webnovel

Shousetsuka ni Mainichi ga Muzukashii

Dikisahkan seorang remaja yang masih duduk di bangku SMA merupakan seorang penulis pendatang baru yang telah memenangkan penghargaan pada karyanya “Best Novel of the Year” tahun ini. Namun, pasca penghargaan itu ..., suatu keanehan terjadi di dalam dirinya saat dia hampir menamatkan novelnya. Akhir-akhir ini dia kesulitan untuk memikirkan jalan cerita untuk kisah yang hendak dia tuliskan. [Writer Block] Sebagian besar penulis memang pernah mengalaminya, dia tidak sadar kalau ini terjadi pada dirinya sendiri. Sebab apa dia mengalaminya, apakah ini adalah tekanan batin karena susahnya kehidupan yang telah dia jalani? Suatu hari, seorang sahabat dekatnya menyarankan untuk berkeliling ke sebuah tempat, anggap saja itu adalah liburan yang digunakan untuk sarana refreshing otak. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengunjungi sebuah negeri yang menjadi inspirasi novelnya. Sudah sejak lama dia ingin pergi ke sana .... Ternyata, kehidupan di negeri itu sama beratnya hingga membuatnya putus asa dan ingin kembali ke kehidupan jauh sebelum dia menjadi novelis. Tapi, siapa sangka .... Di tengah-tengah dirinya kehilangan semangat hidupnya, seorang pria yang tidak diharapkan hadir tanpa sengaja menjadi pasangan takdirnya, dan mengubahnya menjadi sosok yang kuat dengan mempertahankan impian besar dalam kehidupannya. Bagaimana lika-liku kisah seorang penulis yang telah mengalami writer block hingga bertemu orang yang ditakdirkan untuknya? *Simak kisahnya dalam novel, “Shousetsuka ni Mainichi ga Muzukashii” yang artinya “Hari-hari yang sulit untuk seorang novelis.”

ANABANTINGAN · 青春言情
分數不夠
220 Chs

Editor Yang Baik Hati

Sekarang kembali ke malam pertemuan itu, setelah memungut sebuah memo kecil yang ditinggalkan di saku mantel lelaki yang telah menolongnya itu, dia tidak habis pikir kalau orang yang berada di dekatnya ini adalah orang yang selama ini saling berkomunikasi banyak hal dengannya.

Siapa lagi kalau bukan editornya sendiri, yang bernama Fitria!

Dia pikir selama ini Fitria itu nama cewek, rupanya cowok juga bisa memiliki nama tersebut!

Dia segera mengembalikan memo yang telah dipungutnya itu pada sang lelaki yang sedang duduk di dekatnya sambil bertepuk tangan saat menyimak sambutan dari seorang MC.

Dalam hati sang penulis pemula ini berkata-kata, 'Aku tak habis pikir kalau saat aku masuk tadi dia menyambutku, pantas saja dia mengenalku. Ya, karena dia memang editorku.'

"...." Dia sempat memasang muka datar saat menatap orang yang bernama Fitria ini, dia masih belum percaya kalau nama 'Fitria' itu cowok.

*Et dah, suer ku kira Fitria itu cewek!! Abis namanya feminim banget.

Tapi, jika dilihat-lihat lagi secara seksama, editor Fitria itu tampan juga, dia tinggi, memiliki karisma sebagai cowok yang cool dan baik hati.

"Hah~" dia sempat menghela napas untuk menenangkan dirinya, wajahnya yang datar itu terlihat sedikit lelah saat memikirkan kedekatannya selama ini dengan editor Fitria itu. Dalam hatinya berkata, "Untung aku tidak pernah memanggil dirinya 'mbak' atau bilang padanya kata-kata seperti rayuan gombal, 'sayang cantik' gitu, kalau saja seperti itu aaakh–!! Mau ku taruh mana urat maluku saat aku bertemu dengannya?"

"Ng ...?" editor Fitria yang usai menyimak pembukaan acara yang dibacakan sang MC itu perlahan melihat sang penulis yang tampak cemas yang telah ditemuinya ini, "Kenapa, Mawaru?" dia bertanya sambil memasang muka khawatirnya dan berusaha untuk tersenyum tipis barangkali senyuman yang dia pasang itu bisa untuk menenangkan kecemasan gadis ini.

Dia yang beri perhatian lembut oleh sang editor ini sempat terbawa perasaannya (baper), mukanya perlahan menjadi memerah saat memandangi editor Fitria.

"E-eh, ya, tidak apa-apa, ehehe. Hanya saja aku agak gugup." Jawab Cynthia sambil membuat tawa kecil supaya suasana ini tidak menjadi tegang karenanya.

*Duh, perhatian sekali sih masnya!!

Sang lelaki yang memberinya perhatian lembut ini menggeret sedikit kursinya ke dekat Cynthia, kemudian menenangkan dirinya dengan memegang tangan Cynthia kembali. Tapi, saat dia melakukan hal tersebut, muka Cynthia menjadi memerah padam.

"Ah, tanganmu dingin sekali dan berkeringat!" celetuknya pelan dan kemudian dia menjangkau tisu yang disediakan di tengah-tengah meja tempat para undangan ini berkumpul. Sang lelaki tersebut bermaksud membantu membasuh keringat yang ada di tangan Cynthia karena merasa tegang itu.

"E-eh, maaf merepotkan." Cynthia sangat malu dia diberikan perhatian khusus seperti ini terlebih lagi kesannya merepotkan (>_<)

*Ya, ampun saking baiknya orang ini bikin aku baper!!

"Tidak apa-apa, kok. Karena aku sudah berjanji kalau aku akan terus mendampingimu. Bukannya kau telah bilang padaku seperti itu? Aku juga sedari tadi menunggu kedatanganmu di dekat pintu. Ah~ sayangnya kau bolak-balik keluar, dan tidak segera menghampiriku." Jelasnya dengan lembut lagi.

Dalam hati Cynthia yang menyimak perkataan lelaki yang ada di dekatnya ini, "APAAA!? Jadi, dia sedari tadi memperhatikanku? Aduh, bagaimana ini!?" dia menjadi sangat malu, mungkin ini adalah perasaan paling memalukan sepanjang hidupnya. Dia pikir si editor ini cewek dan tidak akan datang, karena sedari tadi dia merasa hampa tidak mengenali siapa pun saat berada di ruangan ini terlebih lagi, dia mencari cewek yang namanya Fitria. Berhubung dia merasa kesepian, dia selalu balik keluar dan selalu menggenggam tangan sahabatnya. Saking gugupnya dan cemas, berkali-kali membuat dirinya agak mulas dan dia sering pergi ke toilet.

"Maaf," hanya itu yang bisa Cynthia katakan untuk menjawabnya.

"Ehehe, kenapa kau menjadi setegang itu? Santai saja! Ini kan acara yang megah~ kau harus menikmatinya."

Sang editor yang dirasa cukup berpengalaman ini sangat santai, dia meletakkan tisu yang telah dia ambil ke telapak tangan Cynthia. Penulis yang memiliki hipertiroid ini berusaha menyeka keringat yang keluar dari telapak tangannya itu sendiri. Dia tidak ingin merepotkan sang editor lebih dari ini.

"Terima kasih," dia menyingkirkan tangan editor dengan pelan darinya. Kemudian dia berusaha mengambil tisu kembali untuk menghapus keringatnya di wajah yang nantinya akan membuat riasannya luntur.

Sementara sang editor, hanya tersenyum tipis dengan sikap yang santai, duduk di dekatnya.

Di atas meja itu juga tersaji segelas air minum dan camilan. Tadinya editor Fitria ingin menyarankan Cynthia untuk meminum atau memakan sedikit suguhan itu tapi, rasanya perhatian yang akan dia berikan lagi akan menambah rasa ketegangannya.

Dia juga tidak menduga kalau penulis yang dia naungi itu setegang ini.

Sedangkan Cynthia merasa sejak saat dia telah mengucapkan rasa terima kasihnya, sang editor tidak berbicara lagi padanya. Perlahan, dia merasa sangat canggung.

"...."

*Untuk susunan acaranya author SKIP aja ya!

Beberapa menit kemudian, setelah acara sambutan-sambutan dari beberapa pihak penyelenggara, sekaranglah acara yang paling dinanti oleh para penulis yang bergabung di kontes terbesar tahun ini.

Beberapa penulis yang ada di ruangan ini sangat antusias, membuka matanya lebar-lebar, dan menyimaknya dengan sungguh-sungguh. Beberapa di antara mereka bertanya-tanya di dalam lubuk hatinya, 'Siapa yang kali ini akan dipanggil?', 'Kapan aku akan dipanggil?', 'Juara berapa yang aku dapatkan?', 'Apakah karyaku akan diadaptasikan?', 'Aku ingin tahu seberapa bagus karyaku sehingga layak mendapatkan juara berapa?'

Ya, itu adalah momen yang dinantikan tapi, hanya dia yang merupakan penulis pendatang baru yang tidak termotivasi sama sekali dengan acara ini, sepertinya rasa kecemasan itu sudah menghantuinya dan membuatnya menjadi gugup dan tak bisa berpikir jernih.

"...."

'Apa aku pantas di sini? Penulis seperti diriku pantas datang ke acara ini?'

'Aku tidak habis pikir kenapa editor Fitria memberikan undangan itu padaku? Bukankah masih banyak kandidat yang jauh lebih pantas menerimanya? Aku ini sama sekali tidak berpengalaman–'

Saat pikirannya sedang meracau dan dipenuhi dengan perasaan cemas itu, editor Fitria memanggilnya kembali, "Mawaru, kali ini kamu jangan gugup lagi, ya. Kamu harus bisa bersiap melangkah ke panggung itu tanpa aku."

"Eh!?" saat mendengar itu, jadi maksudnya ...?

Mata Cynthia yang memiliki nama pena Mawaru ini perlahan terbelalak tajam, itu artinya apa? Dia masih bertanya-tanya di dalam benaknya, jika orang-orang maju ke panggung, itu artinya kan seorang pemenang.

'Ups!!' editor Fitria keceplosan, kan belum saatnya mengatakan itu tapi, setidaknya kata-kata yang dia ucapkan itu menurunkan rasa kegugupannya. "Ah~ asal nama kamu disebutkan dalam kategori-kategori sang juara itu."

Dengan cepat Cynthia menjawab, "Aku ... merasa belum pantas mendapatkannya."

"Kenapa?"

"Karena ... aku ini hanya penulis ...."

"Hah~ kau mungkin terlalu pesimis! Jika kau merasa tak pantas untuk semua kerja kerasmu selama ini, mana mungkin aku memberikan undangan itu padamu? Apa perlu aku tarik lagi?" ujar sang editor dengan masih mempertahankan sikap masih santainya.

Tentu saja Cynthia yang memandangnya dengan ekspresi cemas bercampur khawatir itu pasti tidak setuju kalau undangannya dikembalikan!!

"Kamu yang ada di sini sekarang adalah penulis terhormat, bukan penulis remahan atau penulis kentang seperti yang kau pikirkan. Tak peduli meskipun kau masih pemula, atau merasa belum mahir akan sesuatu. Namun, yang melihat kepantasan itu bukanlah dirimu sendiri, melainkan orang lain." Jelas sang editor untuk memotivasinya.

"Apakah hanya itu yang dipikirkan oleh penulis yang pantas mendapatkan undangan? Hah~ aku kecewa~"

"Maaf–" Cynthia jadi merasa bersalah dengan dirinya yang terlalu pesimis ini.

"Yah, jangan terlalu dipikirkan, aku hanya bicara sendiri."

"...." Bagaimana tidak bisa memikirkannya kalau duduknya saja dekat!?

"Setiap orang yang berada di tempat baru yang belum terjamah lalu menjalin relasi baru yang asing pasti akan merasa gugup dan tidak pantas, aku pun dulu juga begitu. Tapi, selama ada orang yang menemani dirimu melangkah sampai sejauh ini, kamu pasti memikul harapan yang besar yang mereka titipkan, kamu tidak boleh terus menerus berpikir dirimu buruk justru kamu harus membuktikan kalau dirimu mampu berada di sini."

________

'Yang dia katakan ada benarnya, jika dilihat ke belakang lagi, aku yang dulu hanya penulis kecil tidak memiliki nama besar untuk disandang, aku hanya orang yang pantas dihujat dan menjadikan bahan bullian.'

'Ya, itu saat awal diriku berada di sini ....'

'Aku tahu, dia sedang memotivasiku ....'

'Aku benar-benar ingin mewujudkan semua itu ....'