Kay menuruni anak tangga dengan menguap. Dia masih mengantuk tapi perutnya menggeram lapar. Salah satu hal yang membuatnya galau adalah memilih antara tidur atau makan. Sayangnya rasa lapar lebih besar dari pada rasa kantuknya. Kay menyipitkan matanya saat memasuki ruang makan, tidak ada siapa-siapa di sana.
"Apa aku bangun terlalu lambat?" Tanya Kay pada dirinya sendiri.
Dia duduk dan melihat beberapa makanan yang sudah disediakan. Tanpa menunggu lama, dia mengambil sepiring nasi goreng dengan telur dadar dan memakannya. Matanya hampir tidak terbuka namun mulutnya terus mengunyah.
"Jangan tidur di meja makan, Lexa."
Kay sedikit terkejut dan menoleh hanya untuk melihat Adrian yang hanya memakai celana pendek dan kaos berwarna abu-abu berjalan menghampirinya. Dia membungkuk dan mencium pucuk kepala Kay yang hanya membeku. Kay merasa wajahnya mulai memanas. Dia hanya bisa berkedip dan mengalihkan pandangannya ke piring, mencoba bertindak normal namun gagal.
Aku hanya lajang selama tiga tahun dan tersipu seperti gadis remaja hanya dengan tindakan sederhana seperti itu. Lagi pula dia mencium adiknya sebagai kakak, Kay, bukan mencium dirimu. Batin Kay memarahi dirinya sendiri.
Kay mengambil segelas air putih dan meminum setengah dari gelasnya lalu mulai memakan sarapannya lagi. Untung baginya Adrian tidak memperhatikan sikap canggungnya dan hanya mengambil sarapan lalu menyantapnya. Mereka makan dengan tenang sampai Kay menyadari bahwa hanya mereka berdua yang berada di ruang makan.
"Omong-omong, di mana orang tua kita?" tanya Kay setelah menyelesaikan sarapannya.
"Mereka sudah pergi pagi-pagi sekali untuk mengejar jadwal penerbangan." Jelas Adrian.
Kay menatap bingung pada Adrian dan dia menyadarinya.
"Oh, papah dan mamah sepertinya lupa memberitahumu. Mereka ada bisnis di luar kota dan kembali minggu depan."
Kay hanya mengangguk dengan mulut berbentuk o. Dia menuangkan air ke dalam gelas dan meminumnya.
"Jadi, sampai mereka kembali, kakak akan ada di sini menemanimu." Ucap Adrian sambil tersenyum cerah sedangkan Kay hampir tersedak mendengar ucapan Adrian.
Baiklah, aku harus menjaga mata dan perilakuku dalam waktu seminggu. Batin Kay.
Adrian memainkan kunci mobil sambil bersandar pada sofa ruang tamu. Dia melirik ke arah jam tangannya sebelum beralih melihat ke anak tangga ketika ia mendengar langkah kaki adiknya. Adiknya tampil berbeda hari ini. Alexa yang biasanya menggunakan pakaian feminin sekarang lebih memilih pakaian kasual berupa tank top berwarna putih dengan kemeja bermotif kotak-kotak berwarna senada dengan celana denim yang dipakainya, serta sepatu kets berwarna putih. Adrian melihat adiknya dari atas hingga ke bawah, ini adalah pertama kalinya dia melihat adiknya memakai pakaian seperti ini. Biasanya Alexa akan menggunakan dress atau baju feminin lainnya dan tidak lupa membawa tas keluaran terbaru yang dibelinya. Saat ini, Alexa memakai pakaian kasual dengan topi bisbol dan menggunakan tas selempang kecil.
"Maaf menunggu lama, kak." Ucap Alexa begitu berdiri di depan Adrian yang hanya berkedip.
"Oh..ya..tidak apa-apa. Ayo kita pergi." Ajak Adrian dan berbalik ke arah pintu.
Adrian membukakan pintu mobil untuk adiknya, yang masuk ke dalam mobil. Dia mengendarai mobilnya dengan perlahan keluar dari halaman rumah.
"Omong-omong, di mana Erik?" tanya Alexa yang sibuk memainkan ponselnya.
"Siapa?"
"Sopir yang selalu mengantarku."
"Wah, aku tidak tahu kamu tahu namanya. Saat ini dia sedang bersama papa dan mama di luar kota. Untuk itulah aku yang akan bertugas menjadi sopir pribadimu."
"Hmm..baiklah."
Jalanan tampak cukup ramai dan macet karena hari minggu, di mana semua orang pergi berlibur atau sekadar berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Adrian berbelok mengambil jalan pintas yang tidak terlalu ramai. Alexa sibuk mengutak-atik ponselnya hingga terdengar suara musik memenuhi mobil yang mereka kendarai. Dia mendengar Alexa ikut menyenandungkan lagu dengan suara kecil. Adrian benar-benar merindukan ini, menghabiskan waktu bersama Alexa. Entah menemaninya berbelanja atau mendengarkan celotehan adiknya tentang sekolah atau pelajaran. Akhir-akhir ini dia sibuk antara pekerjaan dan keselamatan keluarganya yang masih mendapatkan ancaman. Sebenarnya dia tidak ingin mengajak adiknya pergi berjalan-jalan tetapi setelah melihat perubahan adiknya, dia memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama Alexa dengan tujuan mempererat hubungan kakak adik yang sempat merenggang dan canggung setelah Alexa mengalami Amnesia.
"Ke mana kita akan pergi?" tanya Alexa yang menatap Adrian dengan tatapan bingung.
"Pusat perbelanjaan. Biasanya kamu selalu merengek dan meminta kakak untuk membelikanmu baju, tas, atau sepatu yang kamu inginkan." Jelas Adrian.
"Benarkah?"
"Iya. Apa kamu ingin pergi ke tempat lain? Tenang saja, kakak akan mengantar adikku yang paling cantik ke mana pun dia mau."
Adrian mendengar Alexa mendengus tawa sambil menatap keluar jendela. Dia melirik adiknya lalu tersenyum.
"Bagaimana kalau kita pergi nonton?" ujar Alexa yang memutar untuk menghadapi Adrian.
"Oke."
Keduanya sampai di pusat perbelanjaan dan bergegas ke arah bioskop. Adrian membiarkan adiknya memilih film yang akan ditonton ketika ia membeli popcorn dan minuman untuk mereka berdua. Begitu dia membayar makanan, Adrian melihat Alexa yang sudah menunggu di pintu masuk bioskop dan melambaikan tangan padanya sambil tersenyum. Adrian menghampirinya dan keduanya masuk ke dalam bioskop yang masih sepi.
"Omong-omong, film apa yang kita tonton?" tanya Adrian setelah menyeruput soda.
Alexa merogoh saku denimnya dan melihat judul film sebelum menunjukkannya pada Adrian. Adrian mendekat untuk melihat judul film pada tiket dan mengernyit.
"Evil Dead? Bukankah itu film horor?" tanya Adrian bingung.
Alexa memasukkan berondong jagung ke dalam mulutnya sebelum menganggukkan kepala sebagai jawaban.
"Aku dengar ini film yang bagus jadi aku mau menontonnya." Ucap Alexa setelah mengunyah.
Adrian menatap Alexa dengan tatapan heran. Sejak kapan dia suka film horor? Dia selalu ketakutan dan tidak bisa tidur jika menonton film horor, pikir Adrian.
Adrian melirik ke adiknya sekali lagi yang rupanya tidak melihat penampilan bingung kakaknya. Dia mengalihkan pandangannya pada layar bioskop ketika lampu mulai redup yang menandakan film akan dimulai. Adrian tidak percaya apa yang dilihatnya. Film ini bukan jenis menyeramkan dengan jumpscare tetapi penuh dengan adegan berdarah dan pembunuhan. Intinya ini adalah film yang tidak akan dia tonton lagi. Beberapa kali Adrian menutup matanya ketika adegan yang menunjukkan kekerasan, seperti menusuk matanya dengan pecahan kaca atau memotong tangannya dengan gergaji pemotong daging. Adrian merasakan degup jantungnya berdetak keras karena adegan-adegan yang cukup brutal dan perutnya mulai terasa mual dengan adegan-adegan itu. Dia bisa merasakan keringat mengucur di dahinya meski AC di dalam bioskop sangat dingin. Dia tidak percaya adiknya menonton film ini dan dia yakin Alexa akan masuk ke kamarnya karena tidak bisa tidur setelah melihat film ini. Adrian melirik adiknya untuk melihat reaksi Alexa. Dia berharap melihat Alexa dengan ekspresi ketakutan seperti dirinya tetapi yang dia lihat sangat mengejutkannya. Alexa duduk bersandar pada kursi sambil sibuk memakan berondong jagungnya dengan tatapan tertuju pada film. Dia tampak santai. Bukannya ekspresi takut seperti yang ditunjukkan penonton lainnya termasuk dia, Alexa hanya menatap layar dengan tatapan bosan. Adrian berkedip dengan tidak percaya melihat adiknya. Alexa sepertinya menyadari bahwa dia menatapnya terlalu lama sehingga Alexa menoleh ke arahnya lalu mengangkat alisnya. Adrian mengalihkan pandangannya kembali pada layar. Dia tidak tahu harus berkata apa karena perubahan pada adiknya yang sangat drastis.
Keduanya keluar dari bioskop setelah film selesai dan memutuskan untuk ke restoran karena Alexa merasa lapar. Adrian memanggil pelayan ketika keduanya memutuskan makanan yang ingin di makan. Dia melihat Alexa yang bersandar pada kursi sambil mengedarkan pandangannya di restoran. Adrian memperhatikan Alexa dengan saksama sambil memikirkan tentang sikap Alexa yang tidak seperti dirinya. Dia berpikir Alexa mulai bertingkah aneh setelah bangun dari koma, adiknya seperti orang lain. Pikirannya terputus ketika pelayan datang membawakan pesanan mereka dan keduanya sibuk menikmati makanan. Adrian sendiri mengunyah makanannya sambil sibuk memikirkan perubahan adiknya. Dia melirik adiknya yang sibuk dengan makanannya dan mengalihkan pandangannya ke piringnya sekali lagi. Kupikir aku benar-benar harus bertemu dengan dokter Alexa dan membicarakan soal ini, pikir Adrian.
"Jadi, ke mana kita selanjutnya?" tanya Alexa tanpa mengalihkan pandangannya pada makanan.
"Terserah. Apa kau tidak ingin berbelanja?" tanya Adrian.
Alexa menggelengkan kepalanya lalu menjawab
"Bagaimana jika kita membeli minuman dan cemilan untuk dibawa ke taman. Aku benar-benar butuh pemandangan hijau saat ini." Ujarnya sambil mendesah.
Adrian melihat adiknya yang tampak lelah dan dia hanya mengangguk.
Keduanya duduk di taman dengan kaki terjulur menatap anak-anak bermain di kejauhan. Udara terasa sejuk menerpa wajah mereka dan matahari tidak terlalu terik hingga mereka menikmati suasana santai ini. Keduanya hanya menikmati keheningan yang nyaman namun pada saat bersamaan itu cukup aneh untuk Adrian karena biasanya adiknya tidak pernah berhenti bicara jika mereka sedang berdua seperti ini. Akhirnya Adrian memutuskan keheningan dengan pertanyaan yang ingin ia ajukan setelah adiknya terbangun dari koma.
"Lexa, aku dengar dari Lily tentang Miller." Ucap Adrian.
Tidak ada jawaban dari Alexa. Adrian tidak ingin menekan adiknya tetapi berpikir bahwa dia lebih baik tahu agar kejadian seperti dulu tidak kembali terulang. Adrian ingin bertanya sekali lagi tetapi terhenti ketika dia mendengar Alexa mulai berbicara.
"Aku menyukai Miller yang sayangnya dia tidak membalas perasaanku. Dan rupanya itu karena dia berkencan dengan salah satu teman dekatku bernama Naura." Ucap Alexa tanpa ekspresi.
"Apa kau marah? Atau sedih?"
Adrian mendengar Alexa menghela nafas sebelum menjawab
"Aku tidak tahu." Jawabnya singkat.
Adrian menoleh pada Alexa dengan tatapan bertanya. Alexa menatapnya sambil tersenyum.
"Bertanyalah padaku lagi ketika aku ingat semuanya."
Adrian hanya tersenyum dan mengangguk.
"Bagaimana denganmu, kak? Kenapa kamu masih lajang ketika kamu sudah memiliki segalanya?" tanya Alexa santai.
"Kenapa? Apa kamu akan bertindak seperti mama, menjadi mak comblang?" tanya Adrian sambil terkekeh, yang diikuti oleh Alexa.
"Tidak, aku hanya penasaran."
"Hmm...aku tidak memiliki kriteria yang berat sebenarnya."
Alexa mendengus sebelum berkata.
"Aku yakin cantik adalah salah satu kriteria yang wajib."
"Hahaha...aku rasa begitu tapi dia tidak harus cantik seperti model atau barbie. Bagiku, dia hanya harus cantik untukku dan memiliki karakter yang kuat serta hati yang baik."
"Yah, kau adalah lelaki yang baik. Aku yakin wanita baik mana pun akan menyukaimu dan kau akan membuat mereka bahagia menjadi pasanganmu kelak." Ucap Alexa pelan.
Adrian menoleh ke arah Alexa setelah mendengar kata-kata yang diucapkannya. Dia hampir lupa bahwa yang duduk dan berbicara dengannya adalah adiknya. Alex tampak berubah. Tidak hanya sikap, kata-kata yang dilontarkannya selalu tampak dewasa yang tidak sesuai dengan usianya. Alexa menoleh ke arahnya dan tatapan mata mereka bertemu. Mereka hanya saling menatap mata beberapa menit sebelum akhirnya Adrian mematahkan tatapan mereka. Adrian merasa perasaan aneh ketika menatap mata Alexa. Orang mengatakan bahwa mata adalah cerminan dari jiwa seseorang. Apa yang dilihatnya membuat Adrian merasakan perasaan kasih sayang yang berbeda dari rasa sayang untuk adiknya. Sesuatu mendesir di dalam dadanya yang membuat dia gugup.
Apa yang kupikirkan? Kenapa aku merasakan perasaan ini pada adikku sendiri? Ini tidak bisa terjadi. Ini salah. Pikir Adrian.
Pikirannya pecah ketika Alexa mengatakan bahwa dia ingin pulang, yang disetujui oleh Adrian tanpa berpikir dua kali. Dia harus memikirkan apa yang dirasakannya. Adrian membantu Alexa yang mengemasi sampah makanan dan minuman bekas mereka dengan tergesa-gesa. Dia tidak tahu kenapa tetapi Alexa sepertinya terburu-buru ingin pulang. Begitu mereka selesai, keduanya masuk ke dalam mobil tanpa berkata apa-apa. Adrian mengendarai mobil dengan kecepatan sedang tetapi ia masih tenggelam dengan pikirannya sendiri. Adrian menggelengkan kepalanya dan mulai berfokus pada jalanan. Dia melirik ke arah Alexa yang tidak berbicara sama sekali. Dia takut adiknya merasakan suasana canggung karena Adrian hanya diam sepanjang perjalanan. Adrian melirik Alexa yang tampak tegang namun berusaha untuk tenang.
Apa aku membuatnya merasa tidak nyaman? Batin Adrian.
Adrian berdeham untuk menghilangkan kecanggungan. Sebelum dia mengatakan sesuatu, Alexa berbicara terlebih dahulu yang membuatnya heran dengan ucapannya.
"Jangan mengambil jalan alteratif. Jalankan mobil ke jalan yang ramai." Ucap Alexa yang setengah memerintah.
Adrian mengernyitkan dahinya tetapi menolak permintaan Alexa karena lalu lintas sangat padat. Dia tidak ingin menghabiskan waktu dengan terjebak kemacetan sehingga dia berbelok untuk mengambil jalan pintas. Adrian mendengar Alexa mengerang frustrasi sambil mengikat rambutnya dan sesekali matanya melirik ke arah kaca spion.
"Alexa, ada apa denganmu?" tanya Adrian yang bingung.
"Fokuslah pada jalan dan tingkatkan kecepatan." Perintah Alexa, yang hanya membuat Adrian semakin bingung.
"Hei, kau ini kenapa?" tanya Adrian setengah membentak.
Dia merasa bersalah karena berteriak pada Alexa namun melihat wajah Alexa yang tegang membuat Adrian merasa khawatir.
"Ada yang mengikuti kita."
Adrian merasa membeku selama beberapa detik sebelum Alexa menepuk bahunya untuk kembali fokus pada jalanan. Adrian menaikkan kecepatan mobil seperti yang diperintahkan Alexa. Adrian tidak tahu kenapa dia mengikuti arahan Alexa tetapi dia hanya menurutinya. Mobil melaju dengan cepat, menghindari beberapa motor yang melintasi jalan itu. Adrian berpikir mereka sudah aman sebelum dia mendengar umpatan dari Alexa yang membuatnya menoleh. Tiba-tiba sebuah hantaman mengejutkan Adrian sehingga ia mencoba menyeimbangkan kemudi mobil. Adrian menoleh ke sisi kanan dan dia bisa melihat sebuah mobil hitam berjalan beriringan dengan mobilnya. Kaca mobil sangat gelap sehingga Adrian tidak bisa melihat pengemudi di dalam mobil.
"Kau harus menabrak mobil itu." Ujar Alexa dengan tenang.
"Apa? Aku tidak bisa."
"Kau harus. Dia akan membunuh kita berdua jika kau tidak melakukannya."
Adrian menoleh ke arah Alexa dengan tatapan heran. Sebelum dia mengajukan pertanyaan, Alexa memutar kemudi yang masih dipegang Adrian hingga menyebabkan kedua mobil berbenturan cukup keras. Adrian terkejut dan menyeimbangkan kemudinya lagi sambil melihat mobil yang mengejar mereka hampir kehilangan keseimbangan. Sayangnya tidak butuh waktu lama mobil itu kembali menyejajarkan posisinya seperti semula meski tidak sedekat sebelumnya. Adrian menyadari Alexa membuka sabuk pengamannya lalu berpindah ke kursi belakang. Tiba-tiba Adrian mendengar suara tembakan yang memekakkan telinganya. Dia merasakan rasa sakit yang menyengat dan kehilangan kendali pada mobil. Adrian berusaha menyeimbangkan kembali dan berusaha menepikan mobil. Begitu dia melakukannya, dia melihat darah segar yang keluar dari lengan kanannya dan rasa perih yang menyakitkan. Pandangannya mulai kabur dan ia mencoba mempertahankan kesadarannya saat mendengar suara Alexa memanggilnya. Sayangnya, kegelapan mulai mengambil alih.