Ucapan Oslan yang menurutku terlalu takut. Seluruh urat nadinya mengerang kebas, sedangkan pupil matanya berkeling kalut. Hingga pada rahang bawahnya menegang. Matanya memusatkan diriku dengan perasaan kacau.
Aku yang mengajak dirinya datang ke sini malah berusaha memenangkan pertemuan ini. Tapi, Oslan malah mengalah sebelum perang.
Di taman ini, kami hanya dapat mengisi kekosongan di antara kebersamaan. Setelah mengurus berkas-berkas penting milik Sesil, aku mulai menginterogasinya secara langsung. Bahkan mendadak.
"Lo takut?" Aku melontarkan ucapan yang seolah-olah berani.
Walau sebenarnya aku tahu, kalau aku sudah pasti menentang tuan Berto bahkan ayahku sendiri. Ah, dia bukan ayah kandungku, lebih nyaman jika disebut dengan tuan Darwis.
"Bukan gue takut, tapi itu bisa ngebahayain e lo sendiri." Oslan dengan nadanya yang lirih. Kepalanya tergeleng-geleng kurang yakin bahwa diriku akan menang pada suatu hari nanti.
在webnovel.com支援您喜歡的作者與譯者