"Selamat siang Tuan, kenapa dengan wajah Tuan? Apa sudah terjadi sesuatu dengan anda?" tanya Roy ketika melihat Daffa duduk di kursi keanggaannya dengan wajah kusut.
Daffa hanya melihat sekilas, kemudian dia kembali melamun lagi, tetapi tangannya bergerak mengambil surat yang ada di saku jasnya lalu tanpa mengeluarkan suara dia memerikan surat itu pada Roy asistennya.
Roy menerima surat itu, dan membacanya. "Kenapa ini bisa terjadi Tuan? Anda digugat cerai oleh Nona Meisya, lalu apa yang akan anda lakukan selanjutnya Tuan? Maksud saya apa rencana anda?"
"Aku tidak tahu Roy karena sekarang aku tidak bisa berpikir jernih, mau marah pada siapa? Kalau mau menyalahkan juga sama siapa? Aku hanya sedang tidak mau melakukan apapun, aku hanya mau sendiri, dan aku mau tidak ada yang menggangguku untuk sementara waktu," ungkap Daffa, lalu dia berdiri melangkah ke arah pintu.
"Tuan mau ke mana? Bagaimana dengan perusahaan? Akan jadi apa perusahaan tanpa anda Tuan?" tanya Roy yang mencegah kepergian atasannya.
"Aku tidak peduli dengan perusahaan Roy, kalau mau gulung tikar tidak apa-apa karena untuk apa aku memiliki usaha yang sukses jika istriku tidak mau bersamaku lagi, bahkan dia mau menceraikan aku," sahut Daffa lalu dia keluar dari kantornya tanpa menghiraukan ucapan dari asistennya.
"Aduh gawat, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Perusahaan akan benar-benar gulung tikar jika dibiarkan seperti ini terus, sebaiknya aku menelepon tuan Tama saja," gumam Roy yang langsung mengambil handphone dari saku celananya, dan menelepon ayah Tama.
Ayah Tama: Iya Roy, ada apa kau menelepon Ayah? Apa ada sesuatu hal penting yang ingin kau beritahukan pada Ayah?
Roy: Tuan ada masalah besar yang terjadi dengan Tuan Daffa, kalau dibiarkan berlarut-larut maka akan menimbulkan kekacauan pada perusahaan
Ayah Tama: Panggil Ayah saja Roy, masalah apa yang kau maksud coba ceritakan secara perlahan-lahan? Ayah akan mendengarkannya
Roy: Iya Ayah, Tuan Daffa digugat cerai oleh Nona Meisya, dan sekarang Tuan tidak mau melakukan apapun. Saya juga tidak tahu Tuan ada di mana? Tapi yang pasti Tuan tidak mau memikrkan perusahaan, dan pergi begitu saja
Ayah Tama: Ya sudah, kalau soal perusahaan untuk hari ini kau urus dulu nanti besok Ayah yang akan mengambil alih, dan untuk Daffa biarkan saja karena jika sudah lebih baik juga pasti dia akan datang sendiri ke perusahaannya
Roy: Aah ... saya tenang mendengarnya Ayah, sebelumnya saya bingung sekali karena tidak mungkin saya sanggup mengurus perusahaan seorang diri
Ayah Tama: Tenang saja, kalau Ayah bisa akan Ayah bantu semaksimal mungkin
Roy: Terima kasih Ayah, saya senang mendengarnya
Ayah Tama: Apa masih ada yang mau kau katakan Roy?
Roy: Tidak ada Ayah
Ayah Tama: Kalau begitu Ayah tutup dulu, karena Ayah masih ada rapat dengan perusahaan asing
Roy: Siap Ayah
Setelah itu Roy mengakhiri panggilan teleponnya, dan melanjutkan lagi pekerjaannya.
Di tempat lain Daffa yang begitu keluar dari perusahan tidak pulang ke rumahnya, tetapi kembali lagi ke rumah Marvin sahabat Meisya namun masih belum mendapatkan hasil yang memuaskan.
"Aku yakin suatu saat nanti akan mendapatkan hasil yang memuaskan, aku mau melihat jika aku menunggunya 24 jam, apa dia masih belum mau keluar juga? Aku juga tidak akan menyerah sampai bisa bertemu dengan pria bernama Marvin itu," gumam Daffa, dia memarkirkan mobilnya di bawah pohon yang tidak jauh dari rumah Marvin, dan tentu saja Marvin tahu semua kegiatan Daffa.
Marvin: Pak Bagus, bagaimana dengan pria yang datang pagi tadi? Apa dia sudah pergi dari tempatnya bersembunyi?
Pak Bagus
(Keamanan rumah Marin): Belum Tuan, Pria itu masih setia menunggu di tempat awal dia bersembunyi, dan sedikit pun tidak ada niatan untuk pergi bahkan dia juga tidak keluar dari mobilnya
Marvin: Sudah berapa lama pria itu menunggu Pak? Apa Bapak tidak mencoba mengecek keadaannya? Siapa tahu dia pingsan?
Pak Bagus: Kalau dihitung dari tadi siang sepertinya kurang lebih sudah 12 jam Tuan
Marvin: Begini saja Pak, kita tunggu sampai besok pagi, kalau dia masih belum pergi juga ketika saya menelepon lagi maka besok saya akan membuat keputusan untuknya
Pak Bagas: Baik Tuan
Marvin: Bapak juga bersikap,lah biasa saja seolah Bapak tidak tahu akan kehadirannya, dan jangan lupa jaga kesehatan saya tutup dulu besok pagi saya telepon lagi
Pak Bagus: Siap laksanakan Tuan
Setelah itu pak Bagas mengakhiri panggilan teleponnya, dan kembali berjaga
"Apa kau sudah mendengar Mei? Lalu apa kau tidak kasihan dengan suamimu itu? Aku juga ingin bertanya padamu, kau itu masih mencintainya atau tidak! Kalau yang aku lihat dari usaha keras Daffa, dia sangat mencintaimu bahkan lebih besar dari cinta orang tuamu yang di penjara itu, dan apa kau masih mau keras kepala seperti ini. Kabur tidak akan menyelesaikan masalah Mei, tapi yang ada akan semakin menambah masalah yang kecil menjadi besar," terang Marvin yang mencoba membuka hati Meisya untuk memaafkan suaminya.
"Aku mendengar semuanya, tapi aku tetap tidak bisa kembali padanya karena dia telah menikah Marvin. Apa kau keberatan aku tinggal bersamamu? Apa aku juga beban bagimu? kalau begitu ijinkan aku menginap malam ini, dan besok pagi aku pasti akan pergi, dan tidak akan menyusahkanmu lagi," ungkap Meisya yang malah salah paham dengan keaikan Marin yang akan menyatukan dia, dan Daffa lagi.
"Hei, apa yang kau katakan? Aku sama sekali tidak keberatan kalau kau tinggal bersamaku berapa lama pun, tetapi apa kau tidak mendengar yang diucapkan oleh Pak Bagas tadi? Kalau suamimu sudah menunggu di bawah pohon dekat rumahku sudah hampir 12 jam tidak keluar mobil, dan juga tidak pergi, apa kau tidak mengkhawatirkannya?," papar Marvin yang membuat Meisya diam sejenak.
"Maaf Marvin, aku lelah, dan tidak mau membahas apapun lagi ku harap kau mengerti akan posisiku, selamat malam," ucap Meisya lalu dia pergi masuk ke dalam kamarnya.
"Kenapa Meisya jadi keras kepala begiu? Sangat berbeda dengan sifatnya yang asli, apa mungkin itu bawaan babynya ya?" gumam Marvin.
Misya yang berada di dalam kamar tadi bukannya tidur, tapi dia malah menangis tanpa suara. "Hubby, kenapa kau membuat aku kesulitan untuk membuat keputusan? Padaha aku sudah memberikanmu kesempatan untuk bahagia dengn istri burumu itu, tapi kenapa kau masih mau mengharapkan aku?" ucap Meisya dengan suara yang tertahan di tenggorokan.
Meisya terus menangis, dan menangis sampai dia lelah, dan tertidur. Setelah satu jam kemudian Marvin masuk ke dalam Kamar Meisya untuk mengecek keadaannya.