webnovel

The Curse of Warlord

Cerita Dewasa 18+ Kutukan sang Panglima Perang Ribuan nyawa melayang dari tangannya, hingga Tuhan menghukumnya, saat nyawa tak berdosa ikut ia hilangkan, dan kutukan membawanya bersama dengan wanita yang tak mungkin ia biarkan terluka. Namun keadaan membuatnya menyeret wanita itu kepada lembah kematian yang kapan saja bisa menjemputnya. Siapa sangka, jika Jeon sang 'Calon' panglima perang yang kuat, harus menggantungkan hidupnya pada wanita yang bahkan asing baginya. Roseanna, putri dari Katua suku Chris. Kutukan itu membuat keduanya harus saling berhubungan, saling menyatu dalam benang merah tak kasat mata. Apakah ada cinta di antara kutukan yang memaksa mereka untuk bercinta? Ini adalah kutukan bagi Jeon, namun bagi Rose, kutukan ini adalah impiannya, di mana ia bisa terjun langsung menuju medan perang berupa perampokan yang puluhan tahun desa itu geluti. Rasa cintanya pada pedang, membuat Rose ingin menjadi perajurit yang kuat. Namun di sisi lain, sang Ayah begitu amat mengkhawatirkan keselamatannya. Hingga dendam yang hilang kembali datang, Vante, sang dendam yang datang untuk menghantui Jeon dan desanya. Sampai kapan kutukan indah namun pedih itu akan menghantui Jeon dan Rose? Akankah kutukan itu dapat di lenyapkan?

Ucil_ · 奇幻言情
分數不夠
19 Chs

Penglihatan

Morgan melamun dengan rempah yang ia pilah tanpa memandang, bukan karena ia sedang memamerkan kemampuan memilah tanpa tatap, tapi begitulah ia, sering kali melamun tanpa sebab.

Dalam diam lelaki itu mendengus kesal, selalu seperti itu, ia sering mendapatkan penglihatan yang tak ia inginkan dan sialnya selalu membebaninya, itulah mengapa Morgan memilih diam dan menjauhkan diri dari masyarakat.

Semua berawal semenjak ia masih balita, saat Morgan berusia 3 tahun, bocah itu sakit panas dengan badan menggigil dan berkeringat dingin. Kedua orang tuanya dibuat panik karena Morgan yang kejang-kejang, bahkan sempat tak bernafas. Namun entah rahmat atau ilham dari mana, Morgan kecil terbangun dan membelalakkan matanya. Kesedihan orang tua Morgan tak berakhir sampai di situ, karena setelah malam penuh tangis itu, malam-malam setelahnya adalah banjir air mata. Morgan selalu menangis dan berteriak, bahkan bocah itu tak bisa tertidur nyenyak karena tiap Morgan memejamkan mata, sebuah penglihatan muncul padanya.

Saat Morgan kecil dibawa pada tetua desa, mereka mengatakan bahwa arwah leluhur sudah memilih bocah itu, leluhur memilih badan Morgan untuk dijadikan inangnya. Walau dengan segala cara untuk melepaskan dengan ritual aneh, namun sosok leluhur itu tak mau pergi, ia menyukai Morgan kecil. Semenjak itu pula Morgan makin pendiam, ia sering berbicara sendiri, bahkan melakukan hal diluar nalar manusia.

Puncaknya adalah saat usia Morgan menginjak 5 tahun, ia mendapat penglihatan bahwa kedua orang tuanya meninggal dengan tragis, dan bak sulap, penglihatan itu benar-benar terjadi, kedua orang tuanya meninggal akibat perampok yang menjarah rumahnya. Morgan masih ingat betul, bagaimana kedua kepala orang tuanya ditebas oleh sang perampok dan menggelinding ditanah. Bahkan Morgan masih ingat bagaimana tatapan melotot kedua orang tuanya, tatapan melotot kaku yang tak lagi bisa berkedip. Beruntung Morgan bersembunyi dikolong tempat tidur, kalau tidak, mungkin ia tak akan selamat.

Namun Morgan tak menangis, menjeritpun tidak, karena semua yang ia saksikan sudah ia lihat dimimpinya. Saat itu pula ia sadar, jika yang ia lihat dimimpinya, bukanlah sekedar bunga tidur saja. Semenjak itulah Morgan memilih diam, ia tak mengerti apa yang harus ia lakukan dengan penglihatan-penglihatan itu. Tak ada yang membimbingnya, tak ada yang melindunginya, ia hanya sebatang kara. Di samping itu, ia pun merasa amat bersalah karena tidak dapat menyelamatkan nyawa orang tuanya.

Hingga ia bertemu dengan Jeon, sosok panutannya yang sangat lihai bela diri, bermain pedang bahkan segala jenis senjata. Andai Morgan kecil berlatih senjata, mungkin ia bisa menyelamatkan kedua orang tuanya, begitulah pikirnya.

Namun lagi-lagi Morgan mendapat penglihatan menyeramkan itu, dan penglihatan yang ia dapat adalah tentang Jeon, berhubungan dengan sosok yang menjadi idolanya itu. Jeon yang kala itu sedang bermain bersama temannya itu bersembunyi disebuah batu besar, hingga Morgan menghampirinya dan menepuk pundak bocah itu kencang.

"Kau akan terkena kutukan, kau akan hancur tanpa wanita itu, kau akan menjadi orang yang lemah tak berdaya, pecundang!"

Begitulah peringatnya, akan penglihatan masa depan yang ia saksikan.

"Semua benar-benar terjadi," gumam Morgan.

Kenangan masa lalunya terputar diingatannya, saat itu ia masih berusia 6 tahun, sudah belasan tahun lamanya penglihatan itu menganggu pikiran dan hubungan antara Jeon dan dirinya. Ada benang kebencian dan ketakutan yang tak terlihat antara keduanya, namun Morgan tataplah sama, ia mengidolakan sosok Jeon yang kuat, ia bahkan menganggap Jeon adalah adik. Sebagai ganti untuk adik kecilnya yang tak jadi terlahir karena meninggalnya kedua orang tua dan calon adik yang berada dalam kandungan.

Balasan tahun lamanya Morgan menanggung beban, ia tak ingin orang lain terkena sial dan bencana, karena itulah ia menjauhkan diri dan mempelajari ilmu pengobatan, ia bertekat akan menjadi seperti Jeon, menolong orang lain yang lemah, namun dengan cara yang berbeda.

Morgan menghela nafas panjang, lagi-lagi ia mendapat penglihatan dari lamunannya, namun kali ini lelaki itu mencatatnya, belakangan karena sering memikirkan permasalahan kutukan itu, sering pula penglihatan aneh muncul. Bukan satu kesatuan, namun kepingan yang membuatnya frustasi dan gemas. Namun setidaknya Jeon harus tahu tentang semua kemungkinan yang akan terjadi bukan?

####

"Rose!"

Christ berteriak histeris dan berlarian, sedang Jeon yang berada divbelakangnya menatap syok pemandangan dihadapannya.

"Hey! Kamu mau apa? Lepaskan!"

Gila, mau anaknya ketua suku ini? Bisa-bisanya Rose sedang berancang-ancang hendak menurunkan celana lelaki bercodet ini? Rasanya ketua suku sudah emosi hingga mendidih-didih, bahkan urat pada wajah dan lehernya tercetak jelas karena emosinya.

"Kamu mau apa ini, aduhhh ...." Christ mau tepuk jidat dengan cangkul rasanya, kenapa anaknya jadi aneh seperti ini? Apa Jeon tak cukup kekar untuknya?

Berbicara tentang Jeon, lelaki itu sudah menarik Rose untuk menjauh dan mengambil alih pedang yang Rose genggam.

Karena kaget, Rose hanya melongo dan menurut saja saat Jeon menariknya menjauh. Rose sampai lupa kalau dia dalam mode menghindari Jeon.

Sungguh keadaan menjadi canggung, Vante yang terikat di pohon menatap pias kearah Rose, sedang mata Rose sudah ditutup rapat oleh Jeon, walau wanita itu terus memberontak tak suka. Tentu Jeon tak rela kalau Rose melihat aset lelaki lain, karena celana Vante yang tiba-tiba melorot berkat pengaitnya yang sudah lepas. Di depan pintu rumah, sosok Sooya menutup matanya dengan jari-jari yang dilonggarkan, entah apa yang ia tutupi, nyatanya matanya kini melotot menatap pemandangan dihadapannya.

Sedang Christ sudah dibuat pusing akan keadaan. Bukankah lelaki codet itu yang melecehkan Rose? Lalu apa tadi? Apa Rose mau melecehkan balik sebagai balas dendam?

Tapi ....

"Wow, itu ukuran yang lumayan," seru Christ seraya mengacungkan jempol pada Vante.

Dasar ketua suku!

"Lepas!" Bentak Rose akhirnya, ia merasa kesal dengan tingkah Jeon yang tak mau melepaskan tangannya yang menutup rapat mata Rose.

Bukan karena Jeon takut, dia hanya tak mau Rose semakin marah padanya, jadi dilepaslah tangannya, setidaknya Jeon bisa melihat sorot tajam Rose lagi. Sungguh ia merindukan tatapan tajam itu.

"Haduh nak ... milik Jeon kurang oke ya?" Christ melirik lelaki bercodet yang terikat dipohon lalu menatap putrinya sendu.

"Kata siapa! Punya aku oke! Iya kan?!" Jeon menatap Rose tajam, lelaki itu tak berkedip sekalipun, ia harus mendapat jawaban dukungan oleh Rose, memalukan sekali!

Bukan jawaban dukungan, Jeon malah mendapat pukulan dilengannya oleh Rose. "Apaan sih!" Bisik Rose kesal.

"Jawab dulu! Aku oke kan? Gagah perkasa, buktinya kamu selalu mmmhh-"

Rose membekap erat mulut kotor milik Jeon, sialan! Lelaki ini membuat darah Rose otomatis naik keubun-ubun! Rasanya pening memikirkan tingkah gila Jeon sekarang ini, kapan orang ini akan menjadi waras!

"Hey permisi, bisa berhenti dulu bertengkarnya? Aku mau kencing," cicit Vante sopan santun, ya ... Vante sedang berusaha sopan, setidaknya ia benar-benar butuh kamar kecil.

"Haishhh, sudahlah kencingkan saja, kamu kan lelaki!" Kesal Christ. "Sudah ayo masuk, kita bicarakan di dalam!" Christ menggiring Rose yang sedang mulai menghajar Jeon, kasihan lelaki lemah itu kalau terus dihajar oleh putrinya yang perkasa.

Sedang Sooya yang paham kondisi segera membukakan pintu untuk para tamunya. Tentu obrolan mereka akan panjang, dan rasanya Sooya juga akan terlibat didalamnya.

"Tunggu! Ini aku pipisnya gimana?! Berengsek! Lepaskan dulu!! Haiishhhhh!!" Vante menggeliat kesal dengan gigi mengatup erat.

Malang nian nasibnya, sudahlah dipukul batu, diikat dipohon, lalu apa Vante juga harus kencing dicelana?

Sial!

####

"Benerkah aku dilepaskan?"

Morgan hanya diam tak menjawab, lelaki itu melepas rantai yang mengelilingi kayu pasungan Rald dan melemparnya jauh-jauh.

"Ikut aku,"

Rald mencebik kesal, si dukun ini benar-benar! Selama ini ia selalu dibuat kesal, rasanya setiap kali Rald mengajak Morgan mengobrol, selalu saja diabaikan. Memang mereka sering terlibat dalam obrolan, lebih tepatnya Rald yang selalu memulai obrolan, dan tentu saja Morgan hanya bergumam tak jelas. Tangan Rald sudah terangkat diudara hendak memberikan pukulan palsu, tapi nahas, Morgan menoleh dan memergoki kelakuannya.

"Sial! Dia benar-benar dukun?" Batin Rald dengan cengiran lugu.

Rald bernafas lega saat Morgan melangkah meninggalkannya, lirikan si dukun itu benar-benar tajam. Ia jadi ingat cerita kepala suku, kalau Morgan bisa menghipnotis, untung ia tak terbujuk hipnotisnya.

"Kemana kita?" Cicit Rald yang setengah berlari mengejar Morgan.

"Kekasihmu,"

"Kekasihmu?" Ulang Rald dengan kening berkerut.

Maksudnya kekasihnya? Sooya? Ada apa dengan Sooya?

"Ada ap—" Rald menghentikan ucapannya dan menutup rapat mulutnya saat Morgan meliriknya tajam.

Setelahnya Rald berjalan dalam hening, hingga mereka sampai pada rumah tengah hutan, tempat tinggal Sooya kekasihnya.

"Hey!"

"Ya Dewa!" Rald berjingkat kaget begitu mendegar teguran itu, untung saja ia tak sampai memeluk sang dukun di sampingnya, bahaya!

"Lepaskan ikatanku!"

Rald menyengir mengejek, enak saja si Vante ini memerintahnya, dia kira siapa berani-berani memerintah Rald sang ketua regu?

Ah mungkin mantan ketua regu? Bukankah Rald dalam masa hukuman.

"Keparat! Lepaskan aku sialan!!" Teriak Vante saat Rald melenggang pergi meninggalkannya.

Sialan! Tak ada cara lain, mungkin memang Vante ditakdirkan kencing dicelana.