webnovel

TERBIASA

Dua pemuda dewasa akhirnya saling jatuh cinta, karna selalu bersama dalam ikatan pekerjaan. Namun, salah satu dari mereka sudah bertunangan. Bisakah mereka berasama?

Altwp · LGBT+
分數不夠
38 Chs

S2. dua belas

Life is drama...

Seperti kisah ini, penuh dengan derama.

"Arga... Arga... Arga...!"

Teriakan para penonton yang memanggil namanya, membuat pria nyaris telanjang bulat itu, tersentak sadar. Namun sepertinya ia sudah tidak peduli. Pria itu sedang terpaku, menatap tidak percaya, sosok yang ia rindu selama lima tahun, kini berada tepat di dekatnya--tengah menatapnya nanar.

"E.. Eza..!" Arga berteriak, melawan kerasnya musik disco, dan sorak para penenton. "Za...!" Wajahnya kini berkerut, perasaan bahagia bercampur haru, terlihat lihat jelas di sana.

"Nari... nari... nari...!"

"Lanjut... lanjut... lanjut..."

Teriakan para penonton membuat Arga kembali tersadar, bahwa ia masih berada di atas panggung, sedang menjalankan pekerjaannya. Pria itu sontak merunduk, memperhatikan penampilannya. Ia menelan ludah, lalu menyadari bahwa keadaanya sekarang, terlihat sangat menyedihkan. Melihat bagaimana tampilannya saat ini, membuat ia akhirnya tersadar. Tiba-tiba pria itu seperti tertampar, oleh rasa malu luar biasa, sekaligus jijik pada dirinya sendiri.

Hal itu lantas membuat Arga merasa takut. Ia langsung diserang khawatir, jika keadaannya ini, akan membuat Eza, merasa kecewa.

Deg!

Benar saja. Karena pada saat Arga kembali menatapnya, ia hanya melihat punggung Eza, sedang berdesak-desakan, berusaha keluar meninggalkan tempat itu.

"Lanjut... lanjut... lanjut...!"

"Arga... Arga... Arga... Arga...!"

Para penonton kembali berteriak.

Namun, Arga masih mematung menatap punggung yang mulai menghilang dibalik kerumunan orang-orang.

"Za... Eza!" Pria itu baru tersadar, kala punggung itu sudah tidak lagi terlihat oleh matanya.

Arga menelan ludah. Dengan wajah panik pria itu bergegas lari ke belakang panggung, mengabaikan para penonton yang masih berteriak mengharapkan dirinya tampil kembali.

***

"Lonte...! Kamu apa-apaan? Kenapa kamu tinggalin panggung gitu aja, Arga?"

Mengabaikan omelan Madam, Arga terlihat tergesa memasang kancing celana jeans-nya.

"Arga! Buruan balik ke panggung, penonton kecewa!"

"Maaf madam, aku nggak bisa."

Tidak peduli dengan dirinya yang masih telanjang dada--dengan wajah gelisah, ia berlari tergesa meninggalkan Madam di ruang makeup.

"Mau kemana kamu Arga!" Madam berteriak, menatap kesal punggung Arga yang sudah semakin menjauh.

"Mas, kamu mau kemana? Kenapa berenti nari. Ada apa mas__"

Kening Doni berkerut, menatap heran pada Arga yang terkesan tidak mempedulikannya. Pemuda itu menghela napas, sebelum akhirnya berjalan tergesa, mengikuti pria gigolo yang berhasil membuatnya jatuh cinta.

Arga berlari tunggang langgang melewati kerumunan orang yang masih menari-nari, di ruang diskotik. Bahkan ia sempat menabrak seseorang, hingga membuatnya terjatuh. Namun Arga tidak peduli. Pria itu terus berlari, mencari seseorang yang sangat ia rindukan selama lima tahun ini.

***

Menggunakan punggung tangan, Eza mengusap air mata yang masi mengalir, membasai pipinya. Jangan salahkan pria itu jika tidak berhenti menahan tangis. Hatinya terlalu perih, akibat rasa kecewa yang baru saja ia dapatkan.

Penantiannya selama lima tahun, harus berkahir dengan pertemuan yang sangat menyediakan. Pria yang selama ini ia nantikan, pria yang tidak bisa ia lupakan, pria yang paling disayangi, dan pria yang sangat ia cintai, ternyata sudah menjadi objek, pelampiasan nafsu para manusia yang haus akan seks.

Sebesar itu rasa cintanya, sebesar itu juga rasa sakit yang tengah ia rasakan.

Eza menelan ludah. Kemudian ia meringis menahan nyeri dibagian kaki yang kembali datang.

Mengabaikan rasa sakit dibagian kaki yang tidak sebanding dengan hatinya, Eza berjalan menggunakan tongkat, menuju tempat parkir. Pria itu melangkah tertatih dengan membawa rasa kecewa, di hatinya.

***

Langkah tertatih Eza membawa ia sampai pada tempat dimana mobilnya diparkir kan. Ia membuang napas gusar sebelum akhirnya, telapak tangan meraih pintu mobil.

Namun-

"E... Eza...!"

-suara berat dan terbata membuat tangannya menggantung di udara. Pria itu urung membuka pintu mobilnya.

"Eza...!"

Suara yang sangat akrab di telinganya, memaksa pria itu akhirnya memutar tubuh, lalu deg. Eza menelan ludah. Napasnya terasa sesak melihat pria yang sudah menghilang sekian lamanya, kini tengah menatapnya dengan bola mata yang berkaca.

Manik mata Eza menelurusi tubuh yang baru saja menjadi pelampiasan tangan-tangan nakal. Deru napas terengah, dan perutnya yang naik turun, adalah bukti bahwa pria setengah telanjang itu, sedang kelelahan.

"-za... ini aku, Arga."

Air mata Eza kembali lolos begitu saja, ketika mendengar suara itu mengalun pilu. Melihat bagaimana Arga menatapnya, ia merasakan ada kerinduan mendalam yang juga dirasakan olehnya.

"Eza," panggil Arga kembali. "Aku kangen sama kamu."

Lagi, Eza menelan ludahnya susah payah, sebelum akhirnya ia berhasil membuka suara. "Kamu, ninggalin aku."

Mengabaikan kalimat Eza, kaki Arga melangkah maju, mendekati pria yang masih mematung pada posisinya.

Rasaan rindu yang lebih mendalam, akhirnya membuat Eza melupakan rasa kecewa, dan sakit di hatinya. Pria itu mulai berjalan mendekat, dan ingin segera memeluknya erat.

Akan tetapi-

"Mas."

-seroang pemuda yang tiba-tiba saja melingkarkan kedua tangan di pinggang Arga, membuat Eza menghentikan langkah. Pira itu kembali mematung, menatap bagimana pemuda itu seperti sedang mencegah Arga untuk mendekat padanya. Detik itu juga, Eza sudah bisa mengerti, apa yang sudah terjadi diantara mereka.

Sedikit demi sedikit, guratan kecewa mulai tampak di wajahnya. Hingga akhirnya guratan kecewa itu semakin jelas terlihat nyata. Memaksa Eza memutuskan memutar tubuh, lalu berjalan mendekati mobil, tanpa kata.

"Eza!"

Mengabaikan teriakan yang memanggilnya, Eza membuka pintu, lalu masuk ke dalam mobil. "Pak, kita pulang sekarang." Perintahnya pada seorang yang tengah duduk di belakang kemudi.

"Sudah selesai acaranya, pak?" Tanya pak Tono.

Eza menghela. "Sudah." Sebisa mungkin pria itu bersikap seakan tidak terjadi apa-apa di dekat sopir pribadinya.

"Za...! Eza...! Za...!"

"Buruan pak, saya udah ngantuk." Perintah Eza kembali, mengabaikan terikan pria yang sedang menggedor pintu mobilnya.

Sesaat kemudian, pak Tono menghidupkan mesin, hingga akhirnya mobil sedan itu mulai bergerak maju.

Eza menghela napas, sambil menyandarkan kepalanya pada jok mobil bagian belakang. Ia memejamkan mata, membuat air matanya kembali lolos begitu saja. Apa yang ia lihat barusan, membuat rasa kecewa menjadi semakin berlipat.

"Eza.....!"

Dengan napas terengah Arga berdiri mematung, menatap mobil sedan yang membawa cintanya pergi.

"Eza....!" Pria itu kembali berteriak. Namun sia-sia, karena mobil itu telah menghilang di telan gelapnya malam.

Membuat air matanya, mengalir semakin deras.

Tbc