webnovel

TANGGUH PERKASA

Ini adalah kisah seorang anak yang dianggap lemah, sering dijahili oleh beberapa temannya. Tapi saat ia dijahili, ada Lica, teman sekolah yang selalu membelanya. Di sisi lain ibunya pun selalu percaya bahwa anaknya kelak akan menjadi anak yang tangguh. Maka dari itu ia menamainya Tangguh Perkasa. Akibat ulah ketiga temannya, yaitu Badrun, Jamal, dan Tohir, Tangguh harus dikeluarkan dari sekolah. Ia pun pergi berdiri di atas batu karang di sisi laut tuk menenangkan diri. Namun tiba-tiba ia tak sadarkan diri dan terjatuh dari atas batu karang ke lautan luas. Ombak membawanya terdampar ke suatu pulau yang asing. Di pulau itu ia menemui pengalaman-pengalaman baru dalam hidupnya. Di sanalah ia bertemu dengan guru yang mengajarinya dan melatihnya untuk menjadi anak yang tangguh. Sementara itu, mendengar anaknya hilang, ayahnya berusaha keras mencari Tangguh hingga mengarungi samudra luas. Sementara ibunya pun selalu berharap Tangguh segera kembali. Badrun, Jamal, dan Tohir yang dahulu merupakan anak yang suka menjahili Tangguh, rupanya setelah dewasa mereka menjadi orang-orang jahat yang haus akan harta. Mereka tak peduli walau harus menghancurkan desa tempat mereka belajar di sekolah demi keuntungan yang mereka inginkan. Mereka juga tak peduli dengan warga desa yang tinggal di desa itu. Setelah belajar dari gurunya di pulau asing, kemudian Tangguh kembali ke desanya. Dan betapa kagetnya ia ketika melihat kondisi desanya hancur tergusur. Ia juga tak menemukan ayah dan ibunya di kampungnya itu. Bersama gurunya, dan kedua sahabat lamanya, Tangguh berjuang tuk mengembalikan desanya seperti sedia kala. Mereka sempat menggelandang di Jakarta, sempat pula mereka merasakan dinginnya ruang di balik jeruji besi. Di sisi lain, di tengah perjuangan itu, ia bertemu kembali dengan Lica. Tangguh pun sadar kalau ia memiliki perasaan mendalam pada Lica. Tapi ia terkejut karena Lica yang dulu selalu membelanya ketika ia dijahili, justru saat ini bersama Badrun. Namun ternyata Lica terpaksa menikah dengan Badrun karena suatu alasan. Mampukah Tangguh menyelematkan desanya dari kehancuran, dan membela seluruh warga desa? Akankah Tangguh bisa menyelamatkan Lica dari cengkraman Bandrun? Apakah Tangguh bisa bertemu kembali dengan ayah dan ibunya yang telah lama tak ia jumpai? Dalam buku ini ada untaian-untaian kata yang bermakna dan penuh inspirasi. Ada pula kejadian- kejadian lucu yang membuat kita tertawa geli, emosi yang meletup, serta semangat juang.

rivalardiles · 武侠
分數不夠
44 Chs

Untaian 24: Hari Pertama Kerja

Tangguh, Cahyo, dan Solihin bergegas pulang kembali ke rumah Pak Sobar, tempat mereka menumpang saat ini. Mereka sampai pukul setengah empat dini hari. Ketika tiba di rumah Pak Sobar, ternyata pintu tidak dikunci. Lalu dibukalah pintu itu secara perlahan dan mereka melihat Pak Sobar duduk tertidur di sofa ruang tamu. Ketika mereka datang, barulah Pak Sobar terbangun dari tidurnya.

"Ya ampun, Pak Sobar, Pak Sobar sudah lama di sini?" ucap Tangguh bertanya dan merasa tidak enak karena baru pulang.

"Ya, saya menunggu kalian di sini," ucap Pak Sobar yang tetap santun.

"Ya ampun maafkan kita, Pak," ucap Tangguh yang merasa bersalah.

"Iya Pak, maafkan kita," Cahyo dan Solihin pun ikut minta maaf.

"Ya sudah, nggak apa–apa. Sekarang kalian istirahatlah. Masih ada waktu sejam lagi sebelum adzan subuh. Eh... tapi apa kalian sudah makan?"

Mereka hanya memegang perut dan menggelengkan kepala. Suara keroncongan dari perut pun terdengar jelas.

"Ya sudah, di meja ada makanan, tapi maaf yah kalau sudah dingin."

"Pak Sobar, justru kami yang harus minta maaf karena selalu merepotkan Bapak," ujar Tangguh menundukkan muka.

"Ah sudahlah... tidak apa-apa."

"Terima kasih banyak, Pak," ucap Tangguh.

"Iya, terima kasih banyak, Pak," ucap Cahyo dan Solihin.

Pak Sobar tersenyum dan mengangguk. Sesuai namanya, Sobar, ia adalah seorang yang amat sabar.

Tangguh, Cahyo, dan Solihin makan dengan lahap, mengganjal rasa lapar yang mereka rasakan. Dan kini mereka hanya punya waktu setengah jam untuk tidur di malam itu sebelum mulai kerja di hari pertama. Tapi sialnya, rasa gerah dan keringat yang mereka rasakan membuat mereka tak bisa tidur. Akhirnya mereka tak tidur sama sekali di malam itu.

Mereka terbangun dari tiduran. Setelah shalat subuh, barulah mereka tertidur karena rasa kantuk yang mulai mendera dan memberatkan kelopak mata. Namun ketika pukul enam pagi mereka terbangun dengan kondisi masih ngantuk berat. Tapi mereka harus mempersiapkan diri untuk kerja di hari pertama. Mandi, sarapan dan berganti baju dengan baju yang baru mereka beli. Tak lupa mereka pun membalurkan minyak wangi milik Cahyo. Walaupun berat, namun mereka tetap berusaha semangat menjalani hari pertama kerja.

Persiapan yang maksimal itu ternyata membuat mereka tak sadar terhadap waktu. Tak terasa waktu sudah pukul setengah tujuh pagi, sedangkan mereka harus datang pukul tujuh pagi. Mereka bergegas dengan langkah cepat berangkat menuju kantor. Menaiki bus kota dan menghadapi kemacetan membuat mereka semakin kesal. Dan akhirnya mereka pun telat lebih dari setengah jam sampai di kantor di hari pertama bekerja.

Saat tiba di kantor, mereka langsung menuju tempat mereka bekerja, yaitu gudang. Di sana tengah diadakan rapat koordinasi yang dipimpin oleh kepala gudang. Ketika mereka datang, justru rapat yang tadinya serius berubah menjadi gelak tawa, ketika para pekerja melihat penampilan Tangguh, Cahyo, dan Solihin.

Hari itu mereka memakai pakaian yang sangat rapi, kemeja tangan panjang lengkap dengan jas, dasi, celana kantoran, dan sepatu pantovel.

"Guh, Hin, memang ada apa dengan penampilan kita. Kita kan sudah rapi begini?" tanya Cahyo sembari melihat pakaian yang dikenakannya.

"Ah, dasar bodoh. Kau kan yang punya ide supaya kita berpakaian seperti ini. Kau lihat saja pakaian pekerja yang lain, mereka memakai kaos dan handuk di leher. Kita kan bekerja di bagian gudang...!!!," kata Tangguh kesal.

"Ya maaf, aku terlalu senang karena kita diterima kerja di kantor."

"Hai, kalian ini malah ngobrol. Kalian pegawai baru kan, baru bekerja disini sudah datang telat. Kalian ini gimana, sih??!!" gertak kepala gudang memarahi mereka diiringi tawa dari para pekerja lainnya.

"Ya, maaf, Pak. Kami berjanji akan kerja sebaik mungkin dan hal ini tak akan terualang kembali."

"Oke sa....saya pegang jan...janji kalian.... wuhuhahahahaha..... hahahahahaha,"

Kepala gudang yang marah itu pun tak kuasa menahan tawanya ketika ia melihat penampilan Tangguh, Cahyo, dan Solihin, yang berpakaian terlalu rapi dengan label dan harga pakaian yang masih tergantung di kerah baju mereka.

Tangguh, Cahyo, dan Solihin, malu sekali karena sudah memakai pakaian yang paling rapi tapi ternyata mereka hanya kuli angkut di gudang dan mereka lupa membuang label dan harganya, karena berangkat terburu-buru.

"Ya sudah, sekarang kalian mulai kerja!"

"Baik, Pak."

***

"Sial betul kita, Guh, udah bela–belain ngamen, ngegedor toko orang Cina, ga tidur demi dapet baju bagus, eh ternyata malah jadi gini, malu–maluin."

"Iya nih, malah kerjaannya ngangkat yang beginian, bikin baju kotor," sahut Solihin.

"Udahlah, kalian gak usah ngeluh gitu. Udah bagus orang seperti kita ini dapet kerjaan," ucap Tangguh menenangkan mereka.

Hari itu adalah hari pertama mereka bekerja. Hari–hari yang seharusnya mereka sukai dan mereka sambut dengan semangat, justru mereka merasa malu dan sial. Di sore harinya, mereka pulang dengan tertunduk lesu. Tangguh ternyata tidak pulang bareng Cahyo dan Solihin. Itulah yang membuat Cahyo dan Solihin bertanya–tanya di manakah Tangguh sekarang. Karena setibanya di rumah Pak Sobar, Tangguh tak ada di sana. Mereka mencari Tangguh ke luar rumah dan akhirnya mereka menemukan Tangguh sedang sendiri menyepi di sebuah taman kecil di komplek. Mereka pun mendekatinya.

"Guh, sepertinya kamu sedang bersedih, ada apa?" tanya Cahyo.

"Iya Guh, yang tadi gak usah kamu pikirin," Saran Solihin.

"Oh, aku gak sedang mikirin itu, kok. Aku cuma merenung aja, dulu aku pernah berjanji pada ibuku untuk lulus minimal jadi sarjana dan bekerja di pekerjaan yang terhormat. Tapi apa Yo, Hin, aku sekarang malah jadi begini. Sekolah hancur, kerja cuma jadi kuli angkut di gudang. Dan hingga kini aku masih belum tau di mana ibu dan ayahku," ujar Tangguh menundukkan muka.

"Guh, sabar yah, kita yakin kok kamu suatu saat bisa ketemu sama orang tua kamu. Itu pula kan salah satu tujuan kita datang ke kota ini," Cahyo menenangkan Tangguh dan merangkul pundaknya.

"Betul Guh, kita akan terus bantu kamu buat nyari ibu kamu yang mungkin ditawan sama tiga penjahat tengik itu," Solihin pun ikut menenangkannya.

"Iya, makasih ya, kalian emang sahabat yang bisa diandalkan," ucap Tangguh kepada kedua temannya.

"Oh iya, kita kan sekarang sudah kerja, rasanya nggak enak ya kalo kita numpang terus di rumah Pak Sobar. Kayanya kita harus nyari kosan atau kontrakan," usul Tangguh.

"Kamu betul, Guh, Pak Sobar itu terlalu baik, terlalu sabar."

"Dan kita terlalu merepotkannya."

"Dan kita terlalu membuatnya susah."

"Yah, kalo gitu hari minggu nanti kita mulai cari kosan atau kontrakan baru."

"Betul Guh, tapi sekarang kita harus kembali ke rumah Pak Sobar, jangan sampai Pak Sobar nungguin kita lagi di ruang tamu."

"Kamu benar Hin, ayo kita pulang!"

Mereka pun kembali ke rumah Pak Sobar. Keesokan harinya mereka mulai kerja lagi. Kali ini hanya memakai kaos biasa. Baju kantoran yang rapi itu tidak dipakai lagi dan hanya digantung di kamar. Ya, mungkin mereka berharap suatu hari nanti baju itu akan terpakai ketika mereka sudah sukses.

***

Like it ? Add to library!

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

rivalardilescreators' thoughts