webnovel

40. Pengorbanan yang berbuah manis

"Meisya ... Meisya ... aku tahu kau masih mencintainya, kali ini biarkan Marvin sahabatmu yang akan mengambil keputusan akan hidupmu," gumam Marvin lalu dia menutup kembali pintu kamar itu.

"Lebih baik sekarang aku tidur dulu agar lebih segar memulai aktifitas besok pagi, selamat tidur Mei ... akan kudoakan kau bermimpi indah, dan kebahagiaan akan selalu bersamamu sebagai seorang sahabat aku tidak akan meninggalkanmu," batin Marvin yang membaringkan tubuhnya di atas peraduan.

Pagi-pagi sekali seperti biasanya Meisya sudah bangun, dan memulai aktifitasnya seperti biasanya. Meisya tentu saja sebelumnya sudah mandi, dan mengganti pakaiannya baru setelah itu dia ke dapur membuat sarapan pagi untuk dirinya serta sang sahabatnya Marvin. Dua puluh lima menit kemudian Meisya sudah selesai membuat sarapan yang menggugah selera, walaupun bukan masakan bintang lima namun masakannya cukup untuk mengisi perut yang lapar menjadi puas.

"Harumnya ... kau masak apa Mei? Aku jadi lapar sekali, apa masakannya sudah siap Mei? rasanya perutku mau segera minta diisi," tanya Marvin.

"Kau tunggu saja di meja makan Vin ... aku akan siapkan makanan yang kau mau itu, tapi sahabatmu ini tidak tahu apakah makanannya sesuai seleramu, atau tidak? Nah, makanan sudah siap silahkan kau nikmati," ucap Meisya.

"Terima kasih Mei, aku yakin masakanmu sangat enak seperti biasanya, andai saja kau dulu menikah denganku maka pasti aku akan menjadi pria paling bahagia di dunia, bagaimana kalau sekarang saja kita menikahnya? Bukankah kau sudah menggugat cerai suamimu, dan aku juga masih single jadi, tidak ada halangan untuk kita bersatu menjadi satu keluarga yang utuh, dan aku juga kan menyayangi anakmu seperti anakku sendiri," ungkap Marvin yang mencoba mengetes sahabatnya itu, dia lalu makan sambil menunggu jawaban dari sahabatnya Meisya itu.

Meisya yang mendengar pernyataan dari sahabatnya hanya tersenyum lalu dia duduk didekat Marvin sambil menggenggam kedua tangan sahabatnya itu.

"Marvin, kau sahabat terbaikku dari yang terbaik, tapi untuk menjadi suamiku maaf aku tidak bisa karena terus terang saja hatiku masih terisi oleh namanya, dan entah kapan baru akan hilang, aku juga sedang berusaha menghapus namanya dari hatiku, tapi semakin aku ingin melupakannya maka semakin besar rasa cintaku padanya, aku juga tidak tahu kenapa susah sekali untukku melupakannya Marvin?"ungkap Meisya sambil menangis tesedu-sedu.

Marvin yang melihat sahabatnya menangis segera menggeser kursinya lalu dia memeluk Meisya, sedangkan Meisya yang merasakan kehangatan seorang sahabat yang setia mendukungnya ketika dalam keadaan susah membuatnya menangis lebih kencang lagi.

Meisya melimpahkan semua kesedihan, dan kegundahan yang selama ini dipendamnya pada Marvin sahabatnya. "Kau boleh menangis sekarang sepuas hatimu, tapi aku pinta padamu setelah ini jangan pernah kau menangis lagi kecuali tangisan bahagia. Aku juga minta maaf kalau perkataanku tadi membuatmu teringat akan luka hatimu yang sudah coba kau lupakan itu."

"Terima kasih Marvin, dan aku juga mau minta maaf kalau sudah menyakiti hatimu dengan jawaban yang telah aku berikan, kau laki-laki yang baik pasti wanita yang menjadi istrimu nanti adalah wanita yang pling beruntung di dunia," ucap Meisya yang mulai merenggangkan pelukannya.

"Aku tidak apa-apa kau tenang saja, dan jangan terlalu khawatir kalau aku akan tersinggung dengan semua kata-katamu itu. Apa kau lupa jika hatiku sekuat baja yang tidak mudah untuk disakiti? Mei ada yang ingin kukatakan padamu," terang Marvin dengan menggantung kalimatnya.

"Kau mau ke mana Marvin? Apa kau akan pergi karena kata-kataku barusan? Apa kau juga akan meninggalkan aku seperti yang lain?" tanya Meisya yang sedikit curiga.

"Hei Nona ... aku pergi tidak ada hubungannya dengan perkataanmu itu, tapi memang karena ada keperluan mendadak. Lagian bukannya kau sendiri yang meninggalkan keluarga, dan suamimu," jawab Marvin yang membuat Meisya terdiam.

"Hah, kau ini selalu saja menyinggungku, sudah sana teruskan saja makanmu setelah itu kau boleh pergi," ucap Meisya yang kembali meneruskan sarapannya tanpa menghiraukan sahabatnya lagi.

"Sifat aslimu sudah kembali lagi ternyata, baiklah aku sudah selesai sarapan, dan mau pergi dulu ingat ya jika ada apa-apa jangan lupa untuk selalu mengabariku," pesan Marvin lalu dia pergi keluar dari rumah itu.

Marvin mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang ke arah rumahnya yang jauh di luar kota, tapi selama dalam perjalanan Marvin mencoba menghubungi keamanan rumahnya yang bernama pak Imran.

Pak Imran: Iya Tuan ada apa? Apa ada perintah untuk Bapak?

Marvin: Benar Pak, saya mau bertanya tentang pria yang mengaku suaminya Meisya itu, apa dia masih ada di bawah pohon itu bersama mobilnya?

Pak Imran: Masih ada Tuan, suaminya Nona Meisya tetap setia di tempatnya dari dua hari yang lalu sampai sekarang, dan dia juga tidak keluar dari mobilnya sedikit pun Tuan. Saya sudah mencoba menyuruhnya pergi Tuan, tetapi suaminya Nona masih tidak mau pergi juga padahal Bapak sangat mengkhawatirkan kondisinya Tuan

Marvin: Baiklah, Bapak tenang dulu, sekarang Pak Imran dekati suaminya Meisya itu berikan handphone ini kepadanya lalu biarkan saya yang akan mengurus sisanya

Pak Imran: Siap Tuan, tunggu sebentar Bapak sedang melangkah ke arah suminya Nona

Marvin menunggu pak Imran menyerahkan handphonenya, dan terdengar jelas di telinga Marvin jika Daffa sangat bahagia sekali ketika pak Imran mengatakan kalau dia mau bicara dengannya lalu beberapa saat kemudian terdengarlah suara Daffa.

Daffa: Hallo perkenalkan, nama saya Daffa Mahendra. Saya suaminya sahabatmu Meisya, apa saya benar telah berbicara dengan Marvin?

Marvin: Iya, kau benar sekali akulah Marvin. Semua tentangmu sudah kudengar dari Meisya, dan Pak Imran, sekarang apa maumu? Kenapa kau ingin aku menemuimu? Apa yang kau inginkan dariku? Apa belum cukup puas kau menyakiti hati sahabat terbaikku?

Daffa: Marvin dengarkan dulu penjelasannku, aku akan mengatakan semuanya denganmu tanpa ada yang ditutup-tutupi lagi, tapi untuk berbicara di telpon rasanya tidak mungkin jadi, bisakah kau menemuiku, atau aku yang menemuimu di suatu tempat secara private!

Marvin: Baiklah, kau temui aku besok di cafe mawar jam 4 sore, tapi sekarang kupinta kau pulang, mandi, makan, dan istirahatlah yang cukup jika besok sore aku melihatmu datang dalam keadaan kacau maka tanpa bisa diprediksi aku akan membatalkan pertemuan kita secara sepihak, apa kau mengerti yang aku katakan?

Daffa: Aku mengerti, dan aku berani jamin kalau kau tidak akan membatalkan pertemuan kita itu, walaupun hanya niat saja karena sudah lama kunantikan pertemuan ini

Marvin: Bagus, aku pegang kata-katamu itu, dan sekarang berikan lagi handphonenya pada Pak Imran lalu kau segeralah pulang ke rumah jangan sampai ketika aku pulang nanti masih melihatmu di depan rumahku