webnovel

SEIN KIRI, BELOK KANAN

Hallo, terima kasih buat yang tetap setia baca meski udah digembok... insyaallah cerita ini kuupadate 3 bab sehari. ------------ Kisah cinta Nada, yang akhirnya berbelok arah. Ia menjalin hubungan selama bertahun-tahun dengan Aldo, tapi, tak kunjung dinikahi, sementara kedua orangtuanya sudah sangat resah mengingat usia yang semakin matang. Di perjalanan, ia malah dijodohkan dengan Alan, sosok yang dibenci. Pertemuan mereka diawali insiden menyebalkan, yang membuat Nada tak pernah bisa ikhlas menerima perjodohan dengannya. Pada akhirnya, Nada tidak mampu membantah orangtua, terutama Ayahnya sendiri. Menikah dengan orang yang dibenci, lantas meninggalkan sosok yang dicintai. Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Mampukah Alan menaklukkan hati Nada, atau malah melepas Nada di tengah jalan demi bersama Aldo.

da_pink · 青春言情
分數不夠
219 Chs

KEBETULAN YANG KURANG SIP (2)

Aku mengantarnya hingga pagar, lalu menutupnya kembali. Namun, saat akan masuk ke dalam, seseorang terdengar memanggil namaku. 

"Nada." 

Ah, seperti kenal suaranya. Aldo? Masa sih? Dia 'kan paling susah bangun pagi. Saat aku berbalik, ternyata benar, dia sudah berdiri di depan pagar, mengenakan pakaian olahraga, plus earphone menyangkut di telinga. 

"Ngapain kamu di sini?" tanyaku sedikit panik, untung pas keluar tadi sempat pakai kerudung. 

"Rumahku 'kan di sini. Nggak nyangka ternyata kamu juga bakalan tinggal di komplek ini juga." Aldo tersenyum ke arahku, dan rasanya risih sekali. 

Ah, sudahlah, aku buru-buru berbalik dan masuk ke dalam rumah. Ketika sampai di dalam, ponselku berdenting. Pasti dari Aldo. 

@Aldo

[Kamu kenapa? Lihat aku kaya liat hantu aja.]

Aku malas merespon, kuintip dari balik gorden jendela. Dia sudah tidak ada. Syukurlah. 

Kenapa seperti ini sih? Giliran aku sudah mau 'move on' melupakan dia, yang menyia-nyiakan waktuku selama empat tahun. Tak mengindahkan juga video viralnya, yang membuatku terkenal, menjadi mantan terjahat, meninggalkan untuk menikah dengan pria lain, ketika sedang sayang-sayang. Justru di saat seperti ini, ia kembali menampakkan diri. Tinggal di kompleks perumahan yang sama denganku. Aduh, pusing.

Ponselku berdenting kembali, dengan malas kubuka pesan itu. 

@siAlan

[Saya sudah sampai di kantor dengan selamat. Kamu di rumah sendirian, tidak ada masalah, 'kan?]

Suamiku, nama dia di HP ini tidak mengenakkan sekali. Akan kutukar menjadi, @AlanHubby. Ih, norak. Edit lagi, menjadi, @Alan. Begini saja sudah bagus. 

Kubalas pesan darinya. 

@Nada

[Yup, aman.]

Ya Allah, kenapa kesannya sombong sekali? Mau edit, sudah terkirim, kirim lagi saja yang baru.

@Nada

[Alhamdulillah. Jangan lupa makan siangnya nanti, Aa' go foodin, yang berkuah. Aku lagi pengen makan sayur-sayuran.]

Saat terkirim, dan dibaca lagi, kusadari sepenuhnya, sungguh diri ini adalah istri yang aniaya. Untung dia beruang, maksudku ber-uang. Sebaiknya, aku mulai memasak saja, tapi di kompleks ini entah ke mana harus belanja persediaan dapur. Huh! Terpaksa juga tetap menunggu dia yang membawa ke pasar, ke swalayan atau ke mana saja, yang penting bisa beli bahan-bahan untuk dimasak. 

*

Sore harinya, aku terkejut mendengar suara berisik di luar pagar, sementara diri ini asyik tertidur di dalam kamar. Dengan malas beranjak dari tempat tidur. 

"Nada! assalamualaikum!" 

Ya Allah, Alan. Kulihat jam di dinding, pukul setengah enam. Kenapa sampai kebablasan begini sih tidurnya? Aku segera berlari ke bawah. 

"Aduh, maaf, aku ketiduran," ujarku sambil membuka kunci pagar, yang memang sengaja kugembok dari dalam, was-was dengan keberadaan Aldo di sini. 

"Itu tudung saji mana?" tanyanya dengan muka masam

Tudung saji? Aku langsung meraba kepala. 

"Kelupaan."

"Cepat masuk ke dalam, nanti ada yang lihat aurat kamu! Keluarnya malah pakai baju lengan pendek lagi. Duh, kena dosa deh." Alan menggerutu sambil mendorong pagar. Apa yang diucapkannya masih bisa kudengar dengan baik, walaupun aku sudah berjalan masuk ke rumah. 

Pagar kembali terdengar ditutup, dan langkah kaki Alan pun terhenti di teras. Ia membuka sepatu di luar, lalu menjinjingnya masuk ke dalam. Segera kuraih sepatu itu, dan meletakkannya di rak alas kaki, yang ada dekat ruang tamu. 

"Kamu sedang apa? Suara saya sampai hampir habis karena berteriak di luar, tetangga pada melirik lho." Alan duduk di sofa ruang tengah, aku mengikut. Tidak enak sekali rasanya. 

"Aku ketiduran. Maaf ya, A'."

"Telepon kenapa pakai dimatikan segala? Susah 'kan jadinya nelponin kamu. Besok-besok pagar nggak usah dikunci, saya jadi susah bukanya dari luar. Pintu dalem ini aja yang dikunci nggak apa-apa. Lagian kawasan ini, insyaAllah aman kok, kamu tenang aja," ujar Alan seraya naik ke atas. 

Kuikuti saja arah langkahnya dengan tatapan mata. Dia tidak tahu saja, kalau ternyata Aldo tinggal di sini juga.

Sikapku itu 'kan merupakan bentuk dari penjagaan diri dan kehormatan. Kalau suami sedang tidak berada di rumah, 'kan juga banyak pantangan yang harus dilakukan seorang istri, intinya menjaga kehormatan diri dan suami, saat dia tidak berada di rumah. Hal itulah yang sedang kulakukan.

------------