akan kesakitan. Maaf... sungguh maafkan aku... air mataku lagi-lagi berlinang, Jeon.. dia melihatku dalam keterpurukan, dan aku secara terang-terangan menatapnya dalam keterpurukan juga.

Jika nanti kita tak bertemu lagi, hiduplah dalam kebahagiaan, jangan jadikan rasa bersalah sebagai kelemahanmu Jeon.. kumohon.

"Oke, kita pulang kerumahku, sayang..."

Disinilah akhir aku bertemu Jeon, akhir dimana ia melihatku didalam titik terrendah dalam hidupku, titik dimana aku ingin mati!

Rose pov end

Lelaki yang tak lain adalah Vante itu mengendong Rose dengan posisi wanita itu masih terikat, matanya disempatkan mengedip pada dua lelaki yang bersembunyi dibalik pohon. Lalu langkahnya terus berjalan menuju tujuannya, membawa hasil besar dari umpannya dalam memancing, Vante panen besar hari ini.

######

Mobil bak terbuka berisi puluhan manusia itu terhenti, jejak roda ditanah memang masih berlanjut, namun Josh menghentikan mobil itu saat menemukan sebuah benda tergeletak ditanah. Ia melompat turun, meraih sebuah kain yang ia yakini betul adalah milik Jeon, kain ini dikenakannya tadi. Matanya menatap hamparan hutan belantara dihadapannya, diremas kain itu dengan erat.

"Turunlah! Susuri hutan itu!" perintahnya.

Semua pasukan berangsur turun, berpencar dengan berlarian kencang, diikuti oleh dirinya dan Jimmie yang menyusul.

"Ya Tuhan!" Josh berlari dengan wajah paniknya, saat matanya menangkap seseorang yang meringkuk ditanah.

Warna merah cukup mendominasi badan tak bertenaga itu, matanya terepejam, namun Josh yakin betul jantung itu masih berdetak, terbukti dari dadanya yang naik turun dengan lirihnya.

"Jim! Disini!" Josh berdiri dan meneriaki Jimmie yang mungkin disekitarnya, dan benar saja, Jimmie berlari dengan kencangnya mendekatinya.

Matanya membelalak lebar, manangkap sosok Jeon yang terkulai tak berdaya, beberapa luka sayatan dengan cairan merah menjadi pelengkap badan setengah telanjangnya. Shirtless membuat badan Jeon yang terluka dapat dilihat dengan mata telanjang.

"Ini gila! Dia masih hidup kan?" Sungguh Jimmie tak habis pikir, inilah untuk pertama kalinya ia menyaksikan keadaan Jeon teramat parah. Ia tahu Jeon adalah seorang petarung yang kuat, namun posisinya kini tak seperti dulu, jika dulu Jeon hanya mengandalkan teknik dan tenaganya yang kuat, kini keadaan berbeda. Jeon terkena kutukan, dan karena kutukan itulah Jeon tak dapat mengandalkan tenaganya lagi. Seakan kekuatan yang Jeon pupuk sedari muda tak berguna lagi, semenjak kutukan sialan itu.

"Ya, dia masih hidup, ayo angkat dan bawa dia pulang," Josh yang sedari tadi berjongkok didekat Jeon berusaha mendudukkannya perlahan.

Saat ini mungkin dapat dikatakan Jeon sedang meregang nyawa, luka sayatan pada tubuhnya begitu dalam, bahkan darah tak henti-hentinya mengalir dari lukanya, wajahnya pun dilumuri darah, dengan lebam kebiruan yang menghiasi beberapa sudut wajah tampannya.

Rose terlalu naif, ia masuk kedalam lubang kesalahan, salah jika ia mempercayai manusia licik seperti Vante adalah makhluk yang dermawan. Karena dendam adalah sesuatu yang tak akan berhenti sebelum terbalaskan, namun dengan mudah ia menceburkan dirinya kedalam kekuasaan Vante demi keselamatan Jeon. Tapi apa yang terjadi pada Jeon? Ia tatap dihajar habis-habisan.

"Josh.." lirih Jeon seraya mengangkat tangan kirinya, nafasnya begitu berat ia hela.

Jeon beberapa kali terbatuk, mengeluarkan cairan darah dari mulutnya.

"Selamatkan rose, kumohon.." ucap Jeon dengan susah payah.

Josh menatap Jimmie dengan wajah berfikir, benar ia harus menyelamatkan Rose, atau Christ akan mengamuk dan mungkin bisa saja membunuh Jeon. Namun Jeon juga butuh pertolongan segera, atau pada akhirnya lelaki itu juga tetap akan mati.

"Jim, panggilkan beberapa orang, bawa Jeon pergi ketempat Morgan, dan kita bawa semua pasukan ke desa sebelah, menyelamatkan Rose."

Jimmie mengangguk, setelahnya ia berlari menjauh, memanggil beberapa orang suruhan.

"Jika..." lagi-lagi Jeon terbatuk, luka membiru diperutnya ia tekan semakin kencang, dan darah semakin banyak keluar dari mulutnya "Jika aku tak selamat, tolong jaga Rose.."

"Berhenti berkata yang tidak-tidak! Sekarang kau harus diobati, jangan pikirka tentang Rose, dia akan kujemput pulang, apapun yang terjadi!"

Setelahnya Jeon memejamkan matanya, menikmati luka perih yang sedikit demi sedikit memaksanya melepas kesadarannya. Dipikirannya kini terbayang wajah rose, wajah dimana Rose menangis, tangisan yang bahkan sebelumnya tak pernah Jeon lihat. Bahkan saat wanita itu pulang dengan luka sayat dilengannya, wanita itu tak menangis, seakan luka senjata tak dapat membuatnya meneteskan air mata. Rasanya Jeon tak mempunyai muka untuk bertemu dengan Rose lagi, ia begitu lemah, melindungi Rose pun ia tak bisa.

Hati Jeon terluka, harga dirinya seakan diinjak tanpa ampun, disaat Rose dilecehkan oleh lelaki lain, ia tak dapat melakukan apapun. Bahkan disaat ia baru mengangkat pedang kebanggannya, badannya mendadak tak bertenaga. Kutukan Sialan!

"Maaf rose..." lirih Jeon bertepatan dengan badannya yang direbahkan diatas mobil bak terbuka, dan kesadarannya yang perlahan semakin menipis. Sakit dibadannya tak lagi ia pedulikan, walau ia mati dan tak membuka mata lagi, setidaknya ia masih memiliki dendam dihatinya, dimana Vante harus mati ditangannya.

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

Ucil_creators' thoughts