webnovel

SEIN KIRI, BELOK KANAN

Hallo, terima kasih buat yang tetap setia baca meski udah digembok... insyaallah cerita ini kuupadate 3 bab sehari. ------------ Kisah cinta Nada, yang akhirnya berbelok arah. Ia menjalin hubungan selama bertahun-tahun dengan Aldo, tapi, tak kunjung dinikahi, sementara kedua orangtuanya sudah sangat resah mengingat usia yang semakin matang. Di perjalanan, ia malah dijodohkan dengan Alan, sosok yang dibenci. Pertemuan mereka diawali insiden menyebalkan, yang membuat Nada tak pernah bisa ikhlas menerima perjodohan dengannya. Pada akhirnya, Nada tidak mampu membantah orangtua, terutama Ayahnya sendiri. Menikah dengan orang yang dibenci, lantas meninggalkan sosok yang dicintai. Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Mampukah Alan menaklukkan hati Nada, atau malah melepas Nada di tengah jalan demi bersama Aldo.

da_pink · 青春言情
分數不夠
219 Chs

SEDIKIT KEKACAUAN DI DALAM HATI (2)

Bagai disambar geledek mendengar penuturan Rena barusan. Teh Yani? Yani, 'kan? Baru kemarin dia menghubungi Alan, dan saat kutanya, katanya klien. Sementara sekarang, Rena malah bilang, kalau Alan sudah lama putus dengannya. Artinya, mereka pernah pacaran sebelumnya. 

Alan bohong padaku. Tega sekali. Aku langsung saja terdiam seribu bahasa. Sempat kulirik, ia mengode adiknya dengan kerlingan mata. Paham maksudnya, agar ingat aku, jangan bahas masalah mantannya di depanku. 

Duh, tidak enak sekali suasananya tiba-tiba. Entah apa yang salah, kenapa aku jadi begini ya?

"Eh, maaf, Rena keceplosan." Rena langsung merasa tidak enak kepadaku, tapi kubalas dengan senyuman dan usapan di kepala. 

"Kak Nada, Aa', Rena mau belajar lagi, ya." Rena lalu memutar kembali kursi rodanya, ke tempat ia berada tadi. Di sebuah meja belajar, yang memang terletak di ruangan tengah rumah ini. 

Aku hanya mengangguk.

Beberapa saat dalam keheningan. "A' kamar kecil di mana, ya? Aku mau buang air."

Alan tersentak. Sejak tadi hanya diam saja. Apa salahnya bicara, jelaskanlah padaku atau apalah namanya. Ini tidak, malah memilih diam. 

Ia lalu berdiri dan mengantarku ke tempat yang dimaksud.

Aku lalu masuk ke dalam kamar mandi itu. Tak ada aktifitas buang air yang kulakukan. Hanya berdiam diri saja di sana, sekedar menenangkan hati. Kemudian keluar. 

Kupikir ia sudah beranjak pergi, ternyata belum. Alan menungguku hingga selesai. 

"Nada. Soal ...."

Aku tahu dia mau bahas apa.

"Yani? Klien Aa' itu? Atau mantan Aa' yang sekarang ada di sini? Orangnya sama atau beda?" Entah kenapa, rasanya ingin sekali memberondongnya dengan pertanyaan ini. Apa aku cemburu? Sudahkah kurasakan perasaan aneh seperti itu, di dalam hati ini?

Aku hanya akan cemburu, kalau telah jatuh cinta. Kecemburuanku akan semakin meningkat levelnya, jika kian hari, diriku semakin mencintai seseorang. Lantas, yang kurasakan pada Alan kini, apakah cinta?

Hmmm, entahlah. Yang jelas, rasanya tidak enak sekali. 

"Maafkan saya. Dia memang Yani, yang menelpon kemarin."

Baiklah, wahai hati, biasa sajalah menyikapinya. Berhentilah pura-pura berdebar-debar karena terbakar amarah. 

"Oh, kenapa kemarin Aa' bilang klien? Kok pake bohong segala?" 

Sudah bilang pada hati untuk biasa saja, tapi entah kenapa ini mulut malah tidak bisa berkompromi dengan hati, agar bisa bersikap santai.

"Saya hanya ingin menjaga perasaan kamu. Lebih baik tidak usah mengatakan siapa dia sebenarnya, tetapi saya tidak menduga sama sekali, dia bisa datang ke sini."

Aku menghela napas dalam. Rasanya bagaimana ya? Setengah tersanjung, setengah lagi tidak. 

Aku akui, upayanya untuk menjaga perasaanku cukup bisa diacungi jempol, hanya saja, aku tidak suka dibohongi. 

"Aku paling nggak suka dibohongi, A'."

Alan terlihat sedikit cemas. Wajar, karena sudah bohong. 

"Maafkan saya. Apa sebaiknya saya kenalkan kamu secara langsung padanya?" 

Haruskah kujawab, tidak perlu. Buat apa? Tidak ada urusan denganku. 

"Boleh." Kok jawaban seperti ini yang malah keluar dari mulutku?

Alan mengangguk, lalu menggenggam jemariku, dan membawa ke ruang depan. Sesampainya di ruang tamu, Ambu terlihat sudah berada di luar. Yani telah pulang. 

Baguslah, jadi aku tak perlu berkenalan dengan  wanita itu. 

"Nada, maaf, tadi Ambu ada tamu." Ambu menyongsong saat melihat aku dan Alan berdiri di dalam.

"Iya, Ambu, nggak apa-apa. Bapak mana, Ambu? Kok Nada nggak lihat?" 

"Bapak tadi pergi ke masjid, katanya ada rapat pengurus masjid," jawab Ambu sambil mengajakku duduk. 

"Oh. Kenapa tamu Ambu udah pergi aja?" 

Ya Allah, kenapa mulutku selalu mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan, yang berseberangan dengan keinginan hatiku agar bersikap santai?

Ambu terlihat mengarahkan pandangan ke Alan, yang masih berdiri di dekatku. Ada apa? Kenapa sikap mereka mencurigakan begini? Sebenarnya sejauh apa sih, hubungan Alan dengan Yani? Kok ia terlihat begitu akrab dengan keluarga ini? Ah, kacau. Pikiranku benar-benar sudah merajalela entah ke mana. Tolonglah beri penjelasan yang sebenar-benarnya.

------------