webnovel

The Curse of Warlord

Cerita Dewasa 18+ Kutukan sang Panglima Perang Ribuan nyawa melayang dari tangannya, hingga Tuhan menghukumnya, saat nyawa tak berdosa ikut ia hilangkan, dan kutukan membawanya bersama dengan wanita yang tak mungkin ia biarkan terluka. Namun keadaan membuatnya menyeret wanita itu kepada lembah kematian yang kapan saja bisa menjemputnya. Siapa sangka, jika Jeon sang 'Calon' panglima perang yang kuat, harus menggantungkan hidupnya pada wanita yang bahkan asing baginya. Roseanna, putri dari Katua suku Chris. Kutukan itu membuat keduanya harus saling berhubungan, saling menyatu dalam benang merah tak kasat mata. Apakah ada cinta di antara kutukan yang memaksa mereka untuk bercinta? Ini adalah kutukan bagi Jeon, namun bagi Rose, kutukan ini adalah impiannya, di mana ia bisa terjun langsung menuju medan perang berupa perampokan yang puluhan tahun desa itu geluti. Rasa cintanya pada pedang, membuat Rose ingin menjadi perajurit yang kuat. Namun di sisi lain, sang Ayah begitu amat mengkhawatirkan keselamatannya. Hingga dendam yang hilang kembali datang, Vante, sang dendam yang datang untuk menghantui Jeon dan desanya. Sampai kapan kutukan indah namun pedih itu akan menghantui Jeon dan Rose? Akankah kutukan itu dapat di lenyapkan?

Ucil_ · 奇幻言情
分數不夠
19 Chs

Bukan Wanita Yang Mudah Ditaklukkan

Ketiga ketua pasukan saling berunding dirumah jimmie, ditambah dengan Jeon sang calon penglima perang yang kini sedang mengambar dipapan kayu dengan arang sebagai alat tulisnya.

Ketiga lelaki dibelakang Jeon hanya fokus menatap papan kayu yang berisi rancangan rencana yang akan mereka lakukan untuk bulan depan. Sengaja mereka mengatur strategi jauh-jauh hari, untuk mematangkan rencana.

Kapal dari negara Eropa akan berlabuh pada pantai yang tak jauh dari pemukiman mereka, tak jauh hanya butuh waktu semalaman untuk menuju pantai itu. Mungkin terkesan jauh, namun bagi gerombolan perampok ini jarak semalam bukanlah waktu yang lama, karena biasanya mereka menjarah dalam waktu yang lebih dari seminggu lamanya.

Kapal yang akan mendarat adalah kapal berisi bahan pangan yang ditujukan untuk musuh bebuyutan perdesaan mereka. Musuh yang dulu pernah meninggalkan kutukan untuk Jeon, dan karena kutukan itu Jeon bertekad akan merebut apapun yang mereka punya.

Jimmie yang biasanya selalu main-mainlah yang mengetahui informasi ini, berkat dirinya yang Playboy dan sering berganti lokasi untuk bersenang-senang, akhirnya ia mendapat berita jika musuh mereka akan mendapat bahan pangan dari balas jasa atas bantuan mereka pada negara Eropa.

Kesempatan ini tentu tak Jeon siakan, lelaki itu tidak bertobat, setelah kesalahannya yang dulu menjarah dan membunuh puluhan masyarakat tak berdosa, dan melayangkan nyawa seorang tetua yang memiliki kekuatan mistis. Berakhirlah Jeon mendapat buah dari kekejamannya, kutukan yang harus ia tanggung.

Jeon menebas dada hingga perut tetua itu dengan pedang kebangaannya, seketika terkulai isi perutnya hingga nafasnya otomatis nyaris berhenti. Tujuannya adalah menyelamatkan Rose yang hendak ditikam oleh tetua itu. Katakanlah tindakan Jeon benar ketika menolong Rose, namun tujuan mereka keperkampungan itu tidaklah benar. Manjarah bukanlah tindakan yang dapat dibenarkan, dan berakhirlah kutukan itu terucap.

'Terkutuklah kalian, kekuatanmu akan hilang jika tidak menyetubuhi wanita sialan itu setiap harinya, kau hanya akan menjadi si lemah yang tak mempunyai apa-apa'

Kalimat panjang itu terucap disela muntahan darah tetua itu, bersamaan dengan tawa nyaring yang membuat Rose menutup telinganya rapat-rapat karena begitu menjijikkan.

Awalnya Jeon tak mengindahkan ucapan tetua itu, dan tanpa ketakutan dan kekhawatiran, Jeon pergi ke medan perang. Menjarah kapal yang berhenti di dermaga untuk melakukan barter barang selundupan.

Badannya sangatlah sehat, namun ketika ia hendak menyerang lawannya, seakan tak ada tulang dan otot ditubuhnya, ia terkapar begitu saja ditanah, bahkan untuk mengangkat tangan maupun pedangnya saja ia tak sanggup. Hingga ia harus rela ketika lengannya tersayat lebar tanpa perlawanan.

Beruntunglah jimin yang segera menolongnya, dan tentu Jeon yang mendapat beberapa sayatan itu segera diungsikan menjauh dari peperangan yang sedang terjadi.

Tak hanya sekali dua kali, Jeon mencoba berkali-kali beradu dengan warga lain, dan hasilnya sama, ia akan terkapar lemah ketika hendak melayangkan serangan.

Hingga malam itu datang, malam dimana ia membuktikan kebenaran dari kutukan sialan itu. Menyetubuhi Rose untuk yang pertama kalinya dengan iming-iming perjanjian yang membuat Rose setuju. Benar saja, kekuatan Jeon kembali, bahkan lebih kuat dan berhasil mematahkan kaki seekor Kuda hanya dengan menendangnya, dan mematikan kuda itu hanya dengan sekali pukulan pada lehernya.

Namun kebahagiaannya memiliki masa yang pendek, beberapa hari setelahnya ia harus rela dipukuli habis-habisan oleh Christ, dan harus merelakan perutnya tersayat akibat layangan pedang legendaris Christ sang panglima perang. Sayatan yang akan selalu Jeon ingat sebagai perbuatan bodohnya yang telah memanfaatkan Rose. Sayatan itu akan selalu Jeon ingat sebagai cambukan dan teguran, bahwa ia harus segera mencari cara untuk melunturkan kutukan gila ini.

"Dia begitu lemah tanpa adanya Rose." lirih jimmie tanpa sadar, setelah ia kembali mengingat masa itu, masa saat Jeon terkapar lemah karena kutukan.

Jeon menolehkan pandangannya, pendengarannya sangatlah tajam, setajam tatapannya yang kini memicing kearah jimmie.

"Hehe tidak, tidak, kau super kuat." renges jimmie yang segera dipukul oleh Josh.

"Jaga mulutmu jim!" kesal Josh.

Hal sensitif yang selalu membuat Jeon mendapat mood buruk adalah kutukannya, Rose, dan kekalahan dalam peperangan. Sekarang moodnya semakin buruk! Setelah menggeram dan melempar arang dari tangannya lelaki itu pergi menjauh dari mereka bertiga menggebrak pintu dengan kencangnya.

Kesal!

Itulah yang Jeon rasakan, karena kutukan sialan itu ia harus selalu diliputi dengan perasaan lemah. Tak banyak penduduk desa yang tahu, namun Jeon yakin, jika dibelakang sana banyak yang meragukan dan tak memberi kepercayaan untuk dirinya menyandang gelar panglima perang. Dia lemah dalam berperang dan bahkan harus selalu membawa Rose untuk pergi bersamanya.

Mengapa demikian? Karena setelah melakukan beberapa percobaan, kegiatan panas yang mereka lakukan harus dilakukan tepat sebelum Jeon akan melaksanakan aksinya, atau lebih tepatnya saat keadaannya masih diselimuti hasrat. Walau tak harus demikian, namun kekuatan Jeon tak akan optimal jika melakukan hal panas dengan Rose jauh-jauh waktu dari adu kekuatan yang akan dia lakukan. Oleh karena itulah Rose selalu harus ikut, karena jarak mereka merampok sering kali jauh. Dengan senang hati Rose ikut serta, bahkan dengan semangatnya Rose ikut berperang menyerang lawan, wanita itu begitu kuat, seakan ia terlahir sebagai petarung.

Jeon menatap kerlap kerlip remang lampu dari setiap rumah kecil masyarakat desa. Walau rumah mereka cenderung kecil, namun di setiap ruang bawah tanah mereka terdapat lumbung berisi senjata dan pundi kekayaan yang dipendam. Kekayaan dari hasil jarahan yang dipimpin oleh Christ maupun Jeon.

Helaan nafas kesal dihembuskan oleh Jeon, ucapan dari Christ kembali terngiang dikepalanya.

'Sampai kapan kau akan memanfaatkan Anakku? Menurutmu kau pantas menjadi panglima perang dengan kekuranganmu ini?'

'Kau membawa Rose setiap menjarah, apa yang akan kau lakukan kalau Rose celaka? Kau akan berakhir, kau akan tamat.'

"Arrgghhhhhh" geram Jeon menarik rambutnya frustasi.

Sudah 3 tahun lamanya ia merasakan kutukan keparat ini, lemah adalah kalimat yang paling dibenci oleh Jeon. Sejak usianya 5 tahun Jeon sudah tumbuh menjadi anak yang tak punya belas kasihan. Berlatih adalah motto hidupnya, segala jenis senjata ia tekuni, dan segala jenis bela diri ia tamatkan.

Namun semua sia-sia, hanya karena mulut lelaki sialan yang memberinya kutukan.

######

Rose manatap tajam Jeon yang baru saja memasuki rumahnya, karena status tak tertulis antara dia dan Jeon, membuatnya memiliki rumah yang kadang dihuni oleh keduanya. Meninggalkan Christ sang jomblo sejati, setelah sepeninggalan Lily, Ibu kandung Rose.

"Kau belum tidur?" Jeon mendudukkan diri dikursi, kembali menatap Rose yang masih duduk diatas ranjang, menatapnya kaku tanpa ekspresi.

"Kalian akan pergi tanpa aku?"

Kembali wanita itu menatap dingin Jeon, wanita yang sebelumnya tak punya ekpresi ini, belakangan sering menunjukkan sifatnya, seakan raganya sudah terisi jiwa sejak setahun setelah kutukan itu terjadi. Setidaknya kutukan itu sedikit membuat Rose memiliki jiwa dan perasaan sebagai wanita.

"Kemarilah."

Rose masih menatap Jeon tajam, dengan langkah pastinya mendekat kearah lelaki itu dan mendudukkan diri dipangkuannya.

Matanya terpejam saat jari-jari Jeon menyusuri wajahnya, kening, pipi, rahang. Usapan Jeon selalu mengalirkan gelenjar panas pada diri Rose, dan saat ini pun Rose kembali dibuat terbuai dengan belaian itu.

"Kau ingin aku mati?"

Rose membuka matanya lebar-lebar, keningnya berkerut, alisnya saling taut, nafasnya terasa berat, menahan kesal atas ucapan lelaki dihadapannya ini.

"Apa maksudmu?!"

"Aku akan mati kalau kau terluka, kau lupa? Kita terikat." lirih Jeon seraya menelusupkan wajahnya diceruk leher Rose.

Kembali Rose memejamkan matanya, menghirup dalam udara disekitarya, diangkat wajah Jeon dan ditangkup pipi tirus lelaki itu dengan kedua tangannya, dikecup lama bibir jeon dalam diam. Kedua tangannya mengusap rahang yang ditumbuhi rambut tipis itu.

"Kecuali kalau kau ikut, tapi tak turut menjarah."

Rose membuka kedua matanya, tatapannya bertemu dengan mata Jeon yang kini menatapnya, seakan menunggu jawaban darinya.

"Lagi?" Rose menghela nafas kesal "Pergilah" Rose menjauhkan wajahnya dan beranjak, meringkuk kembali keranjang dan menutupi diri dengan selimut tipis.

Begitulah rose ketika merajuk, wanita itu cenderung diam ketika memikirkan permasalahan, mencoba memecahkan masalahnya sendiri tanpa campur tangan orang lain.

"Kau lupa besok kita akan bertanding?"

Ucapan Jeon berhasil membuat Rose mendudukkan diri, dengan selimut yang telah turun kepangkuannya.

"Aku tak bisa apa-apa tanpamu."

"Sudah tahu begitu masih tak mau mengajakku menjarah?!" sinis rose "Kau bisa apa tanpaku hah?"

Diusap bibir Rose lembut, mulut itu selalu saja berhasil membuat hati Jeon terkoyak, ucapan yang keluar dari sana selalu penuh racun. Namun dapat menjadi madu jika mampu menjinakkannya.

Perlahan Jeon melepas baju lusuhnya, baju yang tak pantas disebut baju, karena hanya menutupi sebagian kecil badannya. Setelahnya merangkak menaiki ranjang dan mengungkung Rose yang hanya diam membisu, bahkan tanpa sadar kini ia telah kembali merebahkan dirinya.

"Kalau kita melakukan sekarang, kekuatanku tak akan sebesar biasanya, karena aku tak mau menyakitimu sayang." diusap lengan Rose pelan, amat pelan dengan hembusan nafas yang sengaja Jeon sapukan pada telinga dan leher Rose.

Sialan!!

Pancingan Jeon berhasil, Rose memang lemah dengan hal itu, semua karena si sialan Jeon! didorong badan Jeon hingga terlentang diatas ranjang, wanita itu kini sudah mencium bibir Jeon penuh damba, yang tentu disambut baik oleh Jeon. Kegiatan yang awalnya mereka benci itu kini menjadi permainan panas yang tanpa diakui memberikan candu. Bahkan mereka tak tahu, mereka melakukannya karena kutukan Jeon, atau kutukan cinta.

Mereka saling adu, ketika disaat sadar keduanya adalah petarung, tentu dapat dibayangkan betapa ganasnya permainan mereka saat diatas ranjang?

Dibaliknya tubuh Rose, hingga kini wanita itu berada dibawahnya, dijauhkan wajahnya dari wajah Rose yang kini sedang terpejam menarik nafas dalam-dalam, diamati wajah cantik yang selalu cantik itu. Bahkan jeon tertegun, betapa tuhan terlalu baik padanya dengan memberi kutukan indah yang membiarkannya untuk bisa memiliki wanita ini, walau saat ini hanya raganya.

Dikecup kening Rose lembut, satu yang Jeon yakini, ia menjamah Rose bukan hanya mementingkan nafsu, sehingga lelaki itu selalu lembut, ia tak mau menyakiti Rose.

"Shouted my name, honey..."

Rose menggeliat hebat, diremas rambut Jeon kuat-kuat.

"Noooo!!"

Seperti biasa, Rose bukanlah wanita yang mudah ditaklukkan.