Brian melangkah keluar dari kamarnya setelah 5 hari mengurung diri. Kak Felix sedang memakai sepatunya karena ia akan segera berangkat ke rumah sakit. Mendengar suara langkah kaki dari arah tangga, kak Felix sudah menduga bahwa itu adalah Brian, dan ia sangat senang saat adiknya sudah mau keluar kamar. Tetapi, saat menolehkan kepalanya untuk melihat Brian, ia sangat terkejut melihat penampilan adiknya.
Brian sudah memakai seragam sekolah dan bersiap pergi. Tetapi hal yang membuat kak Felix terkejut adalah rambut Brian yang sudah dicukur habis. Kondisi ini hanya akan terjadi disaat Brian benar-benar merasa sedih, sama seperti saat mamanya meninggal dan papanya dipenjara. Bisa dibilang, hal ini merupakan tindakan pelampiasan kesedihannya. Dan juga, walaupun matanya masih terlihat sedikit bengkak, tetapi ia terlihat seperti tidak terjadi apapun. Kak Felix sangat takut jika sesuatu yang melintas di pikirannya saat ini terjadi.
"Kak, aku berangkat dulu ya. Oh ya, aku bawa motor hari ini karena mau jemput Yura dulu."
Napas kak Felix tercekat mendengar ucapan Brian. "Maksud kamu apa Bri?
"Apanya? Masa kakak nggak ngerti bahasa Indonesia sih. Aku bilang, aku bawa motor karena mau berangkat bareng Yura.
"Bri, kamu kenapa? Yura kan udah meninggal." Ucap kak Felix dengan berhati-hati.
"Kakak yang kenapa? Meninggal apanya? Jangan ngaco ah. Nggak lucu." Brian menatap kak Felix dengan marah.
"Sadar, Bri, Yura udah meninggal. Kamu nggak boleh kayak gini, kasian dia—"
"Udah aku bilang jangan ngaco! Kakak nggak denger hah?! Siapa yang bilang kalo Yura udah meninggal?!" Brian segera memotong ucapan kak Felix dan membanting gelas yang ada di tangannya.
Kak Felix tidak menyangka bahwa Brian akan seperti ini. Ia sangat sedih melihat kelakuan adiknya itu. Awalnya kak Felix berpikir bahwa Brian hanya bersikap denial terhadap yang terjadi. Tetapi, kondisi ini berlangsung lama dan Brian benar-benar beranggapan bahwa Yura masih hidup, hingga Brian dapat melihat, mendengar dan merasakan kehadiran Yura yang pada dasarnya hanya imajinasinya saja. Ia menganggapnya sebagai kebenaran yang nyata dan tak terbantahkan
Setiap kali kak Felix mengatakan kebenaran bahwa Yura sudah meninggal, Brian akan marah dan membanting apapun yang ada di hadapannya. Atau yang lebih parah lagi, ia akan pingsan. Dan setelah itu ia akan kembali bersikap dan beranggapan bahwa Yura masih hidup.
Lama-kelamaan, kak Felix akhirnya mengambil sebuah keputusan yang sangat berisiko. Ia tidak ingin adiknya terus bersedih, sehingga ia akan menuruti kemauan Brian untuk menganggap Yura masih hidup. Selain itu, ia juga meminta orang-orang di sekitarnya termasuk teman-teman Brian untuk bersikap seperti hal serupa.
Ia menganggap keputusannya ini benar dan salah. Benar karena menurutnya ini adalah cara agar adiknya tetap menjalani kehidupan seperti sebelumnya. Dan salah karena jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama, pasti akan mempengaruhi kesehatan Brian, terutama kesehatan mentalnya.
Jadi, selama ini Brian melakukan hal apapun yang berkaitan dengan Yura sendirian. Ia merayakan ulang tahun Yura sendiri, pergi makan sendiri, ke toko buku sendiri, bahkan pergi ke acara ulang tahun Jessica seorang diri. Hal yang dianggapnya ia lakukan bersama Yura, sebenarnya ia lakukan sendirian.
Ia akan pergi ke rooftop dan duduk disana seorang diri. Imajinasinya akan secara alami menunjukkan Yura ada disana. Karena tempat itu memang selalu menjadi tempat Yura untuk menghabiskan jam istirahatnya.
Saat berkunjung ke rumah Yura, Brian hanya akan berdiri di depan rumah Yura karena ia tidak dapat masuk ke dalam tempat itu. Ia akan sering berjumpa dengan warga disana setiap kali berkunjung ke rumah Yura. Warga disana pun sudah mengetahui kondisi Brian, jadi mereka akan bersikap seolah tidak terjadi apapun. Walaupun mereka kasihan kepada Brian, mereka tidak dapat melakukan apapun selain bermain peran bersama Brian.
Untuk teman-teman Brian sendiri, awalnya mereka kesulitan dan merasa tidak nyaman. Karena sangat bodoh sekali menganggap orang yang sudah meninggal masih hidup. Tetapi, jika memang cara ini dapat membantu Brian, mereka akan dengan ikhlas melakukannya.
Kesulitan yang teman-temannya alami adalah ketika Brian marah kepada mereka saat Brian merasa bahwa mereka telah mengabaikan Yura. Mereka bingung apa yang harus dilakukan. Berinteraksi dengan Yura? Bagaimana caranya? Hal ini benar-benar sangat membingungkan.
Jika memang harus berinteraksi dengan Yura, mereka bingung harus menghadap ke arah mana karena mereka tidak tahu posisi Yura dalam imajinasi Brian itu berada dimana. Mereka takut melakukan kesalahan. Tetapi, seiring berjalannya waktu, mereka sedikit terbiasa dengan kondisi ini.
Jadi, jika mereka dapat menyebut Brian "gila", maka mereka juga sama gilanya dengan Brian. Tetapi tentu saja kata gila itu sangat kasar jika diucapkan, apalagi Brian tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang itu.