***
Hari ini G Dragon melakukan syutingnya di sebuah pasar loak, ia pergi bersama Hyungdon kesana. Mereka berencana mencari beberapa pakaian disana dan akan memakainya dalam sebuah acara ragam. Tempatnya ramai, banyak orang yang menonton mereka namun Jiyong masih merasa cukup santai untuk berbelanja disana. Pakaian-pakaian disana, dijual dengan harga yang sangat murah. Jauh lebih murah daripada pakaian yang biasa Jiyong beli.
Di salah satu toko, Jiyong dan Hyungdon berhenti. Mereka melihat-lihat pakaian disana sampai Jiyong berseru kalau ia menemukan sebuah mantel bagus di salah satu hanger. Mantel itu berwarna cokelat, terlihat seperti mantel mahal keluaran YSL namun hanya di jual seharga satu kilogram apel.
Jiyong membeli mantel itu, dan begitu syuting selesai ia baru menyadari kalau ada selembar kertas dalam saku mantel itu. Di dalam mobilnya, dalam perjalanan menuju rumahnya, ia membaca tulisan dalam kertas itu.
Mereka memanggilku Lisa, sebagian orang mengenalku dan sebagian lainnya tidak mengenalku. Sebagian orang peduli padaku, tapi sebagian lainnya tidak. Sebagian orang memperhatikanku, tapi sebagian lainnya tidak. Sebagian orang menyayangiku, tapi sebagian lainnya tidak. Dalam hidupku, kurasa ada lebih banyak orang yang tidak peduli padaku dibanding mereka yang peduli.
Aku tidak ada masalah dengan mereka yang tidak mengenalku, dengan mereka yang tidak peduli padaku, dengan mereka yang tidak memperhatikanku, dengan mereka yang tidak menyayangiku. Aku bisa menerima mereka semua. Tapi akhir-akhir ini aku merasa tidak dapat mengenali mereka yang benar-benar peduli padaku. Aku penasaran, mereka benar-benar peduli padaku, atau hanya ingin tahu, atau hanya membutuhkan bantuanku. Tentu aku senang kalau mereka membutuhkanku, tapi melelahkan untuk peduli pada semua orang.
Eomma bilang, diantara tiga putrinya, aku yang paling kuat. Kakak pertamaku pernah hampir bunuh diri, kakak keduaku butuh obat untuk tidur. Eomma bilang aku harus bersabar dan membantu kedua kakakku. Tapi rasanya, aku yang justru akan mati lebih dulu sebelum mereka, aku yang akan gila lebih dulu. Aku tahu mereka keluargaku dan aku harus ada untuk mereka, tapi ini terlalu melelahkan. Memang tidak ada yang berubah dari hidupku, selain aku harus memberi waktu lebih banyak untuk keluargaku. Tapi lama kelamaan, aku merasa sangat lelah.
Si gila yang egois– kurasa sebutan itu cocok untukku. Akhir-akhir ini aku membenci hidupku, keluargaku dan semua orang disekitarku. Aku benci pada mereka yang selalu menanyakan aktifitasku. Aku benci pada mereka yang selalu menyuruhku melakukan sesuatu.
Kunci pintu asramamu– aku tahu kalau aku harus melakukannya, tidak perlu selalu mengatakan itu padaku.
Cepat kesini, ayo makan bersama– kenapa aku harus selalu makan bersamamu? Aku juga ingin makan sendirian.
Jangan makan itu, tenggorokanmu bisa sakit– tenggorokanmu yang sakit, milikku baik-baik saja.
Eonnimu butuh tirai untuk kamarnya, tolong bantu dia mencarikan tirai– apa dia tidak bisa mencarinya sendiri? Kenapa harus selalu aku yang mencarikannya.
Akan sangat melegakan kalau hidupku tiba-tiba berhenti. Aku sudah benar-benar gila.
Jiyong sudah membaca kertas itu berulang kali, namun ia tetap ragu untuk menghubungi nomor telepon yang ada di kertas itu. Mungkin yang menulis surat itu hanya orang jahil, atau seseorang yang sedang bosan. Tapi Jiyong penasaran siapa yang menulis hal-hal bodoh seperti itu dan memasukannya dalam saku mantel seperti sebuah surat kaleng.
"Sekarang masih tanggal satu Maret, masih ada waktu dua puluh enam hari sampai dia bunuh diri," gumam Jiyong membuat managernya lantas menoleh, meminta Jiyong mengulangi apa yang baru saja ia ucapkan. "Tidak, tidak ada apa-apa, aku hanya membaca sebuah kertas yang ada di dalam mantel tadi. Mungkin punya pemilik mantel ini sebelumnya,"
***