Alston mendekat dengan wajah dinginnya, menatap sang adik dengan penuh peringatan. Alston sangat benci pelanggaran.
Edrea ketar-ketir dibuatnya, kenapa harus Bang Alston yang masuk?! Kalo saja itu adalah Cristian, Edrea akan meminta toleran walaupun sedikit saja.
Edrea menunduk "maaf bang." Ucapnya pelan, hanya itu yang dia katakan sekarang.
Keheningan sempat melanda mereka berdua, sampai pada Alston yang menarik nafas dalam "15 menit harus kebawah." Ucapnya pelan.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Alston berjalan keluar kamar dengan aura yang mengerikan.
Begitu juga dengan Edrea, dia segera pergi kekamar mandi agar tidak mendapat amukan yang kedua kalinya, Bisa-bisa satu minggu bakal diungkit terus.
Bisa dibilang kali ini Edrea sedang mandi kilat, dia benar-benar selesai dengan waktu yang singkat dan sudah berganti dengan baju tidurnya.
Sesampainya dibawah, sudah ada ketiga Kakaknya, Alston, Christian dan Max sedang bersantai disofa ruang keluarga.
Melihat adiknya turun, Max segera menggeser duduknya "sini." Ajaknya.
Edrea mengangguk dan dia melangkahkan kakinya menuju sofa dekat dengan Max.
Max tahu apa yang sedang terjadi kepada adiknya, baru saja Christian memberitahunya dan Max ingin Edrea tidak terlalu tertekan, oleh sebab itu dia menyuruh Edrea agar duduk dengan nya supaya sedikit jauh dengan Alston.
Alston menatap lurus kemata adik bungsunya "Javier sudah memberi tahu semuanya, abang mau kamu tidak berhubungan lagi dengan Darren." Ucapnya dengan sedikit tekanan di bagian nama Darren.
Semenjak tahu Edrea seperti orang stress sore tadi, Alston langsung menghubungi Javier untuk mengetahui apa yang terjadi.
Ternyata Edrea berpacaran dengan Darren Flason, Remaja yang sering ikut balapan liar. Tentu saja Alston tidak menyetujui itu semua.
"Bang." Suara Edrea tertahan, pasti saja selalu putus putus putus, Edrea kesal karena dia seperti diperlakukan anak tk.
Christian berucap "gak boleh ngebantah, Abang gak suka kamu pacaran sama dia. Gak ada baiknya sama sekali."
Saat Alston memberitahunya bahwa Edrea berpacaran dengan Darren Flason, Christian tentu marah dan tidak Terima. Bisa-bisanya Edrea mau diajak berpacaran.
Max mengangguk setuju "Rea jangan ketemu lagi sama dia, kalo papa tau Abang gak bisa bantu kamu."
Ketiganya sepakat tidak memberitahukan ini kepada Geraldo papa mereka, Geraldo sangat tidak menyukai putrinya berhubungan dengan pria selain keluarga.
Geraldo takut akan terjadi apa-apa nantinya. Karena Edrea adalah putri satu-satunya yang dimiliki keluarga besar Giotto.
Sudah tidak asing lagi dengan gosip yang dulu beradar tentang keluarga Giotto mustahil mendapat keturunan perempuan, karena keluarga Giotto dominan laki-laki dan jarang memiliki keturunan perempuan.
Saat Edrea lahir, semuanya bahagia menyambut datangnya putri yang memiliki darah Giotto ditubuhnya.
Edrea mengangguk pasrah, melawan juga percuma dan memang apa juga yang harus dilawan? Tidak ada.
"Iya deh, besok." Jawabnya pelan.
Terdengar bunyi gerbang yang dibuka, menandakan datangnya Geraldo dari perusahaannya.
Edrea melirik cemas kepada Max, takut ada yang cepu lagi dan memberitahukan kepada papanya.
"Bang.."
"Tenang aja, kami gak akan kasih tahu." Ucap Christian sambil meyakinkan.
Edrea hanya diam, entahlah dia masih kurang yakin, kalau dibayangkan Edrea akan sangat ketakutan jika papanya mengetahui ini.
Padahal dia hanya ingin merasakan seperti teman-temannya yang lain, apa harus pindah alam dulu baru bisa.
Tidak lama, pintu terbuka menampilkan Geraldo dengan setelan jasnya masuk kedalam rumah.
Geraldo menoleh ke ruang keluarga, dimana semua anaknya berkumpul disana.
"Bersiaplah, sebentar lagi makan malam." Ucapnya.
"Ya pa." Jawab Christian.
Geraldo tidak menghampiri ketiga anaknya, karena dia habis berada diluar, takut akan menularkan debu yang bisa membuat mereka sakit, terutama Edrea.
Edrea hanya diam, dia tidak berani berucap apa-apa, karena dia sudah ketahuan. Mau bicara nanti takut salah malah panjang masalahnya.
Alston meisyaratkan agar Christian dan Max pergi lebih dulu, biar dia yang bersama Edrea sebentar.
Max dan Christian bangkit lebih dulu meninggalkan keduanya, membuat Edrea menatap tidak percaya. Bisa-bisanya dia ditinggal.
Alston mulai berdiri dari duduknya dan menghampiri Edrea, tanpa Edrea sadari Alston sudah berada di dekatnya.
"Bang?" Kaget Edrea.
"Tolong jangan langgar perintah kami lagi, ini demi kamu." Ucap Alston sambil memusut pelan kepala adiknya.
Edrea menjadi lebih tenang, dia bersyukur jika Abangnya Alston tidak memperpanjang masalah.
"Ya bang, maaf."
"Ayo kemeja makan." Ajak Alston, nada bicaranya juga lebih santai.
Edrea mengangguk dan bangkit dari duduknya, lalu mereka berdua berjalan bersama menuju meja makan.
Alston selalu melakukan ini kepada adiknya, agar adiknya tidak merasa takut dan trauma didekatnya sehabis dimarahi.
Padahal Edrea juga sering diperlukan begini, tapi dia masih saja takut, takut abangnya berubah pikiran dan dia akan dalam bahaya.
Di meja makan, semua hidangan sudah tertata dengan rapi.
Di Mansion ini hanya ada pelayan paruh waktu, datang disaat dibutuhkan saja dan di dalam Mansion hanya benar-benar ditempati oleh Geraldo beserta anak-anaknya, untuk para penjaga memiliki tempat tersendiri diluar.
Geraldo sangat menjaga ketat anaknya, bisa dibilang dia tidak pernah lagi percaya dengan orang asing yang memasuki rumahnya.
Kini semuanya sudah berkumpul dan bersiap untuk makan.
Max sampai mengernyit bingung, banyak sekali hidangan yang berada diatas meja, tidak seperti biasanya.
"Pa, kok banyak?" Heran Max sambil menatap satu persatu makanan.
"Jonathan dan Jason akan bermalam disini selama tiga hari." Gelas Geraldo kepada anaknya.
Tadi saat dikantor, Jacob menelfonnya untuk memberitahukan bahwa anak-anaknya akan menginap dirumah dia selama tiga hari penuh, karena Jacob akan pergi keluar negri mengurus bisnisnya yang sedikit ada masalah bersama Tatiana istrinya.
Mau tidak mau Geraldo harus setuju, karena Jacob adalah kakak tertua, dia tidak boleh protes. Padahal anak Jacob seperti cacing penggal.
Max menggerut kesal "kok mereka kesini? Suruh kerumah om Roger aja sana."
Umur Jonathan sama seperti Alston dan Christian, dan mereka juga berkuliah di kampus yang sama, hanya beda jurusan saja.
Bedanya Jonathan dengan kedua kakaknya, Jonathan sangat membuat kesabaran Max setipis tisu dibelah 100, selalu membuat masalah dan menantangnya, jika saja Max lebih tua, mungkin Jonathan akan dia tindas.
Ting!
Ting!
Bunyi bel rumah berbunyi nyaring, menandakan ada tamu yang datang.
Ketiganya menoleh, itu pasti adalah Jonathan dan Jason.
Ting! Ting! Ting! Ting!
Bel terus berbunyi beruntun, membuat suara berisik seisi rumah.
Geraldo mencoba meredakan kekesalannya, keponakannya itu selalu saja tidak sabaran, sama sepeti orang tuanya.
"Max, bukakan pintu." Pintar Geraldo.
Max ingin protes, tapi dia tahan. Dia tidak ingin saja bukannya mempersilahkan masuk bisa-bisa Max dengan spontan mengusir kedua anak hilang itu.
Max mulai berjalan dengan ogah keluar untuk membukakan pintu.