webnovel

Kedatangan Tamu

Pagi-pagi buta tidur Gita terganggu dengan suara bel pintu, tidak ada yang membukakan pintu sebab semua para pelayan pulang kampung. Entah siapa yang mengganggu tidurnya.

Dimana seharusnya sepasang Suami Istri berada di satu kamar, namun tidak untuk pasangan satu ini. Mereka tidur di kamar yang terpisah, bahkan Gita justru berada di tempat bekas gudang pada lantai dua yang kini dengan kerja kerasnya mulai dari membersihkan dan merapikan telah menjadi kamarnya.

Rumah Suaminya juga sangat berbeda dengan yang dia lihat. Bahkan saat pertama kali datang Gita justru menganggap bukan seperti rumah, namun seperti mall. Rumahnya yang besar, terdapat banyak ruangan. Bahkan selain Melawati akses tangga, pada rumahnya juga terdapat lift.

"Sebentar," ucap Gita yang berjalan ke arah pintu keluar.

Walaupun semua pelayannya pergi, namun masih tersisa satpam yang menjaga rumahnya.

Ceklek!

"Tante... Dirga... ayo silahkan masuk!" ucap Gita menyambut kedatangan mereka.

"Dimana Hito?" tanyanya.

"Mas Hito masih tertidur," jawab Gita. Pandangannya teralihkan terhadap seorang pria dengan tampang kusut.

Tidak lama kemudian teriakan anak kecil membuat Gita tertawa, dari arah belakang Tante Hito berdiri. Dia melihat adik Dirga yang tengah berlari sambil menggendong tas bergambar robot.

"Kakak Gita kok ada di sini?" tanyanya yang mengenali Gita.

"Ini rumah Kakak sayang," jawab Gita sambil berjongkok mensejajarkan tingginya terhadap adik Dirga itu.

"Benarkah, yeay... aku akan tinggal bersama dengan Kakak cantik." Dia bersorak ria sambil loncat-loncatan.

"Diam, kamu pergi main di depan dulu sana!" Tiba-tiba saja Ibu Dirga berucap terhadap putra kecilnya yang sedang berbahagia karena kehadiran Gita.

Gita dapat melihat itu, kalau Ibu Dirga masih sangat marah padanya. Kejadian saat itu dia sudah minta maaf, tapi tetap saja. Dan sekarang dia yang mengetahui kalau Hito dan Dirga bersepupu, bagaimana? Apakah Ibu Dirga akan marah dengan dirinya, kalau pada nyatanya kita semua bersaudara?

Ibu Dirga melangkah masuk ke dalam, sedangkan Dirga yang sejak tadi diam entah mengapa ikut dengan sang Ibu. "Ini bawakan koper saya dan tunjukkan dimana kamar kami?" Koper yang ada ditangannya dilemparkan begitu saja ke arah Gita, sontak membuat Gita terkejut dengan sikapnya barusan.

"Iya Tante, tapi tunggu Mas Hito ya soalnya dia yang tahu kamar kalian,"  jawab Gita yang sedang meraih koper tersebut.

"Apa ini, kenapa Gita mau saja diperlakukan seperti itu dengan Mama?" celetuk Dirga dalam hati. Dia tidak berani membuka suara, menatap dan tersenyum terhadap Gita, kini Dirga tengah berusaha melupakan dan menutup pintu hatinya. Namun akankah bisa ketika mereka justru tinggal satu atap?

Dan perilaku orang tuanya barusan, dia masih saja sama. Ya dia peduli terhadap Gita, dia juga tahu ini kesalahan orang tuanya yang bersikap semaunya terhadap Gita. Padahal terlihat jelas kalau Gita adalah pemilik rumah ini juga.

"Apa Suami kamu akan lama bangunnya?" tanyanya.

"Aku kurang tahu Tante, coba aku ke kamarnya dulu ya," jawab Gita melembut.

Dia pun berjalan menuju kamar sang Suami, meninggalkan mereka yang sedang berada di ruang tamu. "Dari kamar Mas Hito nanti aku akan langsung ke dapur deh membuatkan mereka cemilan dan sekaligus makanan." Dia berucap sendiri saat sedang dalam perjalanan.

Tok!

Tok!

Dia mengetuk pintu kamar Suaminya, namun tidak ada jawaban juga. Kembali lagi dia ketuk berharap Suaminya dan telah bangun dan cepat-cepat membukakan pintu untuknya.

Tok!

Tok!

"Apaan si ini pagi-pagi sudah ganggu." Terdengar suara seseorang pria marah-marah dari dalam. Tiba-tiba saja Gita gemetar ketakutan, dia takut kalau dirinya dihukum kembali.

Ceklek!

Pintu terbuka, terlihatlah wajah Hito yang tampan apalagi ketampanannya bertambah ketika pria itu bangun tidur. Dia jadi sedikit membayangkan jika mereka tidur bersama, dan setiap dia pagi-pagi atau bangun tidur di sampingnya selalu saja dikejutkan dengan wajah tampan Suami.

"Masih pagi, bisa tidak usah ganggu orang tidur?"

"Maaf, di depan ada Tante kamu. Dia sudah bawa koper," jawab Gita menunduk. Padahal memang dia merasa bersalah telah mengganggu tidur nyenyak Suaminya.

"Menyusahkan saja," celetuk Hito dan melangkah.

"Mas." Gita memanggil Suaminya.

"Ada apa?" tanya Hito dengan wajah yang datar.

"Dimana mereka akan tidur? Jika mereka tinggal di rumah kamu. Aku... tidur di kamar yang sebelumnya, tidak bersama dengan kamu? Lantas bagaimana mereka tahu kalau kita selalu saja menjadi asing?"

"Kamu pikir aku peduli? Biarlah lagi pula aku tidak mencintai kamu," jawab Hito acuh dengan perkataan Gita barusan.

Gita menunduk sedih, benar Hito memang sama sekali tidak peduli dengan perasaannya, bahkan sedikit pun tidak ada.  Padahal Gita pikir dengan kedatangan saudara Hito mungkin dia akan ada perubahan, contohnya memerintahkan Gita untuk tidur bersama di kamarnya, secara bagaimana jika ketahuan kalau mereka pisah ranjang? Apa yang nanti dipikiran mereka?

***

Dia tidak memiliki semangat untuk hari ini, bukan karena kedatangan saudara jauh Suaminya namun melainkan sikap sang Suami. Bagaimana jika mereka tahu kalau rumah tangganya tidak baik-baik saja? Bahkan sejak pertama hari pernikahan.

Kini Gita tengah berada di dapur untuk membuat makanan. Rumah sebesar ini Gita yang akan mengurusnya beberapa Minggu ke depan, dia tidak peduli. Memang sudah tugasnya sebagai seorang Istri, tidak usah juga manja atau mengharapakan pelayan baru. Bahkan terkadang Gita suka berpikir kalau menggunakan pelayan justru menghamburkan uang. Tapi sepertinya kekayaan Suaminya tidak akan habis hanya dengan itu.

"Dor!"

Seseorang mengejutkan dirinya, tangannya yang besar menyentuh pundak Gita. Sontak dia memutarkan tubuhnya. "Dirga," celetuk Gita.

Bukannya merasa bersalah Dirga justru menunjukkan deretan giginya, tersenyum manis menjawab panggilan Gita.

"Kamu ngapain?" tanya Gita bingung.

Entah mengapa dirinya merasa canggung terhadap kehadiran Dirga sekarang, apalagi dengan Dirga yang telah mengetahui kalau Gita memiliki seorang Suami. Terlebih lagi mereka tinggal bersama.

"Aku tadi mau ke kamar mandi, eh... justru tersesat ke sini," jawab Dirga sambil menggaruk tengkuknya ditambah dengan senyuman lebar yang ia berikan.

"Kamar mandi ada di sana," ucap Gita dengan menunjukkan dimana letak kamar mandi berada.

"Aku mau bertanya, kamu dengan Hito bagaimana bisa menikah?"

Pertanyaan Dirga barusan membuat jantungnya berhenti berdetak seketika, dia bingung bagiamana harus menjawab. Tidak mungkin bukan dia menjawab kalau dirinya mengenal Hito baru beberapa Minggu sama seperti mengenal dia. Bahkan antara Dirga dan Hito dia lebih sering bertemu dengan Dirga. Namun tiba-tiba saja Hito melamarnya, dan dalam waktu dekat tanpa persiapan mereka menikah.

Lalu apakah Gita juga harus menceritakan tentang pernikahan mereka yang hancur ini, rencana Hito yang ingin membalas dendam tentang kematian Ibu dan Ayahnya? Atau mungkin Gita harus menceritakan kalau dirinya sudah sering disakiti?

Rasanya sangat tidak mungkin kalau dia menceritakan hal tersebut, bagaimana pun juga sejahat apapun Suaminya, dia tidak akan mengumbar itu semua di hadapan orang lain.

"Aku dan Mas Hito.... "