webnovel

So far Away

Airi di paksa dewasa oleh keadaan, di saat kakak dan kakak iparnya meninggal secara bersamaan. Dia harus membesarkan Sky di usianya yang sangat muda. Semua berjalan seperti semestinya sampai kemudian keluarga pihak mbak Ve ngotot ingin mengambil Sky darinya. Tentu saja, Airi tidak bisa tinggal diam begitu saja, sebab Airi sangat tahu tujuan mereka ingin mengasuh Sky hanya untuk uang. Di tambah lagi permasalahan-permasalahan yang terus menerus menghantam membuat Airi kewalahan dan nyaris menyerah. Mampukah Airi mempertahankan Sky dan juga masa depannya?.

Ai_Lira · 现代言情
分數不夠
1 Chs

Prolog

"Happy birthday to you.."

"Happy birthday.. Happy birthday.. Happy birthday.. Ai..."

Airi merasakan kecupan-kecupan di pipi dan jidatnya pun mengernyit, tidurnya terusik, dan matanya berlahan terbuka..

"Happy birthday, Adek.." Bisik Mbak Ve mengangsurkan kue dengan lilin di atasnya pada Airi. "Ayo, di tiup, keburu lilinnya meleleh.." Airi bangun, menyandar pada kepala ranjang, senyumnya mengembang melihat kakak-kakaknya berada di kamarnya saat ini.

"Cie.. Udah 19 tahun nih.." Goda mas Aloy menjuil hidung Airi, gadis itu segera menepis tangan jahil Mas Aloy.

"Paan sih, mas!" Protesan Airi mengundang kekehan geli para kakak-kakaknya.

"Sudah-sudah, adek tiup dulu lilinnya, keburu meleleh nih.." Lerai mbak Ve–Istri mas Ata–kakak kandung Airi.

"Doa dulu, dek!" Pesan mas Ata. Airi menangkupkan tangannya, menutup mata, mulai berdoa.

Tuhan.. Terimakasih karena telah memberikan mereka untukku. Aku mencintai mereka..

Setelah itu Airi meniup lilin kemudian berseru protes karena mas Aloy menjitak kepalanya. "Mas Aloy, ih!! Sakit tau!!" Sungutnya, melempar Aloy menggunakan bantal, yang sigap di tangkap oleh Aloy. Airi mendecih melihat senyum mengejek Aloy.

"Gak kena, wleee.."

Cih, bocah! Batin Airi.

"Sudah, sudah.. Adek mandi gih.. Kita mau Dinner kan malam ini?"

Iya, malam ini memang mereka mau dinner. Airi memang tinggal bersama kakak dan kakak iparnya. Kedua orang tua mereka tinggal di bandung. Sementara mas Aloy tinggal sendiri karena ingin mandiri–katanya.

"Adek mau kado apa nih??" Aloy berbaring tengkurap di sebelah Airi, memeluk boneka beruang adiknya itu.

"Hmm.. Kado apa yah kira-kira?" Airi melipat tangan di depan dada, berpose tengah berfikir, tatapannya menerawang jauh.

Melihat adiknya yang berfikir keras, tangan Aloy gatal jika tidak menjahili adiknya itu. Alhasil.. Aloy pun menarik pipi Chubby Airi membuat gadis itu memekik dan memukul tangan nakal Aloy.

"Sakit mas! Seneng banget sih nyubit gue!"

Aloy bukannya minta maaf malah tertawa. "Makanya gak usah lucu!" Airi melorot.

"Emang gue badut!" Sungutnya tidak terima.

Aloy manggut-manggut. "Ya, mirip sih!" Sahut nya tanpa beban.

Airi pun mencubit lengan Aloy sekuat-kuatnya sampai Aloy menjerit hebat. "AAARRGGHH.. ADEK!!" Jeritannya bahkan sampai ke lantai bawah di mana kedua kakaknya berada.

"Makanya Jangan nakal!" Sahutnya gadis itu beranjak turun dari kasur berlari masuk ke kamar mandi. Sebelum menutup pintu, kepalanya melongok ke arah Aloy.

"Mas, beliin iPhone 12 yah!" Serunya girang.

Aloy melotot kaget atas permintaan adiknya itu. "What?? Gak ada yah, dek! Kemarin baru gue beliin PS 5!"

Airi terbahak senang di dalam kamar mandi karena berhasil mengerjai masnya.

Sky duduk anteng di pangkuan Airi. Keponakan lucunya itu tengah mengunyah biskuit yang tadi di berikan Aloy.

"Sky? Liat sini.." Ucap Airi menggoyangkan ponselnya agar Sky melihat ke kamera. "Senyum, Sky.." Dengan polosnya Sky nyengir memperlihatkan giginya yang baru ada empat. Dua di atas dan dua di bawah.

"Bilang, halo guys.." Pinta Airi.

Sky menegadah melihat Airi lalu melihat ke arah kamera seraya tersenyum.

"Sshyhh.." Airi tertawa karena Sky merespon ucapannya.

"Halo guys.. kita lagi makan nih.. Bilang Sky.."

"Neneunyeyeyye..." Sky menggapai-gapai tangan Airi yang memegang ponsel.

"Eit.. Jangan Sky, kita lagi live.." Airi menjauhkan ponselnya agar tidak di ambil Sky.

Sky menegadah melihat Airi lalu cemberut. "Mmtattaa.." Rancaunya menarik-narik kaos yang di kenakan Airi.

Airi meletakan Ponselnya di atas meja, menangkup kedua pipi Sky, menciumnya gemas. "Uuummm... Sky nya aku gemes banget sih!! Mau gigit rasanya!!"

Airi menangkap gesture Aloy yang beda dari biasanya. "Kenapa mas? Apa kata mas Ata? Udah hampir sampai kan?" Tanya gadis itu merengkuh Sky dalam pelukannya.

Kening Airi mengerut karena tidak mendapat jawaban dari Aloy. Masnya itu hanya terpaku memandangi layar ponselnya.

"Mas?"

"Mas Aloy??"

"Kenapa sih?"

Tangan Aloy gemetar, tidak–sekarang badannya juga ikut bergetar. Dengan kaku dia memandang Airi yang menatap nya lurus-lurus. Lalu ke Sky yang kini sibuk dengan mainannya.

Bibirnya kelu, tidak mampu untuk sekedar membuka suara.

Ting!

Satu buah notifikasi masuk ke ponsel Airi. Dari mas Abi–Kakak keduanya. Airi membuka pesan WhatsApp dari Mas Abi dan membacanya.

(Dek, ke rumah sakit sekarang, mas Ata sama mbak Ve kecelakaan..)

Bruk!

Ponsel Airi jatuh tergeletak ke arah samping, karena posisinya, ponselnya ia sandarkan di botol air mineral.

"Mas Abi kok ngechat gue kayak gitu ya mas?" Gumam Airi. Bibirnya sudah gemetar. Dia merengkuh Sky ketika sadar–panick attack–kembali menyerangnya.

Kepalanya pusing, perut nya melilit, Airi mual. "Mas..?" Aloy bangkit dari kursi yang dia duduki, berpindah ke samping Airi, tangannya langsung meraih Airi untuk kemudian dia peluk.

"Tenang dek.. Gak papa kok.." Aloy mencoba menenangkan Airi, tapi di sisi lain ia juga panik atas kabar yang baru dia dapat ini.

Tarikan nafas Airi mulai putus-putus. "Tidak, tidak.. Airi lo jangan pingsan di sini.. Sky lagi sama lo!" Airi mensugesti dirinya sendiri dalam hati. "Mbak Ve sama mas Ata juga butuh lo! Kuat Ai! Mungkin mobil mas Ata cuma keserempet doang! Jangan panik!!" Walau perasaannya masih awuk-wukan Airi mencoba untuk tetap berfikir positif.

Airi menarik nafas lalu membuangnya. Begitu berturut-turut sampai dia merasa agak tenang.

"Jadi di rumah sakit mana Mas Ata di bawa??" Tanyanya setelah merasa tenang.

Aloy meraih Sky dari pangkuan Airi. "Rumah sakit Medika.. Kita ke sana sekarang.. Sky biar gue gendong.." Airi mengemas barang-barangnya seperti Ponsel dan dompet lalu memasukkannya ke dalam tas.

Karena merasa tidak sanggup untuk menyetir jadi Aloy menghubungi salah satu temannya yang kebetulan juga sedang ada di mall tempat mereka makan. Dan untung nya teman Aloy itu mau menyetir untuk mereka.

Airi duduk di kursi belakang bersama Sky di pangkuannya, sementara Aloy duduk di depan, di sebelah Raga–teman Aloy.

Mereka berdua benar-benar sudah ngeblank. Bingung harus bagaimana saat ini. Di dalam kepala Airi sudah bertebaran skenario terburuk yang pernah ada, namun sebisa mungkin dia menepis pikiran buruk itu, tetapi pikiran itu semakin kuat saat melewati  kilometer 188 di mana terdapat banyak polisi yang memberi garis batas.

Mobil yang Airi kenali sebagai Mobil milik mas–nya ada di sana dalam keadaan yang betul-betul mengenaskan.

Air mata Airi jatuh tanpa bisa ia cegah. Tuhan semoga ini cuma mimpi. Batinnya.

Airi tidak pernah melepaskan genggaman tangannya pada tangan Sky. Batita itu bahkan tidak mengerti apa yang terjadi. Bahkan kini Sky tertidur dengan nyenyak nya dalam rengkuhan Airi.

Mobil yang di kendarai Raga tiba di halaman rumah sakit. Tanpa membuang waktu Airi, Aloy, dan Raga turun dari mobil dan berlari masuk ke lobi rumah sakit.

Dia mendekati resepsionis dan menanyakan di mana keberadaan kedua kakaknya.

"Permisi? Korban kecelakaan yang baru datang di mana yah?" Tanya Airi langsung.

Petugas yang bertugas lantas memeriksa pasien-pasien yang baru datang beberapa jam yang lalu. "Ada tiga mbak pasien yang datangnya berbarengan, nama kerabat mbak siapa kalau boleh tau?" Tanya petugas tersebut seraya membuka data-data pasien yang mungkin merupakan kerabat Airi.

"Namanya Attaya Auriga Abbas, mbak.. Satunya lagi Velove Alana.. Mereka suami istri.." Ujar Airi menyebutkan nama kedua kakaknya.

Petugas itu tercenung beberapa detik, menegadah memandang Airi dengan sorot prihatin..

"Di ruang UGD mbak.. Silahkan ke sebelah sana." Katanya.

Dan tanpa membuang waktu Airi dan yang lainnya berlari ke ruang UGD dengan perasaan campur aduk.

Langkah Airi memelan ketika melihat mas Abi–Kakaknya terduduk di atas lantai, di depan pintu UGD, menangis menjerit di sana.

Satu tetes, dua tetes, tiga tetes, lalu berubah menjadi ribuan tetes air mata Airi tak berhenti mengalir.

"Mas Abi.." Panggil Airi lirih. Airi hampir saja menjatuhkan Sky jika saja Aloy tidak sigap menangkap keponakannya itu.

"Mana mas Ata dan mbak Ve??" Tanyanya gemetar.

Abi mengangkat kepalanya, lalu menoleh ke samping, tatapannya sayu menatap Airi.

Gadis itu menggeleng. "Gak kan, mas? Mereka baik-baik saja kan?" Airi berharap Abi mengatakan iya. Namun saat kakak nya itu menghampirinya dan memeluk Airi erat. Semua harapan Airi sirna seketika.

"Maaf dek.. Maafin mas.." Bisik Abi di kuping Airi.

Airi menggeleng dalam rengkuhan Abi. "Bercanda kan mas? Mereka pasti cuma mau nge prank doang kan? Ini pasti Prank karena aku ulang tahun.. Iya, kan..?"

Aloy memeluk erat Sky yang kini merengek. Batita itu terbangun. Mungkin karena mendengar mereka berisik.

"Ssshhtt.. Gak papa sayang.." Mungkin juga karena ikatan batin antara Anak dan orang tua. Sky menangis dalam gendongan Aloy.

"Mama-Papa.." Ya tuhan..

Raga mengalihkan pandangannya menyeka air mata melihat kedukaan yang di alami oleh Aloy dan keluarganya. Terutama si kecil Sky.

Sky menunjuk-nunjuk pintu UGD seolah berkata jika di dalam sana ada orang tuanya sudah tidak lagi bernyawa.

"Mas Ataaa.. Mbak Vee.. Plis jangan bercanda kayak gini! Aku gak siap tanpa kalian! Kita udah janji bakal terus sama-sama jaga Sky!" Raungan Airi membuat petugas yang berada di sana terenyuh.

Seorang dokter keluar dari UGD lalu menghampiri mereka. Sorot matanya menyiratkan belasungkawa juga penyesalan.

Airi melepaskan diri dari Abi, menghampiri dokter itu. "Dokter, mana kakak saya? Mereka baik-baik saja kan? Mereka gak kenapa-napa kan, dok?" Namun gelengan sang Dokter membuat Airi berlari masuk ke dalam UGD. Kakinya terpaku saat melihat dua orang terbaring di atas brangkar dengan tubuh di tutupi kain.

Airi dengan kaki di paksa untuk melangkah pun mendekati ranjang tersebut. Tangannya gemetar meraih kedua ujung kain tersebut. Tangisnya seketika pecah saat kain yang menutupi kedua tubuh kakaknya ia turunkan.

Kepala kedua kakaknya telah di ikat menggunakan perban dan hidung di sumpal kapas.

Wajah mereka membiru dan tidak ada pergerakan sama sekali.

"Mas Ata..? Mbak Ve..??!!" Raungnya hebat lantas memeluk erat tubuh Velove yang sudah tak bernyawa.

Di ambang Pintu Abi dan Aloy terpaku dengan perasaan sesak luar biasa. Aloy hanya bisa menangis sesenggukan sambil memeluk Sky erat.