webnovel

The Black Swan Behind (Bahasa Indonesia)

WARNING! 18+ Mature Content (Kekerasan, pelecehan, alur rumit) Di bawah cahaya rembulan, sebuah kota berdiri di dalam bayang-bayang gengster yang kerap kali berbuat onar dan meresahkan masyarakat. Gengster-gengster beranggotakan pria-pria kuat yang mahir bertarung. Tidak disangka mereka adalah anak-anak muda yang gila uang dan kekuasaan. Kota itu adalah arena bertarung bagi mereka. Emma Hilland pindah seorang diri ke sebuah kota bermil-mil jauhnya dari rumah dimana ia dibesarkan sebagai tuan putri. Karena sebuah masalah, ia memutuskan pergi dan melanjutkan studi kuliahnya di kota ini. Kali ini ia akan mencoba untuk menjadi gadis normal. Namun yang namanya api, diletakan dimanapun pasti akan membakar sekelilingnya juga. Ini adalah kisah bagaimana kelompok The Black Swan terbentuk di Kota Handway. Dibalik kaki-kaki indah yang melompat di tengah hamparan bunga, terdapat duri-duri beracun yang mematikan. Namun apakah hati seekor angsa dapat ditakhlukan? **** Mohon berikan support (Power stone, Komen, Review) kalau kalian suka ceritanya ya!! Trimakasih & Selamat membaca!! \^^/ Karya Lydia_Siu di Webnovel : - The Prince Of The East Sea (Tamat) - The Black Swan Behind (Tamat) Banyak quotes, visual, dan info menarik di sosial media author! Yuk difollow! Instagram : @author_lydia_siu FB Page : author Kalong_ungu / Lydia_Siu Twitter : @kalong_ungu

Lydia_Siu · 现代言情
分數不夠
439 Chs

Pria B*rengsek

Brian dan Donny mengikuti. Dan tentu saja Donny duduk di samping kekasihnya yang sedang mematung seperti tengah menelaah keadaan. Donny langsung merangkul Poppy dan mengecup kepalanya sekilas.

"Aku pernah beberapa kali melihat kalian. Aku Kathania Dusk dari jurusan IT. Aku tau, karena kalian cukup populer." Jelasnya dengan tawa besar.

Lary dan Brian ikut tertawa "Benarkah? Kami tidak menyadarinya." Ucap Brian sambil menyisir-nyisir rambutnya sendiri dengan jemari seakan ia adalah pria paling tampan di dunia. Mereka terlihat sangat bangga.

Di dalam hati, Emma mengutuk-ngutuki Kathy karena mempersilahkan ketiga pecundang gila itu untuk bergabung bersama mereka. Ya.. Emma tidak bisa menyalahkan gadis itu juga, karena sudah pasti Kathy tidak mengetahui seberapa buruknya ketiga pria itu. Kathy adalah gadis ceriwis yang cukup polos. Ia hanya suka berteman seluas-luasnya tanpa memperdulikan siapa orang yang menjadi temannya itu. Sepertinya gadis tersebut bermimpi untuk menjadi salah satu dari jajaran anak-anak populer kampus.

"Bagaimana kabar kalian? Sejak kita nongkrong bersama, aku seperti tidak pernah melihat kalian lagi." Tanya Emma dingin. Tatapan sinisnya membuat ketiga pria itu bergerak tidak nyaman.

"Hahaha.. Kau masih ingat yah, Emma? Maaf, saat itu keadaannya kacau sekali. Kami kira kalian ada di belakang kami." Ucap Lary.

Brian mengangguk keras "Dua jam kami mencari-cari kalian setelah sadar ternyata kalian tidak ada di belakang kami. Itu benar-benar gila. Tapi kau tidak apa-apa, kan?"

Emma tersenyum sinis "Tentu saja. Kami selamat meski tidak mengerti apa yang terjadi."

"Loh? Poppy.. Kenapa kau bengong saja dari tadi?" Sadar Kathy sambil menatap gadis yang biasanya juga cukup banyak bicara itu.

Donny langsung menatap pacarnya yang jadi salah tingkah. "Apa kau sudah kenyang? Mau makan yang lain? Aku akan belikan."

Mendengar tawaran Donny, Poppy langsung menggeleng dan tersenyum kaku "Hah? Ti.. tidak perlu. Aku sedang diet." Jawabnya tanpa menatap wajah sang kekasih sama sekali.

Emma dan Roger menyadari ada yang aneh dengan dua orang itu. Emma tau Poppy adalah gadis seperti apa. Ia memang terlihat lembut, lugu, dan polos. Tapi bukan berarti ia seorang gadis yang takut saat diajak bicara. Dengan kelembutannya, ia bersikap ramah pada semua orang sehingga menjadi gadis yang cukup populer di kampus. Namun sikap Poppy sekarang seperti seekor anak anjing yang takut pada majikannya.

"Oh.. Kalau begitu nanti akan aku belikan rok cantik saat dietmu sudah membuahkan hasil." Senyum Donny.

"Untuk apa kau diet? Kau kan sudah kurus begitu, Poppy." Tawa Kathy.

"Itu benar. Kau cantik seperti ini dan seperti apa pun. Tidak perlu diet untuk bisa mengenakan rok cantik." Sambung Emma dengan melirik Donny sekilas dengan sinis.

Poppy hanya tersenyum dan menggeleng saat Donny merekatkan rangkulan pada pudaknya, "Bukan begitu, teman-teman. Aku memiliki standar berat badan yang sudah aku tetapkan sendiri."

"Oh begitu.. Haha.. Lucu juga." Tawa Kathy.

Emma hanya tersenyum tipis. Ia merasa ada yang aneh dengan hubungan Poppy dan Donny. Entah apakah yang lain menyadarinya, namun gadis itu seperti mendapat tekanan dari kekasihnya.

"Oh.. Aku tidak sadar kau ada di sana, Roger." Donny menatap jauh ke samping Emma. Di mana seorang pria culun duduk di paling pinggir.

Roger tidak menjawab. Dari tadi ia terus makan dalam diam secepat mungkin. Ia berniat pergi sesegera mungkin dari meja yang semakin lama semakin terasa seperti neraka itu. Sepertinya ia salah memilih jam untuk makan siang.

"Ohya! Saat itu apa yang Roger lakukan? Aku harap kau tidak merepotkan teman-teman gadis kami." Tanya Brian pada Roger.

"Dia sangat membantu. Roger tetap tinggal untuk menjaga kami bertiga sampai kami pulang dengan selamat. Untungnya Roger ikut saat itu." Sahut Emma langsung.

Mendengar pernyataan Emma, ketiga pria tersebut saling menatap.

"Hahaha.. Itu adalah hal yang tidak mungkin terjadi." Tawa Lary.

"Maaf.. Bagaimana mengatakannya, ya? Tapi seorang Roger tidak mungkin bisa melakukan hal seperti itu. Aku semakin yakin saat melihatnya beberapa kali dimintai uang oleh para senior." Ucap Brian untuk mempermalukannya.

Tiba-tiba Roger langsung bangkit berdiri. Semua sontak menatapnya dalam keheningan. Mungkinkah akhirnya Roger menunjukkan kemarahannya?

Tidak. Kepalanya tetap menunduk dan Emma menyadari bahwa makanan di dalam nampannya sudah habis.

"Aku sudah selesai." Ucap Roger dengan suara kecil.

Donny diam-diam bermain mata dengan Brian yang duduk paling dekat dengan Roger. Mereka tersenyum berdua dan mengangguk kecil.

"Hey.. apa kalian tidak keter.." Belum selesai Kathy berbicara, ia langsung berhenti ketika dengan gegabah Brian berdiri dari tempat duduknya dan menyambar gelas berisi jus jeruk yang tersisa setengah di atas meja.

"Tunggu, Roger. Minumnya.. Uakh!"

Bruk! Plash!

Seluruh mata di kafeteria langsung tertuju kepada mereka yang membuat kegaduhan. Termasuk kedua belas pasang mata yang beberapa menit lalu mengisi dua buah meja panjang yang berada di dekat pintu masuk. Troy dan Ian saling menatap setelah menyaksikan kejadian itu.

"Bukankah itu Emma?" Gumam Frank sembari duduk dengan meletakkan nampan berisi seluruh makan siang penuh proteinnya di atas meja.

"Dia bersama berandalan itu.." Ucap Ian sambil memperhatikan.

"Apa yang kau lakukan?!" Tanya Emma pada Brian dengan kedua mata membesar.

"Aku tidak sengaja. Aku pikir itu minuman Roger yang tertinggal. Ternyata itu adalah milikmu yah.." Ujar Brian sambil mengusap tangannya yang basah dengan kertas tisu.

Tangan Emma mengepal keras. Rasanya ingin sekali ia menyambar nampan di depannya agar bisa ia gunakan untuk menebas leher pria bodoh itu. Namun tentu saja Emma harus menjaga sikap. Tidak ada gunanya meladeni kelakukan perundung-perundung itu. Yang ada, mereka malah akan semakin mengerjai Roger.

"Apa kau tidak apa-apa, Roger?" Tanya Emma sambil menarik banyak kertas tisu untuk mengelap celana dan jaket Roger yang tersiram jus jeruk.

"Aku tidak apa-apa. Aku pergi dulu." Ia mengambil gelas Emma –yang Brian kira adalah gelas miliknya- yang kini sudah kosong, dan meletakkannya di atas nampannya untuk ia bawa pergi ke tempat cuci.

"Kau bisa mencuci bajumu di toilet. Nanti kami akan membantumu." Ucap Brian dengan nada bercanda.

Namun Roger semakin mendunduk dan ingin kabur, karena ia tau bahwa itu bukan hanya sekedar candaan. Mereka sangat bisa menghampirinya di toilet, tapi bukan untuk membantunya memberisihkan pakaiannya yang kotor, melainkan mengerjainya dan memalak uangnya.

"Alasan bodoh apa itu? Kalau memang kau tidak tau bahwa itu adalah minumnya Emma, kau tidak mungkin bisa langsung mengatakannya. Lagi pula gelasnya jelas persis berada di samping tangan Emma." Oceh Kathy pada Brian.

Emma langsung menoleh padanya dan menatap Brian yang memerah wajahnya karena malu. Pria itu memang bodoh.

"Hey.. Kenapa kau berkata begitu? Dia benar-benar tidak sengaja dan berniat menolong. Kenapa kau mempermasalahkan hal yang tidak jelas?" Sahut Lary dengan sinis.

"Sepertinya kalian memang sengaja ingin mengganggunya. Apa benar?" Dahi Kathy mengkerut.

Poppy menatap gadis itu dengan wajah panik. Ia tau kalau Kathy suka banyak bicara tanpa berpikir dulu. Tidakkah ia menyadari bahwa ketiga pria itu bisa melakukan hal buruk padanya?

"Roger.." Gumam Emma saat pria itu melangkah pergi dengan cepat.

Emma jadi kebingungan, antara harus mengejar Roger, atau tetap berada di meja karena sepertinya Kathy dan Lary terlibat adu mulut.

"Untuk gadis dengan penampilan pas-pasan kau terlalu banyak bicara. Jika kau tidak cantik, setidaknya jaga mulutmu." Kalimat Donny membuat Kathy tercengang.

Emma dan Poppy sontak menatap Donny dengan tidak percaya.

"Kau.."

"Hah.. Nafsu makanku sudah hilang." Donny bangkit berdiri untuk memotong Emma yang ingin protes pada ucapannya barusan.