Sepuluh menit telah berlalu dan sesuai perkataan Rain, tubuh para monster sudah menggunung dengan noda darah biru menggenang di mana-mana. Tapi, keempat laki-laki tersebut masih menghabisi mereka tanpa ada tanda-tanda akan berhenti dan justru makin mengganas.
Pemandangan mengerikan tersebut berhasil menarik perhatian para murid yang kemudian menonton tanpa ada lagi rasa takut. Salah satu kebodouan yang dimiliki penduduk kerajaan Indera. Bukannya lari atau mencari pertolongan, mereka justru datang menikmati seolah ini adalah sebuah pertunjukan.
Tak ada habisnya. Itulah kalimat pertama muncul dalam benak mereka, melihat lubang besar di tengah lapangan masih memuntahkan para monster. Pasukan kerajaan telah datang, namun melihat keadaan di dalam barrier, merupakan pilihan terbaik untuk membiarkan keempat remaja tersebut mengambil alih situasi.
"Tapi mereka hanyalah lulusan akademi!" Sahut wakil komandan, tak setuju.
Sang Komandan menghela napas dengan kasar "Kau lebih memilih untuk melepaskan para monster itu dari barrier, Ms. Charlotte? Kau telah melihat sendiri jumlah mereka yang tak ada habisnya. Apa kau pikir kota ini dapat bertahan?"
Rambut pirang keemasannya jatuh tergerai di atas meja. Sebagai wakil Komandan dari pasukan khusus ksatria kerajaan, sulit baginya untuk mengoper tugas berbahaya, terlebih untuk anak remaja yang masih hijau! Mereka baru saja lulus! Ya Tuhan..
Ia kembali menekuni empat portofolio milik ke empat remaja itu dan kembali menggelengkan kepala membaca tak satupun dari mereka yang berada pada tingkat Red Core. Hanya Tuhan yang tahu berapa lama mereka dapat bertahan di dalam sana, menghadapi serbuan monster seperti bendungan yang bocor, mengalir deras tanpa tanda-tanda akan berhenti.
Namun, ada satu hal yang ganjil.
Matanya terbelalak lebar ketika menyadari sesuatu. Ia kembali menekuni portofolio, memperhatikannya dengan seksama. Tak satupun dari mereka melebihi tingkat Red Core, Red Core, Red Core.. Itu dia!
Ia menoleh ke belakang, memerhatikan barrier besar yang menurut seorang murid perempuan adalah ciptaan Rain atau laki-laki berambut emas kecoklatan di dalam.
Di antara keempat remaja tersebut, dialah yang paling lemah, bahkan hanya menyampai First Yellow Core. Tetapi, tingkat pertahanan barrier seharusnya berada di Last Red Core dan tak sembarang orang dapat menciptakan barrier sebesar ini. Namun, semenjak mereka datang, Rain cuma terlihat menggunakan Fire Element. Mungkinkah dia menyembunyikan sesuatu?
Wakil Komandan kembali memerhatikan sosok Half-Elf di dalam barrier, melipat lengan sembari memikirkan sesuatu. Tingkat kekuatan seseorang dapat di ukur melalui Core mereka, mulai dari White, Blue, Green, Yellow, Brown, Red, Purple, Black dan terakhir Golden Black. Masing-masing dibagi lagi menjadi tiga tingkatan, First, Second dan Last, dengan beberapa Core pengecualian seperti Azure, Zamrud, Light, Copper, Crimson, Violet, Dark dan Glittering Dark atau sebutan lainnya, versi evolusi dari tiap Core sebelumnya.
Core-core ini sangat jarang ditemukan dan jika ada yang memilikinya, maka orang itu akan menjadi aset berharga kerajaan atau kartu As kerajaan, karena kekuatan miliknya tiga kali lebih kuat dibanding Core biasa. Sebagai contoh, seseorang dengan Light Core/Yellow Core dalam versi biasa, sama kuat dengan Brown Core tingkat akhir. Jadi, bisa dibayangkan seberapa kuat seseorang yang telah mencapai Glittering Dark Core, kalau dia mampu bertahan dari siksaan awal tiap kali seseorang akan naik tingkat. Jika tidak, maka tingkat evolusi tersebut akan kembali ke versi biasa dengan kekuatan yang bahkan lebih lemah sehingga pada dasarnya mendapatkan evolusi dapat berarti sebuah berkat atau kutukan.
Namun, kasus Rain berbeda. Dia hanyalah seseorang pada tingkat First Yellow Core, tetapi kekuatan barrier berada pada Last Red Core, belum lagi ia memiliki dua elemen. Tak menutup kemungkinan ia memiliki lebih dari itu. Keberadaannya jauh lebih krusial dibanding seorang Dark Glittering Core. Dia dapat menjadi kawan yang berharga atau lawan yang berbahaya.
Di dalam sana, Rain menghunuskan pedang dengan kuat ke dalam tanah, menciptakan jalur api panjang yang kemudian menyemburkan api panas tinggi ke udara, menghabisi sebaris monster menjadi abu. Ia melihat sekitar, memastikan ketiga sahabatnya sedang sibuk, lalu mulai menembakkan bola-bola api dari tangan tanpa membaca sebuah mantra, sesuatu yang seharusnya mustahil untuk dilakukan.
Tak hanya sampai disitu. Tiap bola api yang ia tembakkan, lanjut pecah menjadi bola-bola api berukuran kecil dengan daya ledak tinggi. Mirip seperti sebuah bom cluster. Berkat itu, para monster dapat dihentikan untuk sementara selagi tiga sahabatnya menarik napas. Masing-masing dari mereka mulai kelelahan, namun adrenalin yang mengalir deras menyamarkan hal itu.
Si raksasa batu yang semenjak tadi hanya diam, kini memutar kapak, bersiap untuk maju. Tampaknya dia telah selesai mengukur kekuatan Rain dan mengambil keputusan bocah tersebut tidaklah berbahaya. Ia melakukan hal yang sama, melempar kapak ke arah Rain, tetapi juga sekaligus melompat maju. Kaki kanan dihentakkan dengan kuat ke tanah, memunculkan deretan tanah keras yang bergerak maju dengan cepat ke arah Rain. Remaja itu telat menyadari sebongkah tanah bebatuan muncul di depan mata, berhasil menghancurkan lingkaran sihir emas miliknya dan menghantam dia kuat ke dinding barrier. Tanah bebatuan itu menahannya di sana, cukup tinggi dari permukaan, di mana tiap kali dirinya bergerak, bongkahan tanah bebatuan tersebut makin mendorong hingga kini dada Rain terasa sesak.
Ketiga sahabatnya ingin membantu, tetapi mereka tertahan oleh kumpulan monster yang makin mengganas. Mereka cuma mampu bertahan tanpa menyerang balik sambil sesekali melirik ke arah Rain yang mulai sesak napas.
Dia memutar-mutar kapak besi dengan santai, seakan semua ini hanyalah permainan. Si raksasa batu berhenti tak jauh di bawah Rain, menengok ke atas sembari menyeringai senang. Ia menangkap pegangan kapak, mengambil ancang-ancang lalu melemparnya kembali tepat ke arah Rain dengan senyum penuh kemenangan menghias wajah.
Wakil komandan bangkit berdiri dari kursi, berniat menyelamatkan laki-laki itu, namun yang terjadi berikutnya membuat langkah dia terhenti di tempat dan tak hanya dia seorang diri. Tiap orang diam mematung menyaksikan pemandangan di depan mata.
Ketika Rain sudah siap mengeluarkan Lightning Element, cahaya terang kemerahan mengalihkan perhatian. Di depannya, Kevin menahan kapak uang sedang berputar kencang dengan lingkaran sihir oranye-kemerahan. Tangan kanan dia yang terulur ke depan tak lagi tampak seperti tangan manusia, melainkan bersisik keras. Sepasang sayap merah terbentang di belakang punggung, mengepak pelan, mengeluarkan bunga-bunga api yang tampak indah.
Kevin menoleh ke belakang punggung, memperlihatkan bola mata berwarna hijau-keemasan dengan retina yang tampak seperti milik reptil. Ia tersenyum, memperlihatkan gigi-gigi runcing "Maaf telah merahasiakannya" Ucap dia dengan perasaan bangga, lalu kembali menghadap raksasa batu yang tampak tercengang "Hei! Buruk rupa! Kukembalikan ini padamu!"
Lingkaran sihir Kevin mengeluarkan sinar terang, kemudian mementalkan kapak besi besar tersebut kembali ke arah raksasa batu yang ikut terhempas ke belakang ketika berusaha menangkap gagang kapak. Ia terguling-guling di atas tanah, lalu menghantam kuat barrier hingga tanah ikut bergetar.
Ekor merah panjang Kevin mengibas-ngibas gembira, sesuatu yang baru saja Rain sadari. Dia memiliki ekor!!
Bongkahan tanah bebatuan itu retak dan runtuh ke bawah. Rain mendarat dengan aman, memerhatikan sosok Kevin yang kini tampak berbeda. Bisa dibilang, dia terlihat lebih tampan dibanding sebelumnya. Namun, yang paling mengesankan ialah perut yang mulai membuncit itu tergantikan dengan eightpack serta penuh otot yang kuat dan keras. Sebuah pemandangan indah bagi murid perempuan yang mulai menjerit histeris di luar barrier.
Raksasa batu kembali berdiri, menatap sosok Kevin yang tampak malu mendengar sahutan serta pujian para gadis, dengan penuh dendam. Ia mencengkram kuat gagang kapak, meraung keras dan berlari ke arah Kevin dengan langkah-langkah lebar, peretak tanah. Kevin yang masih tertegun melihat pergerakan milik raksasa batu, telat menghindari ayunan kapak, terlempar ke samping dan ketika akan bangkit berdiri, kaki besar raksasa batu telah menyambut wajahnya. Kepala Kevin terhantam kuat ke tanah dengan kepulan debu tebal menyebar ke segala arah disertai retakan tanah di sekitar. Raksasa batu tampak puas, tetapi ketika merasakan adanya pergerakan di bawah, ia melompat menjauh.
Kevin terbatuk-batuk, berusaha bangkit berdiri meski darah segar mengalir turun dari atas kening. Pandangannya berkunang-kunang dengan pening uang serasa akan memecahkan kepala. Ia berterima kasih pada diri sendiri karena menggunakan wujud naga sebelum bertarung melawan raksasa sialan itu. Ia bisa saja sudah mati sekarang, melihat kondisinya yang buruk bahkan sesudah menggunakan wujud ini. Kevin menatap tanah yang remuk di belakang, bergidik ngeri membayangkan yang terjadi seandainya dia tak menggunakan wujud naga.
Raksasa batu menimbang-nimbang kembali, apakah dia harus lanjut menyerang atau menunggu remaja itu kelelahan. Menyadari dia masih belum tumbang meski dengan darah bercucuran dari kepala, membuat Kevin layak diwaspadai. Ia juga harus memperhitungkan keberadaan bocah Half tersebut. Entah mengapa, nalurinya mengatakan dia jauh lebih berbahaya dibanding si bocah naga.
Rain melihat Sang wakil komandan kini memperhatikan mereka sesudah kejadian tadi. Ia tak lagi dapat menggunakan elemen lain, selain Fire dan Light. Wakil komandan itu tampak waspada dengannya, membuat Rain berdecak kesal karena akan sedikit sulit membantu Kevin hanya menggunakan Fire serta Light Element. Panas apinya mungkin hanya akan berhasil memberi bekas sayatan tak terlalu dalam, sementara Light Element terlalu banyak menghabiskan mana.
Menurut Rain, raksasa batu itu setidaknya berada di tingkat First Purple Core, tingkat yang cukup sulit untuk dihadapi meski dengan kekuatan tersembunyi mereka. Ada niatan untuk menghilangkan barrier, namun Rain tak tega melihat 'kekacauan' setelahnya. Dengan kata lain, ia tak dapat meminta bantuan pada wakil komandan Charlotte yang terkenal dingin dan kuat itu.
Kedua remaja tersebut saling berpandangan, mengangguk lalu maju menerjang bersama. Rain yang terlebih dulu menyerang, mempersempit jarak dengan tebasan pedang api. Kemudian, Kevin muncul selagi perhatian raksasa batu teralihkan, melayangkan tinju keras yang berhasil menyentak dan membuatnya mundur beberapa langkah.
Tetapi, layaknya seorang ksatria terlatih, raksasa batu menghentakkan kaki, berbalik mengayunkan kapak seperti seorang ksatria yang benar-benar tahu cara menggunakan senjata. Kevin dan Rain menggertakkan gigi dengan kesal, menyadari dari awal raksasa batu hanya bermain-main dengan mereka.
Perubahan pola serangan yang sekarang mencakup pukulan serta tendangan, awalnya dapat mereka atasi dengan baik. Namun, seiring bertukar serangan, mereka mulai kesulitan mengikuti pola yang terus berubah-ubah. Perbedaan seorang prajurit terlatih dan remaja lulusan akademi mulai terlihat. Beberapa pukulan, juga tendangan berhasil masuk, memberikan rasa nyeri yang sukar ditahan. Tahu mereka takkan bisa menang, Rain mengumpulkan mana dalam jumlah banyak, mengayunkan pedang untuk menciptakan gelombang tebasan api yang melaju cepat, memaksa raksasa batu untuk melompat mundur hingga gelombang tebasan tersebut menghilang karena telah mencapai batas jarak jauh.
Rain tidak khawatir serangan tadi tak berhasil mengenainya, ia hanya ingin menciptakan jarak agar ia dan Kevin dapat menarik napas sembari menyusun rencana baru.
"Jadi, apa yang akan kita lakukan?" Tanya Kevin.
Melihat reaksi raksasa batu yang tampak santai, memberikan mereka kesempatan, Rain dengan terpaksa menggeleng. Tatapan penuh amarah tak lepas dari mahluk bedebah tersebut "Kita harus mengerahkan segalanya"
Kevin mengernyit tak setuju "Dan memperlihatkan kemampuan terbaik pada musuh?" Dia mendengus tertahan "Bagaimana kalau gagal?"
Rain menghela napas, memutar-mutar pedangnya. Raut wajah dia sudah tak sekeras tadi "Setidaknya kita sudah mencoba bukan?" Ia menangkap gagang pedang, mencengkramnya dengan kuat "Lagipula, aku sudah muak memerhatikan wajah sok angkuh itu. Bukankah kau juga ingin meratakannya dengan tanah?" Tanya Rain sambil menyeringai, tahu kata-katanya berhasil membakar sesuatu dalam diri Kevin hingga matanya tampak berapi-api.
"Tak perlu kujawab, tanganku sudah gatal semenjak melihat seringai bodohnya itu" Kevin meregangkan tubuh, membunyikan tiap sendi jari lalu memukulkan kedua tinju dengan kuat hingga angin kencang tercipta darinya.
Si raksasa batu juga tampak bersemangat, merasakan niat membara dari kedua remaja di depan. Ia tak segan lagi mengeluarkan aura membunuh yang pekat, membuat Kevin dan Rain menelan ludah, namun mereka telah memantapkan hati.
"Kau tahu, kau adalah sahabat yang paling menyebalkan dan menyusahkan yang pernah kukenal" Ucap Kevin sembari tersenyum.
Rain tertawa pelan, kobaran api pada pedangnya makin membesar "Begitu pula denganmu, saudaraku"