" Bapak nggak perlu lagi memanggil saya Nona! Karena saya bukan lagi kekasih Max!" kata Netta. Maman menghembuskan nafasnya, dia hanya terdiam.
" Siapa yang sakit, Pak?" tanya Netta.
" Eh! Tuan Max, Nona, eh, mbak!" jawab Maman bingung harus manggil apa.
" Panggil Mbak aja, Pak!" kata Netta.
" Tapi saya sudah terbiasa manggil Non! Gak apa-apa, ya, Non!" kata Maman.
" Terserah Pak Maman aja!" jawab Netta.
" Tuan Muda yang sakit, Nona! Tuan Muda tadi hampir pingsan dikantor!" kata Maman. Max? Tadi pagi dia baik-baik saja! Apa ini hanya akal-akalan dia saja supaya aku nggak memecatnya? Batin Netta.
" Sakit apa memangnya, Pak?" tanya Netta datar. Maman melihat sebentar wanita yang pernah dekat dengan Bosnya itu.
" Saya juga tidak tahu, Nona! Tapi sepertinya serius!" kata Maman.
" Paling juga masuk angin, Pak!" kata Netta cuek.
" Mudah-mudahan, Non! Dia tadi sangat kesakitan, dia tidak pernah seperti itu walau sesakit apapun!" jawab Maman khawatir. Deg! Pak Maman nggak mungkin berbohong, dia orang lugu! Tapi bisa saja Max menyuruhnya untuk bicara seperti itu! Dasar pria brengsek tetep aja brengsek! Batin Netta yang telah diselimuti dendam.
" Apa ada yang bernama Pak Maman?" tanya seorang perawat yang keluar dari dalam ruang IGD.
" Pak! Jangan katakan jika bapak bertemu saya!" kata Netta tegas.
" Saya tidak akan berani bicara jika tidak ditanya, Nona! Permisi!" kata Maman menganggukkan kepalanya lalu berjalan mendekati perawat itu.
" Saya Maman, suster!" jawab Maman.
" Pak Max meminta saya untuk memberikan ini pada bapak!" kata perawat itu sambil memberikan selembar kertas pada Maman.
" Terima kasih, Suster!" jawab Maman.
" Iya, Pak!" kata perawat itu kemudian masuk lagi ke dalam. Netta mengikuti gerak-gerik Maman dengan penuh selidik. Maman membuka kertas tersebut dan membacanya.
Pak Maman pulang saja
Saya nggak papa
Jangan bilang siapa-siapa kalo saya disini terutama mama
Maman melipat kembali surat tersebut dan melihat kearah Netta yang pura-pura tidak melihat. Apa aku harus mengatakan pada Non Netta? Sepertinya Non Netta memang sudah tidak perduli pada Tuan Muda! Biar besok Marni aku ajak kesini saja! batin Maman, lalu dia memasukkan surat itu ke dalam kantong celananya.
" Anak Magneto Malv Johanson!" panggil aeorang perawat.
" Ya, Suster! Bgaimana putraku?" tanya Netta dengan cepat berlari mendekat.
" Dia sudah dibawa ke ruang operasi di lantai 2! Silahkan ibu kesana!" kata perawat itu.
" Ayo, Di!" kata Netta.
Max masih meringis kesakitan memegangi perutnya, walaupun dokter telah memberikannya obat karena sakitnya memang cukup parah kali ini. Dia dibawa ke ruang perawatan yang berisi 4 orang pasien karena dia tidak memiliki uang untuk membayar dokter dan ruang VVIP. Obatnya yang begitu mahal harus ditebusnya 3 hari sekali. Sementara itu berbanding terbalik dengan Max, putranya Malvin tidur di ruang VVIP Rumah Sakit sesuai permintaan Netta.
" Tuan Muda!" sapa Maman dan Mirna saat menjenguk Max di Rumah Sakit.
" Pak Maman! Mbok mirna? Kalian kesini? tanya Max menahan rasa sakit yang masih menyerang perutnya.
" Iya, Tuan Muda!" jawab Maman.
" Maaf, saya tidak bisa duduk!" kata Max.
" Tidak apa, Tuan Muda! Tuan Muda tiduran saja!" jawab Marni sedih.
" Ini Marni bawa makanan kesukaan Tuan Muda!" kata Maman.
" Letakkan saja di atas nakas!" jawab Max.
" Apa Nyonya Besar..."
" Jangan, mbok! Tolong! Aku tidak apa-apa, besok juga pulang!" kata Max bohong.
" Tapi, Tuan Muda..."
" Aku tidak ingin mama sedih, mbok! Cukup sudah selama ini mama bersedih dan kecewa karena kelakuanku!" kata Max sedih. Mirna tahu betapa hancur kehidupan Max selama beberapa tahun ini, mamanya yang sangat menyayanginya menjadi ikut-ikutan sedih akibat kejadian itu.
" Kalian pulang saja! Rumah nggak ada yang jaga!" kata Max.
" Baik Tuan Muda! Tuan Muda cepat sembuh, ya!" kata Marni.
" Iya, mbok! Trima kasih sudah mau datang!" kata Max.
" Sama-sama!" jawab Marni.
" Kami pamit, Tuan Muda! Besok kami datang lagi!" kata Maman. Max hanya mengangguk saja, dia tidak mungkin menyuruh Maman tidak datang karena mereka adalah pengganti orang tuanya.
" Bisa tolong kalian bawakan aku pakaian?" pinta Max.
" Iya, sampai lupa! Ini, Tuan!" kata Marni mengambil sebuah tas koper kecil dan meletakkan di dekat brankar.
" Trima kasih!" kata Max meringis. Mereka langsung pergi karena tidak tega melihat keadaan majikan mereka. Marni menangis di taman Rumah Sakit karena merasa iba pada majikannya.
" Sudah, Marni! Nggak enak banyak yang lihat!" kata Maman.
" Aku hanya kasihan sama dia, kang!" jawab Marni. Sebuah tangan kecil memberikan tissue pada pasangan itu. Maman dan Marni melihat ke arah tangan itu dan menerimanya, dilihatnya seorang gadis kecil yang cantik berdiri di depan mereka.
" Kenda! Ken..."
" Mommy!" panggil Kenda.
" Ah, disini kamu rupanya!" kata Diana.
" Maafkan putri saya, Pak! Bu!" kata Diana.
" Tidak apa, Nyonya! Dia sangat baik dan cantik!" kata Maman.
" Maaf kalo boleh tahu, kenapa Ibu menangis?" tanya Diana kepo.
" Apa ada yang gawat dengan keluarga kalian?" tanya Diana lagi. Mereka berdua hanya diam saja, karena Max sudah berpesan agar tidak ada yang tahu keberadaannya.
" Tidak ada, Nyonya! Maaf, kami harus pergi!" kata Maman.
" Diana!" panggil seorang wanita.
" Ya! Aku disini!" kata Diana melihat ke arah wanita itu.
" Aku kira kamu...Pak Maman?" kata wanita itu.
" Nona Netta!" jawab Maman.
" Kalian saling kenal?" tanya Diana terkejut.
" Iya! Panjang ceritanya! Kenapa wanita ini menangis?" tanya Netta.
" Tidak apa-apa, Nona! Ini istri saya, Marni!" kata Maman.
" Apa ada yang terjadi?" tanya Netta.
" Ti...tidak, Nona! Kami permisi!" kata Maman gugup lalu pergi meninggalkan Netta dan Diana.
" Wierd couple!" kata Diana. Netta hanya terdiam saja.
" Let's go!" kata Diana lagi.
" Pergilah dulu, aku masih ada keperluan!" kata Netta.
" Ok!" jawab Diana kemudian berjalan bersama Kenda menuju ke kamar VVIP tempat Malv di rawat. Netta mengeluarkan ponselnya dari dalam celana jeansnya.
" Frans! Kamu diluar?" N
" Iya, Nyonya!" F
" Sebentar lagi ada seorang wanita dan pria separuh baya yang keluar dengan memakai pakaian batik coklat! Ikuti dia dan selidiki kenapa mereka disini?" N
" Siap, Nyonya!" F
Netta mematikan panggilannya dan memasukkan lagi ponselnya ke dalam saku celananya. Kenapa istrinya menangis? Apa ada yang terjadi dengan keluarganya? Apa si brengsek itu tidak tahu jika sopirnya sedang kesusahan? batin Netta kesal. Netta berjalan dengan menunduk karena memikirkan apa yang terjadi. Brukkk! Tiba-tiba dia menabrak seseorang.
" Maaf! Saya... Axel?" ucap Netta terkejut, setelah sekian lama dia bertemu lagi dengan teman kuliahnya itu.
" Netta! Kamu beneran Netta?" tanya Axel terkejut. Terkejut terusssssss...xixixi.
" Iya, Xel! Ini gue, Netta!" kata Netta tersenyum. Axel dengan reflek memeluk Netta dan Netta yang kaget merasa kikuk dengan keadaan itu. Segera dia melepaskan pelukan Axel.
" Sorry! Gue kelepasan! Gue cuma seneng aja ketemu sama lo!" jawab Axel.
" Siapa yang sakit?" tanya Netta membayangkan perkataan Maman kemarin jika Max sakit.
" Yang sakit adalah ...