Matahari pagi mulai menyinari bumi pertiwi dan juga sinarnya yang cerah masuk ke sela-sela jendela kaca kamar Daffa dan Meisya. Meisya yang terkena sinar matahari langsung itu membuka matanya, dan pertama kali yang dia lihat wajah suaminya yang masih tertidur lelap.
"Entah, apa aku masih bisa menerimamu atau tidak ketika kau sudah menikah bersamanya nanti? aku sudah melihat hasil tes DNA itu dan aku yakin ayahnya akan memintamu menikahi putrinya, aku sungguh tidak bisa jika harus berbagi suami. Maaf sayang, sepertinya aku benar-benar harus mengalah dan pergi meninggalkanmu, aku begitu sangat mencintaimu dan tidak bisa jauh darimu, tapi kalau aku harus melihatmu bersama wanita lain bahkan sampai menikah dengannya sungguh aku tidak bisa." ungkap Meisya, kemudian dia merenggangkan pelukannya dan turun perlahan dari ranjang itu lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Dua puluh menit kemudian, Meisya sudah selesai mandi dan berganti pakaian, lalu dia berjalan ke arah pintu kamarnya, tetapi baru saja dia akan membuka pintu kamarnya sang suami sudah memanggilnya.
"Sayang, mau ke mana? apa sayang mau meninggalkan hubby? tolong sayang jangan pergi Hubby tidak bisa jauh darimu, kau bisa melakukan apapun pada hubby, tapi asal tidak pergi meninggalkan hubby." pinta Daffa, dia segera melompat dari ranjang dan menghampiri istrinya ketika melihat sang akan membuka pntu kamar.
"Mei hanya mau sarapan Hubby bukannya mau pergi, selama Hubby tidak menikah lagi aku tidak akan meninggalkan Hubby jadi jangan khawatir." ucap Bintang yang langsung membuka pintu kamarnya dan meninggalkan suaminya sendirian di kamar itu.
"Sayang maafkan aku gara-gara perbuatanku sekarang ada jarak di antara kita dan jarak itu aku sendirilah yang telah membuatnya, kenapa aku bisa mengenal wanita itu? apa benar kalau aku yang telah menghamilinya? kepalaku pusing sekali jika memikirkannya aaaaa ...."
Daffa berteriak sekencang mungkin setelah dia bergumam, dan secara bersamaan dengan datanglah bunda Felicia ke kamarnya.
"Ada apa Daffa? kenapa berteriak sekencang itu? apa ada masalah?" tanya bunda Felicia, dia terkejut ketika masuk ke dalam kamar Daffa dan melihat putranya berteriak kencang, sedangkan Daffa yang melihat bundanya langsung berdiri dan memeluknya.
"Bunda tolong Daffa, Daffa nggak mau ada jarak di antara kami berdua, sekarang Meisya bersikap dingin pada Daffa, bunda. Dia juga lebih suka melakukan apapun sendiri dari pada minta bantuan Daffa lagi, Daffa nggak mau seperti ini terus-terusan." terang Daffa pada bunda Felicia.
"Sabar Nak, bunda juga nggak bisa bantu kamu, tapi bunda sudah berusaha membujuk Meisya agar menerimamu kembali, mungkin Meisya masih butuh waktu makanya dia mendiamkanmu. Saran bunda kamu biarkan saja dulu, tapi bunda minta maaf ya Nak karena Meisya sudah melihat hasil tes DNA itu dan bunda rasa itulah penyebabnya Meisya bersikap dingin serta mendiamkanmu." ungkap bunda Felicia yang membuat Daffa syok seketika setelah mendengarnya.
Daffa terdiam seketika lalu dia melepaskan pelukannya pada bunda Felicia dan masuk ke dalam kamar mandi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Bunda Felicia yang melihat putranya diam membisu segera meninggalkan kamar itu dan menemui menantunya yang sedang duduk di meja makan sendirian.
"Sayang, kenapa makan sendirian? ke mana suamimu? apa dia tidak mau menemani istrinya sarapan?" tanya bunda Felicia yang duduk di dekat menantunya.
"Mas Daffa tadi sedang tidur bunda waktu Mei turun ke bawah, lagian Mei mau belajar melakukan sesuatu sendiri mulai sekarang. Mei nggak mau bergantung pada mas Daffa lagi, karena Mei tahu suatu saat nanti mas Daffa pasti akan menikahi perempuan itu." terang Meisya sambil menyuapkan sepotong demi sepotong roti ke dalam mulutnya.
"Kenapa Mei bisa berkata seperti itu Nak? kita akan mencari jalan keluar lain selain menikahinya, bunda yakin wanita itu pasti mengerti dan mau menuruti keinginan kita jadi, jangan pesimis dulu Daffa akan tetap menjadi milikmu selamanya." papar bunda Felicia menenangkan putranya.
"Mei bukannya pesimis bunda, tapi melihat sifat ayah wanita itu Mei yakin suatu saat nanti mas Daffa akan menikahinya, dia memiliki berbagai macam cara untuk bisa mewujudkan keinginannya. Mei nggak akan sanggup jika harus berbagi suami, bunda, walaupun mas Daffa meyakinkan Mei dengan berbagai macam cara, tetapi jika semua bukti sudah menyatakan mas Daffa adalah ayah biologis dari bayi itu apa yang harus kita lakukan lagi selain membiarkan mas Daffa menikahinya. Mei minta maaf bunda kalau harus menanyakan ini, tetapi kalau bunda ada diposisi Mei apa yang harus bunda lakukan? apa bunda akan mempertahankan pernikahan bunda atau malah melepaskannya?" terang Meisya, dia mengatakan semua itu tidak diiringi air mata lagi karena Meisya sudah mencoba untuk mengikhlaskan semua masalahnya pada Sang Pencipta.
Meisya menghentikan suapannya dan menatap bunda Felicia menunggu jawabannya, sedangkan bunda Felicia yang ditatap menjadi gugup pasalnya semua yang dikatakan oleh menantunya benar. Menantunya sudah melakukan hal yang benar, karena kalau bunda ada diposisi menantunya, dia juga akan melakukan hal yang sama, walaupun bunda sangat mencintai suaminya tetapi jika sebuah bukti mengatakan kalau suaminya memiliki anak dari wanita lain bunda juga tidak akan mempertahankan pernikahannya.
"Mei anggap diamnya bunda sudah membuktikan kalau Mei sudah melakukan hal yang benar, Mei hanya membutuhkan dukungan bunda agar Mei kuat hidup sendiri tanpa mas Daffa." tegas Meisya dan bunda Felicia hanya memeluk menantunya pertanda dia telah memberikan dukungannya.
"Bunda akan mendukungmu Nak lakukan apapun yang Mei anggap benar, tapi pesan bunda jangan pernah mengambil keputusan di saat Mei sedang emosi." pinta bunda Felicia, sedangkan Meisya yang mendengarnya hanya mengangguk saja.
"Bunda, Mei duluan ya mau melihat apa mas Daffa sudah bangun apa belum? karena terakhir Mei tinggal mas Daffa masih ada di ranjang." pamit Meisya setelah dia menjelaskan kemana dia akan pergi.
"Iya sayang silahkan hati-hati naik tangganya, bunda juga mau melihat ayah di kamar." sahut bunda Felicia setelah dia melihat menantunya naik ke kamarnya baru bunda masuk ke kamarnya juga.
"Bunda dari mana? suami bangun tidur itu harus dilayani, dicium, dipeluk, ini malah suaminya bangun istrinya sudah tidak ada." gerutu ayah Tama.
"Bunda dari kamar Daffa, ayah tahu nggak,-
"Nggak tahu bunda kan belum bilang." potong ayah Tama saat istrinya baru mau mengatakan sesuatu.
"Makanya kalau bunda belum selesai bicara jangan ayah potong dulu, apa ayah mau melihat bunda ngambek?" canda bunda Felicia yang pura-pura marah.
"Maaf sayang ayah hanya bercanda saja, silahkan bunda lanjutkan ayah janji tidak akan memotong pembicaraan bunda lagi." rayu ayah Tama, dia langsung memeluk bunda Felicia ketika sudah duduk didekatnya.