Suasana sekolah begitu senyap karena para kelas 12 sedang mempersiapkan diri untuk ujian. Mereka datang sangat pagi dan pulang sangat petang bahkan para deretan kutu buku yang bersaing keras walaupun jumlahnya sedikit rela pulang hingga malam.
Jimin sedikit frustasi karena entah tersambat dari mana Seul Gi, kekasihnya ini menjadi jauh lebih tekun dan gigih. Seul Gi adalah salah satu anak murid yang rela pulang malam demi mengejar ketertinggalannya.
Seul Gi tidak menoleh sedikitpun pada paras Jimin yang sudah menunjukkan bahwa ia sangat bosan menunggunya. Jimin terlahir dengan otak cerdas jadi ia tidak perlu melakukan hal yang dilakukan Seul Gi yang bahkan memakai headband demi menahan kantuk.
"Apa hari ini kita akan pulang jam 8 malam lagi?", bisik Jimin.
"pulang saja duluan sana. Aku tidak memintamu menungguku!", desis Seul Gi karena tidak ingin mengganggu para murid yang lain.
Jimin khawatir karena Seul Gi memiliki haters disekolah ini apalagi semenjak berpacaran dengannya minggu lalu, jadi mana mungkin Jimin membiarkannya sendirian. Rasa panas itu masih mereka rasakan hingga sekarang.
Terutama Lee Sung Kyu yang semakin sering menyindir Seul Gi namun selalu berhasil dipatahkan oleh Jimin.
Handphone Jimin berdering, dan itu mengundang tatapan kesal para murid yang lain. Maka sebelum ia kena hantam Seul Gi, Jimin melesat keluar.
"Dimana kamu?", suara Ayahnya terdengar dengan tegas. Ia tidak pernah peduli akan Jimin sebelumnya.
"disekolah".
"cepat pulang. Ada yang ingin Appa bicarakan".
"nanti saja. Aku masih belajar. malam", Jimin langsung memutus telfon.
Baru saja Jimin ingin kembali, Seul Gi sudah keluar dan memberikan tas kekasihnya itu.
"kau sangat berisik. ayo kita pulang", kata Seul Gi.
Jimin menuruti Seul Gi dan tersenyum.
"siapa yang menelfonmu?",
"Appaku. Dia memintaku pulang".
"Yasudah. Aku bisa pulang sendiri kok".
Jimin menarik tangan Seul Gi, "jangan mimpi!".
"Jim... Ayahmu memintamu pulang, kau harus cepat pulang. Rumah kita berjauhan".
Jimin menghentikan langkahnya, "bagiku kau yang terpenting. Jadi jangan melawan dan turuti saja aku".
Seul Gi mengerutkan alisnya, "Jiminah... Kau bukan orang yang diktator, jangan seperti itu. Aku tidak suka".
Jimin menghela nafas pelan, "Disini hatersmu sangat banyak. Jadi aku harus menjagamu daripada suatu hal yang tidak baik terjadi lagi".
Jimin menuntun Seul Gi dan perempuan itu tidak dapat berkata apapun lagi.
Mereka sudah masuk kedalam mobil Jimin.
"Bagaimana hubunganmu dengan para Eonnie? Apa kau sudah menghubungi mereka".
Seul Gi menggeleng, "aku tidak tahu harus berbicara apa. Aku masih malu".
Jimin memasangkan seatbelt pada Seul Gi dan berhenti untuk menatap Seul Gi.
"kau lebih muda. Dan tidak ada yang salah atas kejadian waktu itu. Hilangkan rasa malumu. Kau harus kembali berhubungan".
Seul Gi setuju dengan Jimin. Ia seketika berubah mellow ketika mengingat kejadian memalukan tempo hari.
"Baiklah. Aku akan datang diakhir pekan ke apartemennya Jin Shim Eonnie".
Jimin mengusap kepala Seul Gi dengan lembut, "good job", lalu ia menyalakan mesin mobil dan mengeluarkan mobil dari parkiran.
-
-
-
Jimin memasuki rumah dan ia mendapati Ibu dan Ayahnya duduk diruang tamu. Pemandangan yang asing baginya.
"Jimin... duduklah nak", ujar Mamanya dengan meminta Jimin duduk disampingnya.
Jimin duduk tanpa berbicara apapun. Ia sungguh malas jika melihat ayahnya berada didepan matanya.
"papa tahu bahwa sebentar lagi kau akan ujian", Ayahnya membuka topik pembicaraan, "papa sudah mendaftarkan namamu di universitas milik teman Papa di london agar kau bisa belajar manajemen dan bisa membantu Papa diperusahaan".
Jimin membuka matanya dengan lebar, "Tidak. Apa kau tidak akan pernah bertanya pendapatku?", suara Jimin melengking. Ia sungguh emosi dengan perkataannya Ayahnya sendiri.
"Jangan membantah. Kau terlalu banyak membantah".
Jimin sangat tidak nyaman sekarang, ia merasa tubuhnya ingin meledak, "membantah? Aku selalu menurutimu! Aku merelakan semua mimpiku dan pindah ke sekolah yang kau pilih. Aku menolak semua kerja sama dari agency itu dan bersekolah tanpa ada kegiatan menari. Kau berjanji padaku untuk tidak mengganggu hidupku lagi. Aku tidak ingin meneruskan perusahaan apapun itu paaaa".
"jangan kurang ajar Jimin. Aku sudah membesarkanmu dan kau harus menurutiku. Jika tidak, keluar saja kau dari keluarga ini".
Jimin berdiri, Mamanya mulai menangis.
"Baiklah jika itu keinginanmu!".
"jika kau keluar, jangan bermimpi untuk kembali!!!", Ayah ikut berdiri.
Jimin kembali menatap ayahnya, "saat aku keluar dari sini. Maka aku akan menjalani hidupku jauh lebih kuat dan keras untuk meraih impianku!!!!!".
Jimin menatap Ibunya sekilas, "aku mencintaimu Ma," ia mencium ibunya lalu pergi tanpa menoleh sedikitpun.
Jimin menitikkan air mata saat ia keluar dari rumah besar ini. Tempat dimana ia tumbuh sendirian karena orang tuanya yang sibuk. Ayahnya sibuk mengurus perusahaan dan Ibunya sibuk mengurus Ayahnya.
Jimin pun meninggalkan rumahnya dengan mobilnya. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan mengembalikan mobil ini jika ia berhasil melakukan rencananya kali ini.
***
Jin Shim merasa gugup. Ia berada didepan pintu sebuah apartement yang asing. Ia tidak tahu apakah sang pemilik ada disini atau tidak.
Perempuan itu menghela nafas. Ia begitu takut untuk memencet bell dan memutuskan untuk pulang namun tepat saat ia membalikkan tubuh.
"Oh Jin Shim?", suara seseorang itu membuat raut wajah Jin Shim berubah bersemu merah.
Ia seperti tertangkap basah oleh Lee Gong Yoo. Sang pemilik apartement yang ingin ia datangi. Gong Yoo heran mengapa perempuan yang sangat sulit ditemui ini tiba-tiba berdiri didepan pintu apartementnya.
"Ada keperluan apa? Maukah kau masuk atau... kita", Gong Yoo bingung harus bersikap bagaimana.
"jika kau mengizinkan".
Dengan kaku Gong Yoo mengangguk dan ia membuka kunci pintu. Suara alarm pintu berbunyi diiringi dengan lampu yang menyala secara otomatis. Jin Shim membuka sepatu hak tingginya. Apartement Gong Yoo jauh terlihat lebih mewah dan juga besar.
Gaya apartement ini sangat berbeda dengan Gong Yoo yang terlihat sangatlah sederhana. Didalam hati Jin Shim mengakui selera lelaki yang sekarang sedang terlihat kikuk. Ia meminta Jin Shim untuk duduk diruang makan namun buru-buru mengganti dan mengantar Jin Shim ke ruang tengah.
"maaf".
Jin Shim memegang lengan Gong Yoo, "Gong Yoo-ssi. mungkin aku butuh minum terlebih dahulu".
"oh yaa. Sebentar".
Bukannya minum seperti yang Jin Shim bilang, Gong Yoo malah membawakan minuman hanya untuk Jin Shim. Ia memandangnya.
"Minumlah", ujarnya pelan.
Jin Shim menghela nafas, ia tidak percaya bahwa dirinya akan mempercayai lelaki kikuk ini untuk merubah hidupnya.
Jin Shim menuang segelas air putih dan berdiri. Ia memberikannya untuk Gong Yoo yang menerimanya dengan bingung.
"kau yang butuh minum. Karena kau yang tidak fokus dari tadi", tegas Jin Shim akhirnya kesabarannya udah diambang batas.
Gong Yoo meminumnya sekali teguk. Lalu ia mengajak Jin Shim duduk dibalkon yang tidak terlalu besar tapi nyaman untuk menjadi tempatnya mengambil nafas lebih segar.
"duduklah".
Mereka duduk pada rumput sintetis yang sudah diberikan beberapa bantal.
"Sepertinya kau sangat rapih. Terlihat dari rumahmu".
Gong Yoo mengusap tengkuknya dengan canggung.
"Jadi apa tawaranmu masih berlaku?".
Jin Shim terlihat sangat percaya diri dan itu membuat Gong Yoo semakin salah tingkah. Ia ingat saat Jin Shim menolaknya saat itu, Gong Yoo merasa begitu sedih setelahnya. Ia benci mengakui bahwa ia terlalu bodoh ingin melindungi perempuan kuat didepannya.
Gong Yoo tertawa tanpa ia sadari mengundang perhatian Jin Shim yang sangat peka.
"Setelah kau menolakku. Apa yang kau fikirkan sehingga kau merubah keputusanmu?", kepercayaan diri Gong Yoo datang entah darimana. Ia menatap Jin Shim dengan serius.
"Tidak ada alasan khusus saat kau mempercayai seseorang".
"jadi kau percaya padaku?".
Jin Shim mengangguk mengiyakan pertanyaan dari lelaki didepannya. Walau Gong Yoo masih tidak percaya dengan ini.
"Walau aku mempercayaimu. Bukan berarti aku membalas perasaanmu".
Gong Yoo tertawa melihat Jin Shim sangat percaya diri.
"Arraseo. Baiklah. Jadi kapan kau dapat mulai bekerja sama?".
"Secepatnya. Tapi aku harus menyiapkan diriku untuk resign dari tempatku bekerja. Aku akan kabarimu. Mungkin minggu depan".
Jin Shim berdiri dan berpamitan pada Gong Yoo. Mereka berpisah seperti biasa didepan apartement Gong Yoo dengan perasaan yang berbeda pada masing-masing.
***