webnovel

Masa Lalu Azka

Tuan muda. Mereka memanggilnya Tuan Muda , karena pada dasarnya Rumah Sakit itu adalah salah satu harta peninggalan orang tua Azka yang saat ini dikelola oleh professional.

Ayah kandungnya adalah seorang dokter ahli bedah. Dengan bakat dan kemampuan finansial nya ,ia berhasil mendirikan sebuah rumah sakit besar dengan perlengkapan medis terlengkap.

Ibunya adalah seorang pengacara yang memiliki badan hukum khusus . Berkat perpaduan yang kuat ini, ditambah dukungan kontraktor hebat seperti Bapak Andi maka jadilah rumah sakit terbesar Medical Harapan yang tak terkalahkan.

Bapak Andri dan Bapak Surya ayah kandung Azka adalah teman baik semenjak kecil. Karena itulah mereka tumbuh selayaknya keluarga sesungguhnya. Mereka berdua adalah tipe pekerja keras dan juga pebisnis handal. Tak heran setiap usaha mereka selalu mendapat prediket terbaik dalam berbagai bidang .

Di samping itu mereka juga saling mendukung dalam masalah pribadi selayaknya keluarga. Sebagai contoh , Bapak Surya lah yang telah mati-matian mendukung Bapak Andri dalam mencari putri semata wayangnya Diza yang hilang di taman bermain sewaktu masih berusia 2tahun . Dan sebaliknya Bapak Andri jugalah yang telah membesarkan Azka selayaknya putra kandung setelah kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan 11 tahun yang lalu.

Semenjak kejadian tersebut, semua seolah menggabungkan beberapa serpihan yang berbeda menjadi satu. Bapak Andri dan Ibu Asri yang kehilangan anaknya dipertemukan dengan Azka yang kehilangan orang tuanya. Mereka pun bersatu untuk mengubah kenangan buruk menjadi indah. Untuk membuat sebuah keluarga baru yang belum pernah terwujud.

Tapi semua mimpi indah itu seolah sirna dua tahun silam. Dimana Bapak Andri pertama kali menemukan istrinya berkhianat . Ada amarah yang ingin ia lampiaskan. Namun Diza seolah menjadi alasan terkuatnya untuk bertahan. Memikirkan jika anaknya nanti akan kembali tanpa seorang ibu di sampingnya membuat hatinya jauh lebih sakit.

Ia ingin memberi kesempatan , ia ingin memberi kepercayaan penuh dengan harapan istrinya akan merasa bersalah dengan semua sifat baiknya dan memilih berubah demi hubungan mereka. Tetapi rasa sakit dari masa lalu , sungguh bisa membuat orang bertindak di luar norma dan akal sehat.

Semenjak kejadian lima belas tahun silam, Ibu Asri masih terus menyalahkan suaminya atas hilangnya sang putri. Kelalaiannya yang meninggalkan Diza demi telfon penting dari kolega, membuat nya harus merelakan anaknya menghilang dan tak pernah kembali.

Setiap harapan dan penyesalan menuntunnya untuk saling membenci satu sama lain . Bahkan mereka memilih tidak berpisah hanya karena Azka yang membutuhkan kehadiran mereka berdua, setelah sebelumnya mereka terikat perjanjian pra nikah yang tidak membolehkan mereka bercerai karena masalah apapun dalam sepuluh tahun pertama. Tetapi setelah waktu sepuluh tahun berakhir, justru ada Azka yang menginginkan mereka berdamai sebagai seorang ayah dan ibu.

Dari awal ini memanglah kehidupan pernikahan yang tak bisa dipertahankan. Tetapi selalu ada alasan untuk setiap hal. Perjanjian pra nikah dibuat , karena mereka saling terikat melalui bisnis sebelumnya. Bahkan hingga cinta itu tumbuh, dan Diza hadir setiap hal dari kehidupan mereka masih tentang kesepakatan.

Hingga akhirnya masa -masa sulit itu datang dan membuatnya begitu kentara. Tiada lagi kasih sayang dan simpati . Yang tersisa kini hanya kebencian dan dendam yang tertahan. Jauh di lubuk hati mereka masing-masing masih ada cinta yang begitu besar. Tetapi kebencian telah menenggelamkannya begitu jauh.

Mungkin ini adalah satu alasan terbesar dan terpenting untuk mengembalikan kehidupan keluarga itu. Melalui hadirnya Kanaya , yang diharapkan bisa menggantikan Diza.

Ruang ICU rumah sakit harapan.

"Bagaimana dokter? "

"Pasien kembali mengalami kejang, saya akui kami hampir saja kehilangannya. Namun syukurlah , tubuhnya cepat merespon dan kini keadaannya sudah kembali normal. "

"Bagaimana ini bisa terjadi dokter?"

"Beberapa tanda vitalnya sempat berhenti. Bahkan beberapa obat-obatan yang kami berikan tidak memiliki respon apapun terhadap pasien. Sepertinya pasien memiliki alergi terhadap beberapa obat-obatan, dan ini cukup menyulitkan dalam memberikan penanganan . Untuk itu kami harus memantau pasien selama 24 jam penuh untuk melihat perkembangannya ."

"Selamatkan dia Dokter, saya mohon?"

"Dokter pasien siuman, dia sepertinya ingin bertemu seseorang." ujar seorang suster yang baru saja keluar dari Ruang ICU.

"Boleh saya temui dia dokter?"

"Silakan Tuan, tapi saya harap Anda tidak mengajaknya untuk bicara terlalu banyak . Pasien masih membutuhkan istirahat ."

"Baik , dokter."

Azka pun bergegas Memasuki ruangan ICU untuk menemui gadis itu. Namun langkahnya terhenti begitu tangannya bergerak meraih handle pintu. Ada banyak pertanyaan di benaknya saat ini. Begitu banyak hingga ia sulit untuk memutuskan mana yang harus ia utarakan dan mana yang harus ia pendam.

Akankah gadis itu mengingatnya? Akankah ia membencinya karena hampir menghilangkan nyawanya? Atau bagaimana jika ia tidak mengingat kejadian malam itu, Akankah ia menerima takdirnya sebagai Diza?

Tidak, bagaimana mungkin ia menyerah terlalu cepat. Bagaimana mungkin ia menerka sesuatu kejadian di masa depan . Yang seharusnya ia lakukan adalah memperbaiki masa lalunya yang begitu kelam. Serta menebus kesalahan nya yang mungkin tak bisa dimaafkan.

Ia harus berfikir dewasa. Ia tak bisa hanya duduk diam dan menerka. Ia harus siap dengan segala macam konsekuensinya. Ia mengehela nafas panjang, mengumpulkan segenap keberanian yang ia miliki dan melangkah masuk dengan perlahan.

Air matanya seketika menetes melihat seorang gadis lemah terbaring tak berdaya. Wajahnya begitu pucat dan dipenuhi luka. Tatapan matanya sendu dan terlihat murung, seakan menanggung begitu banyak beban.

Dengan segenap keberanian, Azka pun menghampirinya dan menyapa.

"Hai, bagaimana keadaanmu?"

Gadis itu hanya menatap dengan tatapan kosong. Ia mengulurkan tangannya dan berusaha meraih Azka.

"Kepala saya sakit. Saya harus bangun. Saya mendengar seseorang gadis menangis. Tolong bantu dia, saya mohon?"