"Kau siap?" tanya Clarine, melirik pada Anton.
"Lakukanlah," jawab Anton.
Clarine membantu Anton memberikan kenikmatan dengan mulutnya. Sementara itu tangan Anton meremas rambut Clarine, seperti menjambaknya namun pelan. Anton berdesis merasakan 'enak' atas permainan yang dilakukan oleh Clarine.
"Clarine, stop!" perintah Anton.
Clarine melepasnya dan membersihkan bibirnya sembari melirik penuh goda pada Anton.
"Biar aku saja yang bermain di atas," ucap Clarine memintanya.
"T—tunggu!" tahan Anton membesarkan matanya.
"T—tunggu apa lagi, sayang?" tanya Clarine, sepertinya ia kembali kesal, karena Anton lagi-lagi menahannya.
"Kita istirahat sejenak, ya …," pinta Anton, memasang raut yang begitu memelas dan membuat Clarine pun menghindar dari tubuh sang suami.
Percintaan mereka pun berhenti sampai di sana, belum tahu akan berlanjut lagi atau lagi-lagi harus gagal.
***
Hari sudah sore, Gisel dan Bass pun kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju ke Jakarta. Kedua anaknya terlihat tenang karena sedang tidur. Sepertinya mereka sangat lelah karena sudah puas bermain bersama kakek dan neneknya di Bandung.
Begitupun dengan Gisel. Matanya sudah sayu seperti mengantuk. Namun ia berusaha untuk tetap terjaga karena tidak ingin meninggalkan suaminya sendirian. Ia juga khawatir kalau suaminya akan mengantuk jika tidak ada teman bicara.
"Jika kau mengantuk, tidur saja, sayang," ucap Bass.
"Tidak, Bass. Aku akan menemanimu," balasnya bersikeras untuk tetap terjaga.
Gisel pun mengambil beberapa permen mint dari dalam tasnya, ia membuka bungkus permen itu dan menawarkannya kepada Bass.
"Mau?"
Bass membuka mulutnya, meminta Gisel agar menyuapkan permen tersebut ke dalam mulutnya. Gisel tersenyum dan ia pun kemudian membuka lagi bungkus permen yang lain dan memakannya sendiri.
Perjalanan mereka masih panjang dan Gisel sudah tak tahan lagi menahan kantuknya. Tanpa ia sadari, matanya pun perlahan terpejam dan Gisel pun tertidur sembari memangku Kayla.
Bass sesekali melirik ke arah Gisel. Ia tersenyum dan memberi usapan lembut pada bahu sang istri. Memahami kondisi Gisel yang lelah, Bass pun sengaja tidak membangunkan Gisel dan membiarkan dirinya terjaga sendiri karena menyetir.
***
Hari sudah gelap dan Bass pun menepikan mobilnya di depan kediamannya. Mereka sudah tiba di Jakarta dan Bass pun membangunkan Gisel secara perlahan.
Mata Gisel terbuka, ia bangun tanpa tersentak.
"Sudah bangun?" tanya Bass menyapanya.
"Sudah sampai?" Gisel balik bertanya karena tidak sadar kalau mereka telah berada di depan rumah. Tidurnya sangat nyenyak.
"Biar aku bantu menggendong Kay. Kau bangunkan saja Kean," ujar Bass, mengambil alih Kayla dan membawanya keluar dari mobil. Sementara itu Gisel keluar juga dan membuka pintu belakang, membangunkan Kean yang masih tertidur.
"Kean, bangun, nak. Sudah sampai," ujar Gisel membangunkan Kean perlahan, agar anaknya tidak tersentak.
Kean merenggangkan tubuhnya dan kemudian membuka matanya lebar. Ia kemudian turun dan segera keluar dari mobil. Tidak berkata apapun, Kean segera berjalan menuju ke dalam rumahnya, sembari menggarukkan kepalanya.
Gisel hanya menggelengkan kepalanya dan kemudian membuka bagasi mobil, untuk mengeluarkan seluruh bawaan dan juga belanjaannya dari Bandung.
"Biar aku saja. Kau urus saja Kean dan Kayla," ujar Bass, mengambl alih barang-barang mereka yang cukup banyak.
"Baiklah. Terima kasih, sayang."
"Sama-sama. Setelah itu, mandilah dengan air hangat. Aku merindukanmu!"
Gisel tertawa kecil mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Bass. Arti 'merindukanmu' yang dimaksud oleh Bass ialah, ia yang rindu bercinta dengan Gisel. Padahal baru beberapa hari lalu ia dan Gisel bercinta saat hari anniversary pernikahan mereka.
***
Gisel keluar dari kamar mandi, tubuhnya masih terbalut oleh handuk. Sementara itu Bass duduk di tepi ranjang dengan bertelanjang dada, menunggu kedatangan sang istri. Ia merentangkan tangannya lebar, meminta pelukan dari Gisel.
"Manja," gerutu Gisel, kemudian memeluk tubuh bidang Bass. Bass pun meminta Gisel untuk duduk dipangkuannya dan Gisel pun menurutinya.
"Kau harum sekali, sayang," puji Bass, menghirup aromta tubuh Gisel usai mandi. Ia juga mengecupi punggung Gisel dan meninggalkan kesan geli.
"Bass, geli." Gisel mengelak, berusaha menghindar. Namun tangan kekar Bass berhasil menangkap tubuh mungil istrinya dan menjatuhkannya di atas ranjang.
"Sekarang kau tidak bisa berkutik lagi, Gisel. Malam ini, lagi-lagi kau adalah milikku," tutur Bass, menatap Gisel dengan penuh gairah.
Gisel hanya tersenyum, niatnya sama sekali tidak untuk menggoda Bass. Namun kejantanan Bass tiba-tiba saja menegang akibat terpesona oleh kecantikan sang istri. Bass mulai mengecup kening Gisel, lalu ke pipi dan mencium bibir Gisel, serta memberikan lumatan lembut untuk memulai percintaan mereka.
Tangannya memijat lembut gundukkan indah yang masih terbalut oleh handuk itu. Namun perlahan Bass membukanya hingga ia dapat menyentuhnya tanpa perantara apapun. Kepemilikan Bass yang sudah menegang pun sangat terasa menabrak pangkal paha Gisel. Tangan Gisel merabanya dan ia memberikan pijatan serta tarikan lembut untuk memancing gairah Bass agar permainan mereka dapat segera dimulai.
Desahan pun terdengar dan kini keduanya hampir mencapai puncak pemanasan. Bass melepas semua bagian handuk yang menutupi tubuh Gisel. Tak lupa juga ia menanggalkan handuk ke lantai, yang sebenarnya sudah terlepas sejak tadi, namun masih dapat menutupi tubuh bagian belakangnya.
Gisel meregangkan kakinya dan membiarkan Bass masuk di tengahnya, agar kepemilikannya dapat menancap dengan sempurna.
Desis Gisel terdengar kembali saat Bass memasuki kepemilikannya pada liang indah milik Gisel. Kini Bass memulai pergerakan naik turunnya dengan ritme rendah, agar permainannya tidak terlalu cepat selesai. Kedua kaki Gisel menyilang pada pinggang Bass untuk mempermudah gerakan mereka.
Bibir keduanya tetap saling memagut, meski Bass banyak diam dan tidak melumat karena fokus pada pergerakannya, ingin membuat Gisel semakin menikmati permainannya.
Rasa rindu Bass yang teramat sangat membuat dirinya melakukan percintaan itu dengan sangat baik. Bukan hanya demi kepuasan napsunya, namun juga kenikmatan sang istri yang tak akan pernah bisa melupakan betapa hebatnya sang suami.
***
Clarine menatap langit-langit kamar mandi pada kamar hotel yang ia sewa. Sudah berapa lama ia berendam pada air hangat di dalam bathup yang sudah ia isi ulang kembali agar airnya tetap hangat.
Sepertinya ia dan Anton lagi-lagi gagal melakukannya, sanga terlihat dari raut wajahnya yang seperti kecewa dan tidak senang dengan liburannya kali ini.
"Entah sampai kapan aku harus seperti ini," gumam Clarine mengeluh sendiri.
Clarine merasa kalau dirinya hebat dalam bercinta, namun sayang suaminya seperti enggan melakukannya dengan Celine.
Tok tok tok
Pintu kamar mandi diketuk, oleh siapa lagi kalau bukan Anton.
"Clarine, sudah berapa lama kau berada di dalam? Kau tidak kedinginan?" tanya Anton, seperti manusia tak berdosa. "Cepat keluar! Aku juga ingin masuk. Aku sudah menahannya sejak tadi!" perintah Anton.
Cklek
Clarine membuka pintu dengan raut yang sangat tidak mengenakkan.
"Aku ingin pulang ke Jakarta."