webnovel

Lux

Lux memelukku dengan erat. Semakin aku melawan ia semakin erat memelukku. Aku bisa merasakan detak jantungnya di sini.

"Tuan, kau hampir membunuhku", bisikkku padanya.

Ia segera menyadari perbuatannya dan membuka mata. Ia meregangkan pelukannya. Aku terjatuh ke lantai. Ini membuat Lux spontan berusaha menangkapku.

"Vina".

Aku menunjukkan telapak tanganku sebagai tanda agar tak Lux menyentuhku. Aku benar-benar terengah-engah menghirup oksigen sebanyak yang aku mampu.

"Vina, aku tak bermaksud menyakitimu."

Aku menggeleng sambil melirik pintu kamarku. Dari mana pria ini masuk. Bukankah harusnya pintu ini tak bisa dibuka dari luar?

Lux masih terlihat panik dan mencoba menengkanku. Saat aku mulai stabil, aku mencoba memberitahunya bahwa aku baik-baik saja.

Lux Nampak masih ketakutan melihat ekspresiku. Ia mengambil pakaian yang kujatuhkan ke lantai. Ia menggauntunya di tangan kirinya.

"Biar ku bantu berdiri."

Dengan ragu aku meraih tangan kanan lux.

"Maaf kan aku."

Aku tak menjawabnya. Aku hanya mengambil pakaianku dari lengannya. Dengan sopan kuminta ia pergi karena aku ingin mandi.

Di kamar mandi aku berendam sambil mencoba membuat pikiranku kembali normal. Aoa yang ada di benak orang seperti Lux. Ia terlihat seperti ingin menerkamku beberapa saat yang lalu. Apa ia baik-baik saja? Atau ia sedang membutuhkan sesuatu sehingga nekat membuka kamarku dan memelukku,

Berendam tiga puluh menit rupanya tak membuatku mendapatkan jawaban apapun. Saat aku membuka pintu kamar mandi, Lux duduk di tempat tidurku.

Apa ia menungguku?

Aku merasa sangat canggung. Aku melangkah keluar dan berjalan pelan-pelan sambil berfikir di mana aku meletkkan ponsel pintarku.

"Vina, aku meminta dokter untuk memeriksamu. Ia sudah ada di luar."

Dokter? Aku tercengang sesaat mendengarnya mengatakan ha itu padaku.

"Kau nampak tak sehat sejak pulang dari rumah aktor itu."

Aku berhenti tepat di depan Lux tak tahu harus bereaksi seperti apa. Aku melihatnya dan ia tak gentar sama sekali melihatku. Pandangannya sangat tajam dan penuh keyakinan.

"Aku baik-baik saja Tuan Lux"

Pria itu tak berhenti menatapku bahkan saat aku bicara padanya. Ia hanya bangkit dan keluar.

"Aku akan meminta dokter itu masuk dan memeriksamu"

Beberapa saat kemudian, masuklah seorang dokter wanita berwajah oriental.

"Aku dokter Susan. Mari berbaring dan saya akan memeriksa anda."

Aku menuruti perintahnya. Dokter Susan tanpa banyak bicara segera memeriksa seluruh tubuhku.

"Anda baik-baik saja. Hanya butih istirahat."

Setelah mengtakan itu ia keluar dari kamar. Samar-samar aku mendengarnya berbicara dengan Tuan Lux dalam bahasa inggris. Tak lama terdengar olehku dokter itu pamit dan pergi.

Aku memberanikan diri membuka kamar dan mencari minuman untyk mendinginkan kepalaku.

"Vina, kau harus istirahat."

Aku menoleh. Aku melihat lux duduk di sofa. Ia mengamatiku dengan saksama tak meninggalkan setiap gerakan ku sedikitpun.

"Kau mencari apa?"

Aku menutup lemari es dan menjawabnya.

"Aku mencari minuman Tuan Lux"

Ia segera bangkit dan mendekatiku. "Semua minuman ada di bar, tapi aku sarankan agar kau tak meminum minuman itu. Kau harus istirahat."

Pria ini gila?

"Aku mencari air mineral Tuan Lux." Debatku padanya. Aku membuka kembali lemari es dan kembali mencari. Aku tak menemukan apapun.

"Aku akan memsankannya untukmu"

Mendengar Lux mengatakan akan memesankan aku menjadi marah tanpa sebab. Aku mebanting pinyu lemari es.

"Tidak perlu aku sudah tidak harus"

Lux menutup telepon dan membatakan pesanannya. Aku segera menyingkir darinya. Saat melewati Lux, ia menarikku.

"Kau kenapa?" tanya Lux santai.

"Aku kenapa?"

"Benar apa yang terjadi padamu? Kau tiba-tiba saja naik pitam Vina? Apa ada yang menganggu pikiranmu?"

Bersamaan dengan kata terakhir yang Tuan Lux ucapkan, ponselku bordering. Aku melihat ponsel yang tadi kuletakkan di meja makan. Lux segera melepaskan tangaku.

Aku meraih ponsel.

"Hansel?"

"Vina?" ternyata Hansel memanggil melalui panggilan video. Ia masih saja belum memakai pakaiannya. Aku beruntung ia tengkurap.

"Kau kemana? Aku mencarimu. Maaf aku tertidur. Harusnya aku mengantarmu kembali pagi ini. Sekarang sudah siang. Apa kau baik-baik saja?"

Aku melirik Lux yang berjalan melewati ku. Ia kembali duduk di sofa kesukaannya.

"Seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja."

"Bagus, aku akan mengirimkan apa yang kau minta ke email."

Apa yang aku minta? Asataga aku ingat, aku minta Hansel mengscan perjanjiannya dengan perusahaan Sleep and See. Menyadari apa yang kuminta, aku segera menutup panggilan video dan melakukan panggilan suara.

"Jangan, jika kau mengirimnya lewat e-mail mereka akan melcaknya" bisiku sambil membalikkan badan mendekati balkon.

"Begitu ya? Jangan-jangan panggilan ini pun juga tak aman?"

"Aku tak perl menjelasakannya padamu."

"Aku punya ide. Aku akan mengirimkan sebuah ponsel padamu."

Mendengar kata mengirim ponsel, aku langsung berfikir. Apakah itu tidak terlaalu berbahaya?

"Jangan takut, aku tahu meskipun semua baran yang sampai padamu harus diperiksa. Aku bisa mengirimkan sesuatu yang tak mungkin diperiksa lebih lanjut saat orang membukanya. Aku akan menyelundupkan ponsel itu dengan rapi.

'Hansel, kau yakin?"

Ia tak menjawab dengan ragu sama sekali. Setelah kesepakatan, aku menutp panggilan dan berniat kembali ke kamar.

"Hansel? Akan ku suruh orang agar pria brengsek sepertinya tak bisa menggannggumu lagi."

Langkahku terhenti dan menoleh ke arah Lux. Wajahnya kembali geram dan acuh tak acuh.

"Bisakah sebelum mengatai orang Kau berkaca terlebih dahulu?"

Lux terkejut dengan perkataanku.

"Benar. Melihat tindakanmu hari ini Kau tak lebih baik dari Hansel Tuan Lux Hamel!"

Aku segera melangkah masuk.

"Vina, kau sudah tidak waras." Katanya sambil menari tanganku.

"Waras? Jelaskan padaku apa maksud kata waras?" tantangku.

Lux menghela nafas dan melepasakan tanganku.

"Kau terlihat tak baik dan lebih emosional." Katanya dengan tenang.

"Begitukah?" tanyaku balik. "Bagaiman aku bisa menjadi tenang setelah dengan mata kepalaku sendiri aku melihat seorang pria berpesta liar dengan model semalaman? Ditambah pria it uterus menggodaku? Pulang berharap mendapat kedamaian, tapi malah Kau masuk tanpa izin dan bahkan hampir membunuhku!"

Ketenangan Lux tak terusik sama sekali dengan kemarah yang aku lontarkan padanya. Ia sama sekali tak terlihat marah seperti saat ia mendengar Hansel melakukan penaggilan dengannku tadi.

"Pergilan, jangan ganggu aku."

Mendengar aku mengatakannya, Lux menarik tubuhku.

"Aku melakukannya karena aku peduli padamu."

"Lalu mengapa kau bisa tiba-tiba peduli padaku?"

Ia tak punya jawaban dan membiarakan aku pergi begitu saja.