Pagi hari dengan hujan lebat serta gemuruh yang hebat Thili terbangun dengan perban dilehernya, ia masih merasakan sakit kepala akibat kejadian semalam.
"kepalaku.... sakit.... Apa kak Eli tidak apa apa? aku ingin menemuinya."
Dengan melihat kesekitar dia sadar bahwa teman temannya tidak ada sudah tidak ada.
"ugghhhh.... teman.... teman... *haaa....* *haaa.....* mu-mungkin mereka sudah *haa....* pada bangun duluan dan *haaa....* berada di ruang makan."
Thili berjalan keluar kamar dengan suara rintikan hujan yang deras, ia pergi ke dapur namun ia tak menemukan siapapun disana.
Kepalanya semakin sakit setiap kali ia berjalan, namun ketika ia berjalan ke ruangan utama rasa sakit dikepalanya sedikit mereda.
"ugh.. kepala ku masih sakit tapi aku mendengar kebisingan di ruangan utama, mungkin aku harus kesana."
Setibanya Thili sampai disana ia melihat Kakak tirinya disiram oleh pastur.
"Kak... Eliii..."
Kak Eli melihat kearah Thili dengan sebuah mata yang tidak memiliki sebuah cahaya harapan, semua orang melihat kearah Thili dengan tatapan mengasihaninya.
Kak Eli "Ini semua salahku Thili, kau tidak perlu marah/menyesal....", Thili "hah....?"
Thili melihat ada 2 buah koper didekat Kak Eli, dia memyadari bahwa ini semua ada kaitannya dengan kejadian semalam.
Sambil menangis Thili berteriak "Tu-tunggu!!!! Ini salahku ini pasti tentang kejadian semalam kumohon setidaknya jangan usir Kak Eli tapi usir ak-"
Kak Eli memotong kata kata Thili dan mengatakan "Thili.", "Ayo pergi."
Thili tetap bersikeras "KUMOHON AKU AKAN MELAKUKAN APA SAJA ASAL JANGAN MENGUSIR KAK ELI DARI SINI INI SEMUA SALAHKU!!!'
Kak Eli dengan tenang menjawab "Thili, kita sudah tidak memiliki tempat disini, ayo pergi bersama."
Thili hanya bisa diam mengikuti kata kata Eli. Mengikuti arahan Eli, Thili mengambil 1 koper dan berjalan keluar gereja.
Rintikan hujan membasahi seluruh tubuh, pakaian, dan koper yang dibawa. Mereka berdua tidak memiliki pilihan lain. Wajah Eli tak berubah sedikit pun, hujan yang mengguyur mereka hanya membuat suasana semakin lebih suram.
"....."
"...."
"......."
Tanpa mengucapkan sepatah kata mereka pergi menjauhi gereja, mereka pergi kedalam hutan seharian tanpa mengetahui mereka akan pergi kemana.
Mereka berjalan hingga malam hari, hujan semakin mereda. semakin dalam mereka menelusuri hutan mereka menemukan sungai.
"Kita istirahat disini, dimalam hari ini lebih baik kita beristirahat."
"...."
"Apa kau tidak lapar Kak Eli?", "Tak apa, kita harus menghemat persediaan kita. Kau saja yang makan."
Thili memakan sebuah roti yang diberikan oleh Eli. Suasananya sama sekali tidak berubah sedikit pun.
"..."
Pada akhirnya mereka berdua memutuskan untuk tidur.
"Selamat malam Thili, semoga tidurmu nyenyak."
Thili pun tidur, selang beberapa saat Eli berkata "Dan selamat tinggal."
"...."
Pagi hari pun tiba, Thili membuka matanya dan melihat sesuatu yang tak akan pernah ia lupakan dalam hidupnya. Eli menggantung dirinya sendiri dengan tali, lehernya yang tercekik, mata yang melotot dan terasa perih karena tekanan, air liur dan busa mengucur disekitar bibir, dan wajahnya berubah menjadi ungu kemerahan.
Thili merasa aneh setelah melihat semua itu, ia tahu bahwa kejadian ini adalah kejadian yang tidak akan pernah ia lupakan dalam hidupnya tetapi ia tidak merasakan apapun setelah melihat Eli.
Thili pun pergi menelusuri hutan lebih dalam dan meninggalkan mayat Eli menggantung di pohon.
bersambung...