webnovel

Soulless Heart

Rain Silverheart, seorang pemuda Half-Human, Half-Elf, terpaksa kembali menghadapi masa lalu yang kejam, mengulang semuanya kembali dari awal demi menyelamatkan semua orang, terlebih separuh jiwanya 'Caitlin Charlotte'. Jalan yang dia pilih tidaklah mudah, bagai neraka hidup, terus menyiksa dia dengan berbagai rasa sakit. Namun, demi keselamatan mereka, dia rela melalukan semua itu, bahkan mengulang lagi dan lagi demi meraih impian yang ia cita-citakan. Seorang pemuda yang berniat menukar nyawa sendiri demi keselamatan tiap orang, melawan takdir dan meratakan sebuah benua. Hanya dapat terselamatkan dengan sebuah artefak kuno, Soulless Heart yang memiliki bayaran besar. Apakah artefak tersebut akan menyelamatkannya atau justru membuat hidup bagai ruang hampa tanpa perasaan? Dan mampukah dia menguak misteri kemunculan para Ravagers? Apakah dia akan dapat bertahan dengan seluruh kejadian mengerikan yang terjadi di sekitarnya? Satu-satunya jalan hanyalah terus melangkah maju..

Jayzentz · 奇幻
分數不夠
13 Chs

Chapter 11

Malam itu, tepatnya jam dua belas tengah malam, tiap orang dipanggil masuk dalam tiga ruangan berbeda. Aula dansa, perpustakaan dan ruang rapat. Mereka masing-masing diberi pengarahan singkat cara penggunaan CAT serta MAW, kemudian masuk kamar masing-masing.

Ryan berbaring di atas kasur, berbantalkan kedua lengan yang saling disilangkan, menelusuri lekukan-lekukan pada ukiran indah di langit-langit sembari memikirkan apa yang kira-kira dibicarakan Rain bersama para pangeran dan putri "Menurut kalian, apakah mereka membicarakan atau 'membicarakan' masalah Rain-Charlotte?" Tanyanya penasaran, sengaja menekan kata 'membicarakan' kedua.

Kevin mendengus geli sembari melipat lengan, bersandar tepat di samping jendela kamar yang masih terbuka, membawa hawa dingin dari udara malam yang sunyi "Aku yakin keduanya. Kalian mungkin menganggap Rain sebagai laki-laki berhati lembut, namun bocah itu akan langsung memanas layaknya erupsi gunung berapi jika menyangkut sosok yang dia pedulikan dan sayangi"

Memang benar. Kevin sangat mengenali tatapan berapi-api Rain tiap kali seseorang menyinggung keluarga atau temannya, bahkan sebelum dijelaskan bahwa tak ada yang terjadi pada mereka. Kevin sudah pernah menanyakan alasannya, tetapi Rain tak pernah menjawab, hanya membalas dengan tawa lalu mengatakan "Entah, sudah begitu lama" Kevin masih belum mengerti mengapa Rain menyembunyikan hal tersebut, namun dia tahu Rain akan tersinggung tiap kali seseorang membicarakan masa lalunya. Ia juga bakal langsung terdiam melihat tatapan tajam Rain.

Dan tak hanya itu, Kevin juga dapat merasakan ketegangan dalam diri Rain semenjak dipanggil menuju istana. Setahun Kevin, Rain adalah orang yang paling cuek dengan berbagai kejadian mengejutkan. Dia selalu mengatakan "Hidup terus berjalan tanpa dapat dihentikan" sok bijak, padahal hanya karena seorang cewek saja, dia depresi berat.

Namun, ini pertama kalinya ia melihat ketegangan di raut wajah sahabatnya. Berbagai skenario aneh mulai bermain dalam benak, salah satunya adalah para pangeran bersama-sama menyergap dia lalu dibawa ke tempat terpencil untuk ditinggal mati. Tetapi, Kevin menyadari, akan terjadi sesuatu, entah kapan dan apa 'sesuatu' tersebut. Kemungkinan besar itulah yang membuat Rain tegang, seorang Master Elementals. Dengan kata lain, sesuatu yang jauh lebih kuat sedang menunggu, seperti terbuka lebarnya mulut seekor buaya, siap menerkam mangsa.

Rain masuk dalam kamar tak lama kemudian. Ketegangan itu masih tampak pada kedua matanya, tapi tak lagi seperti sebelumnya. Dia sudah terlihat lebih tenang.

Rain meregangkan badan dengan alat asing terpasang pada telinga serta lengan kanan, lalu duduk di pinggir kasur sambil menghela napas "Team telah ditentukan. Aku akan pergi dalam dua hari, memulai ekspedisi di The Hell's Pit, The Dragons Boneyard serta The Floating Island bersama para pangeran juga putri. Keadaan menjadi sedikit lebih meriah dibanding yang kita duga" Ucapnya, menghentikan aktivitas tiga sahabatnya yang langsung datang mendekat, duduk di manapun mereka bisa dan memasang wajah serius.

Apakah ini yang membuat Rain tegang? Kevin bertanya-tanya, memutuskan untuk mendengar lebih lanjut penjelasannya.

"Mengapa kalian harus menjelajah ke tempat paling berbahaya?" Tanya Ryan penasaran.

"Menurut putri Laura, kita bisa mendapatkan informasi mengenai Ravagers di tiga tempat tersebut. Mungkin, disana ada sesuatu menyangkut mereka, mengingat tak seorangpun berhasil masuk area dalam semenjak dulu. Barangkali ada bangunan prasejarah, barang-barang peninggalan atau jejak sihir yang belum pernah tersentuh dunia luar. Masuk akal karena tak ada jejak mengenai mereka di tempat lain, kecuali dalam buku yang juga sempat menyebutkan tiga tempat ini" Rain berdecak kesal "Andai kalian bisa ikut"

"Dan melalui bahaya? Haha, tidak terima kasih" Balas Ryan cepat, bangkit berdiri, melompat ke atas kasurnya setelah berjalan beberapa langkah, lalu menyusup masuk dalam selimut "Bangunkan aku jika turnamen dimulai. Aku tak ingin melewatkan Rain mendapat hantaman di wajah. Itu akan menjadi kenangan bagus sesudah dirimu mati dalam misi bunuh diri ini. Jangan khawatir, aku pasti datang menghadiri pemakaman jika ada makanan" Sergahnya cuek.

Rain tersenyum menanggapi kalimat pedas tersebut. Dia tahu Ryan sebenarnya khawatir namun tak biasa memperlihatkannya. Ia menggeleng pelan "Ini memang lumayan gila, membuat tiap pangeran dan putri dari berbagai kerajaan menjalani misi berbahaya hanya untuk mencari sebuah informasi yang belum tentu ada. Mungkin ini ada hubungannya dengan perkataan putri Laura mengenai menyatukan tiap kerajaan untuk menghadapi musuh baru. Namun, tetap saja cukup ekstrem. Belum membicarakan mengenai monster-monster level lima di dalam sana. Ini bisa menjadi pedang bermata dua untuk tujuan mulai kerajaan"

Kevin memerhatikan pegunungan yang tampak seperti lukisan kabur di kejauhan, menyangga tubuh dengan bibir jendela, membayangkan berbagai masalah yang dapat terjadi dalam ekspedisi "Padahal kau hanya ingin melindungi murid-murid sebagai alumni yang baik. Tak kusangka, dapat menjadi seperti ini. Segalanya bergerak terlalu cepat, penuh akan kejutan. Sehari yang lalu kau hanyalah lulusan akademi biasa, sekarang kau bekerja sama dengan para pangeran maupun putri dari tiap kerajaan, berbagai bangsa. Aku juga ingin merasakan petualangan tersebut, tetapi sayangnya, tak memiliki kemampuan untuk melakukannya "

Rain tertawa keras "Tak punya kemampuan? Vin, kau adalah keturunan dari ras yang telah punah! Kau memiliki potensi besar di masa yang akan datang. Jangan merendahkan diri seperti itu, kau sama luar biasanya, bahkan lebih luar biasa lagi. Kekuatan naha begitu besar, kau hanya perlu bersabar, menunggu hingga kekuatan tersebut bangkit dan tahu-tahu kau lebih populer dibanding para pangeran manja tersebut. Lupa dengan kejadian di akademi? Semua gadis menyoraki dirimu?"

Seulas senyum terbentuk di wajah sahabatnya itu.

"Berhenti bersikap rendah diri, kau jauh lebih berharga dibanding yang kau kira. Kau mengatakan ingin ikut bukan? Sebenarnya tadi aku cuma mengetes siapa yang memiliki nyali dan siapa yang pengecut. Kalian tentu saja bisa ikut, lagipula tanpa kalian aku juga tak akan mau menuruti putri Laura" Rain menyeringai melihat seseorang di atas tempat tidur sedang mendengarkan pembicaraan secara diam-diam "Apalagi, dalam tiga tempat itu, kemungkinan banyak harta berharganya"

Seketika Ryan bangkit dari tempat tidur, seringai penuh antusias tampak jelas di wajah tanpa ada keinginan untuk disembunyikan, seolah perkataan sebelumnya hanyalah sebuah ilusi "Harta? Hmm, tampaknya aku berubah pikiran. Jika membicarakan harta berharga, barang-barang peninggalan bernilai ratusan ribu koin emas, tentu saja aku ikut. Orang bodoh mana yang tak menginginkan hal tersebut?" Ucapnya bangga.

Kalau membicarakan harta kekayaan, sudah pasti Ryan berada di barisan depan tanpa perlu menunggu sedetik sekalipun. Kekayaan adalah motto hidupnya. Seperti yang selalu dia katakan "Tanpa emas, bagaimana kau dapat hidup? Dan tanpa kehidupan, bagaimana dirimu bahagia?" Dia memang sama sekali tak memiliki rasa malu jika sudah menyangkut harta, karena itu jugalah dia menjadi seorang informan berbahaya semasa menjadi murid akademi.

"Bagaimana denganmu Alex?" Tanya Kevin. Grup mereka telah bertambah menjadi tiga orang, namun masih belum lengkap jika tanpa Alex, Sang analis yang paling pintar sekaligus cuek.

Alex mengangkat bahu, masih memeriksa Crystal miliknya dengan wajah datar "Kalau tak sibuk, aku pasti ikut. Tergantung seberapa lama kalian menyelesaikan ekspedisi. Jika lebih dari seminggu, otomatis diriku bakal di cari oleh keluarga. Mereka tak suka aku terlalu lama menghilang dari rumah"

Begitulah kehidupan Alex Silverhorn, seorang anak ketiga dari empat bersaudara. Berasal dari keluarga kaya serta memiliki pengaruh tak hanya di kerajaan Indera, namun juga beberapa kerajaan lainnya. Ia dapat dikatakan, memiliki kehidupan yang keras karena kondisi keluarganya tersebut. Apapun yang ia lakukan mesti sesuai dengan izin, peraturan serta harapan keluarga.

Ryan mendesis, merangkul pundak Alex yang masih tetap sibuk dengan Crystal "Ayolah, menghilang beberapa minggu tak masalah! Lagipula, kita sudah lulus dari akademi yang berarti telah menjadi dewasa. Tak perlu mendengarkan semua perintah orang tua bukan?"

Sebelum Alex dapat membalas, pintu terbuka, memperlihatkan putri Laura yang dengan lurus menatap ke arah Rain, mengisyaratkan dimulainya pembicaraan pribadi. Rain menangkap kode tersebut dan mengatakan "Tolong kalian keluar sebentar, tuan putri tampaknya ingin membicarakan sesuatu yang penting"

Tiga sahabat Rain saling bertatapan, tapi tak mengeluarkan sepatah katapun begitu berjalan keluar. Pintu tertutup, senyum ramah di wajah putri Laura menghilang, tergantikan dengan raut khawatir "Apa kau sudah memblokir suara dari dalam ruangan?"

Rain menjentikkan jari, memperlihatkan barrier keemasan menutupi seluruh bagian kamar, termasuk jendela yang terbuka, sebagai jawaban. Putri Laura mendesah lega ketika barrier itu kembali menghilang, lalu melangkah melewati Rain, duduk di pinggir tempat tidur, tampak ragu sesaat sebelum mengatakan "Maaf karena mengganggu waktumu bersama mereka, tetapi ada sesuatu yang harus segera kuberitahu. Jika kau menemukan masalah selama ekspedisi, gunakan ini" Tuan putri menyerahkan sebuah cincin berbatu mulia sebuah ruby cantik, sama seperti rona bibirnya yang merah dan penuh "Itu akan langsung menteleportasikanmu ke istana, ke hadapanku. Leo juga memilikinya, tetapi hanya akan membawa dia ke perbatasan. Kehadiranmu sangat penting Rain" Ucapnya cepat ketika melihat perubahan ekspresi laki-laki itu "Bagi kerajaan, juga.. Untukku" Putri Laura bangkit berdiri, memberi ciuman di pipi kiri Rain yang entah mengapa terasa begitu cepat, namun juga lama.

"Tuan putri, kau tahu ksatriamu, wakil Komandan pasukan khusus kerajaan adalah pasanganku bukan? Maaf untuk ketidaksopananku, tapi.. Apakah ini pantas?" Tanya Rain, tersinggung dengan perlakuan tiba-tiba tuan putri.

"Kau dan Laura belum membina hubungan serius. Jadi, tak masalah jika aku ikut campur. Hatimu juga belum sepenuhnya pada dia, masih ada kesempatan bagiku" Ia mendekat, meletakkan tangan di dada bidang Rain sembari memasang tatapan memelas "Rain, biarkan aku menolongmu. Tak masalah jika akhirnya kau membenciku karena ini, namun aku takkan membiarkan hal buruk terjadi padamu, apapun caranya. Aku.. " Putri Laura memejamkan mata, menyiapkan diri, lalu menatap mata indah Rain dalam-dalam "Mencintaimu"

Tiba-tiba, pikiran Rain menjadi kosong. Baru sehari yang lalu dia mendapatkan pengakuan dari ksatria kerajaan, kini dia mendapatkannya lagi dari tuan putri? "Tuan putri, aku-

"Jangan bicara, aku belum selesai" Potong tuan putri cepat "Aku mencintaimu, tapi aku takkan memaksamu untuk balik mencintaiku. Aku takkan menghalangi kalian berdua seandainya kalian benar-benar menjadi pasangan. Aku hanya akan diam di sini, membantu dari balik layar. Jadi, kau tak perlu khawatir pada diriku Rain, aku baik-baik saja. Maaf telah menghancurkan malammu, namun aku merasa harus membicarakan ini. Aku tak lagi dapat menahannya"

"Kenapa aku?" Tanya Rain tak mengerti.

"Little Light" Jawab tuan putri sembari berjalan menuju pintu, membukanya dan menyusuri koridor panjang tanpa berbalik belakang lagi, karena dia sadar, dirinya akan langsung berlari memeluk Rain. Namun, tuan putri juga sadar, tak lagi dapat melakukannya seperti dulu. Ia tersenyum mengingat kenangan lama mereka dengan air mata menetes jatuh, sulit menahan betapa pedihnya perasaan ini.

"Little Light? Apa maksudnya-

Rain terhuyung-huyung ke belakang, menyadari sebuah memori yang telah lama menghilang, muncul kembali bagai hantaman keras di perut. Ia duduk di pinggir kasur, menarik napas dalam dan menghembuskannya dengan keras, kesal terhadap diri sendiri "Little Light, bagaimana bisa aku lupa? Ck! Mengapa aku bodoh sekali! Bisa-bisanya aku melupakan janji sepenting itu" Ia menutup mata dengan punggung tangan, mendengus tertahan "Rain, kau yang terburuk.

Tanpa dapat ditahan, air mata mengalir turun dengan beragam memori masa lalu terputar dalam kepala, menampilkan dua bocah berumur lima tahun yang sementara menghabiskan waktu bersama-sama dengan senyum penuh kebahagiaan terpampang di wajah masing-masing. Gelak tawa serta perasaan gembira itu dapat kembali ia rasakan, begitu nyata, begitu perih.

Rain sadar telah melakukan kesalahan besar. Dia sama sekali tak berhak menangis karena inilah jalan yang dipilihnya dan inilah konsekuensi tersebut. Ia juga tak pantas dimaafkan atas betapa menyakitkannya semua ini bagi Laura atau Little Light, sebutan khusus untuknya dari Rain tiga belas tahun lalu.