webnovel

SEIN KIRI, BELOK KANAN

Hallo, terima kasih buat yang tetap setia baca meski udah digembok... insyaallah cerita ini kuupadate 3 bab sehari. ------------ Kisah cinta Nada, yang akhirnya berbelok arah. Ia menjalin hubungan selama bertahun-tahun dengan Aldo, tapi, tak kunjung dinikahi, sementara kedua orangtuanya sudah sangat resah mengingat usia yang semakin matang. Di perjalanan, ia malah dijodohkan dengan Alan, sosok yang dibenci. Pertemuan mereka diawali insiden menyebalkan, yang membuat Nada tak pernah bisa ikhlas menerima perjodohan dengannya. Pada akhirnya, Nada tidak mampu membantah orangtua, terutama Ayahnya sendiri. Menikah dengan orang yang dibenci, lantas meninggalkan sosok yang dicintai. Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Mampukah Alan menaklukkan hati Nada, atau malah melepas Nada di tengah jalan demi bersama Aldo.

da_pink · 青春言情
分數不夠
219 Chs

HANYA KEBETULAN

"Baik, Pak. Oke, tiga puluh unit. Siap, siap. Untuk alamat kantornya bisa kirimkan saja ke nomor Whatsapp saya. Siap, Pak. Iya, baik. Kami akan berikan yang terbaik. Terima kasih Bapak. Selamat siang."

Alan kembali mendapatkan pembelian sekaligus permintaan pemasangan hardware komputer untuk sebuah perusahaan. 

Tak lama ponselnya bergetar, pasti alamat perusahaan yang memesan tiga puluh unit komputer terbaru tadi. 

[Alamat kantor Penjaknas / Perusahaan Penjaminan Kredit Nasional, Jalan Antasari nomor lima, Jakarta Selatan]

Alan mengirimkan ulang alamat itu ke bagian pengantaran unit komputer. Ia juga sudah mengonfirmasi ke bagian teknisi, agar bersiap untuk menuju lokasi pemasangan. 

Seperti biasa, Alan dan Zylan selalu ikut serta bersama dengan lima teknisi handal perusahaan mereka. Alan bukan tipikal pimpinan yang cenderung nge-boss atau suka memerintah tidak jelas. Ia merupakan contoh pemimpin idaman, tak pernah sungkan untuk turun langsung ke lapangan, dan membantu pekerjaan teknisi. Semua ia lakukan hanya demi menjaga hubungan baik dengan semua orang. 

Ia dan Zylan sudah sampai di lokasi. Kantor yang hanya berada di sebuah ruko tiga lantai, terletak di jalan protokol, cukup mudah untuk ditemukan. Seperti biasa, sang CEO ini selalu betah menggunakan sepeda motornya, dan Zylan, yang menduduki Kepala Bagian Pemasaran IMC, selalu setia menjadi pemberat di jok belakang.

Saat memasuki kantor tersebut, Alan mengonfirmasi kedatangannya pada frontliner di depan. Dua wanita, yang terlihat anggun dengan rambut dicepol, serta dandanan cukup tebal itu menyambut kedatangan Alan dengan senyum termanis yang mereka punya, sembari menurunkan masker yang menutupi. 

Tidak lama, Alan diantarkan menuju ruangan Pemimpin, sementara Zylan menunggu di depan, sebab tim pengantar barang beserta teknisi mereka, sedang menuju lokasi. 

Kebiasaan Alan selalu menyapa semua yang tampak dengan ramah juga ia terapkan di kantor ini. Saat dua pasang mata bertemu pandang, alangkah terkejutnya Alan. Tidak salah lagi, pemilik mata bulat dan indah itu ia kenali, meski tertutup masker.

"Mbak Nada?"

Orang yang ditanyai buru-buru memalingkan wajah, kembali menatap ke arah komputer di hadapannya. 

Ruangan pimpinan berada di lantai tiga, dan di lantai ini lah, ia melihat Nada. Saat menginjakkan kaki di sana, semua mata tertuju padanya. Deretan kubikel yang tersusun berjejer, menampilkan wajah-wajah yang menatapnya penasaran. Ada juga yang langsung berdecak kagum, sebab, meskipun hanya mata yang terlihat, mereka bisa menebak, seberapa tampan wajah dibalik masker itu.

Setelah menyapa sambil menunduk-nundukkan sedikit badan, Alan pun masuk ke dalam ruangan pimpinan, yang sudah dibukakan oleh salah satu frontliner tadi. 

"Selamat Pagi, Pak."

Alan menyapa sambil berjalan mendekat.

Pimpinan kantor tersebut juga sudah berdiri, menantinya di sofa tamu. 

"Tolong beritahu, saya ada tamu, sediakan minuman," kata sang atasan pada frontliner, yang ternyata masih berdiri di dekat pintu. 

"Oh, satu saja, Pak. Saya sedang puasa."

Jawaban Alan mendulang tatapan heran dari pimpinan kantor tersebut. 

"Wah, anak muda tapi rajin puasa. Salut saya," ucapnya kemudian. 

Frontliner yang masih berdiri di dekat pintu juga terlihat kagum, gesture tubuhnya berkata demikian. 

"Saya masih belajar istiqamah, Pak." 

Alan menunduk sopan. Ia tak ingin terdengar riya'. Namun, dari pada mubazir, meletakkan air untuknya, tapi tak disentuh. Lebih baik mengatakan di awal. Satu saja, untuk Zylan, yang sedang berada di bawah, menunggu tim mereka datang. 

Singkat cerita, menjelang siang, para teknisi sudah mulai mengerjakan tugas mereka. Mengganti unit yang berada di lantai dua. Katanya itu bagian pengajuan dan pencairan klaim, ada sekitar dua puluh unit komputer, empat belas digunakan untuk proses klaim, mulai dari pengajuan, verifikasi data, sampai pencairan setelah klaim disetujui. Satu petugas memegang satu-dua bank, untuk proses klaim asuransi kredit tersebut.

Sementara enam unit lainnya, untuk petugas yang berjabatan sebagai marketing sekaligus hubungan masyarakat, dalam hal ini selain mencari bank, yang bersedia bekerja sama dengan mereka, juga untuk menjaga hubungan baik, agar tetap terjalin dengan klien, yang dalam hal ini adalah pihak bank.

Di lantai tiga, terdapat enam unit, untuk petugas administrasi, yang memiliki job description, menerima segala persyaratan pengajuan klaim, membuat rekomendasi pengajuan, meminta persetujuan pada pimpinan, kemudian meneruskan ke bagian proses pencairan klaim. Selain itu, mereka juga membuat laporan terkait setiap bulannya. Satu petugas, bisa memegang satu-tiga bank.

Tiga komputer lagi diperuntukkan,  pada bagian SDM,  wakil pimpinan, dan pimpinan. 

Pembagian sudah tercatat sempurna di buku kecil Alan, yang ia serahkan pada Zylan.

-----------

Teknisi mengganti unit-unit yang sudah diperiksa dan dipindahkan data-data pentingnya oleh Alan dan Zylan.

Di saat itu juga Zylan tak sengaja melihat Nada turun ke lantai dua, tampak seperti membawa beberapa file, lalu memberikan pada salah seorang rekannya. 

Kebiasaan Nada memakai masker di dagu, membuat wajahnya terlihat jelas. Zylan sampai terpana menatap keelokkan wajahnya. 

"Zyl."

Alan mengagetkan Zylan, melemparnya dengan pena. 

"Fokus aja ke kerjaan," tambahnya sambil berbisik, saat Zylan menoleh.

Para karyawan, yang komputernya sedang dikerjakan terpaksa menunggu dengan sabar di ruangan makan lantai itu, sambil membicarakan ketampanan Alan, yang tadi sempat ketahuan saat Alan menukar masker setelah sempat bersin beberapa kali. 

Nada kembali lewat di depan mereka, refleks saja Zylan menegur.

"Hmm, Mbak."

Nada yang mencoba bersikap biasa-biasa dengan yang lain, menoleh.

"Ya?"

"Anu, toilet di mana ya?" 

Kalau sudah ahli urusan perempuan, bagaimana pun modusnya tetap terlihat natural.

"Oh, ada di sana."

Nada menunjuk sebuah pintu di ujung ruangan, yang berada di dekat tangga. 

"Makasih ya, Mbak."

"Ya, sama-sama."

Nada pun berlalu, setelah memberikan seulas senyum pada Zylan, dan sorot tajam ke arah Alan, yang juga tengah melihatnya.

Alan jadi bergidik, 'Buset, Itu cewek apa monster?'. Ia bergumam sendiri. 

"Cewek itu, cakep bener."

Zylan mendengar gumaman Alan, lalu mengomentarinya. Ia tampak terpukau dengan pesona Nada.

"Itu dia cewek yang gue ceritain."

Alan kembali berbisik, di sana memang hanya ada mereka berdua, sehingga tak ada orang lain yang dapat mendengar pembicaraan.

Zylan menggeleng, "Nggak mungkin, ramah banget gitu kok." 

"Ya udah kalo lo nggak percaya."

"Baek banget nasib lo, Bro. Dijodohin sama bidadari."

Alan menatap Zylan protes. "Bidadari nggak kayak gitu kelakuannya. Natap gue udah macam mau makan orang aja."

"Ya karena masalah lo sama dia belum dituntasin, makanya dia kaya gitu. Coba deh dihalalin, mana tahu bisa berubah jinak."

Zylan terkekeh. 

"Lo kate hewan, jinak. Nggak boleh gitu ngomongnya."

"Aciee ciee, dibelain. Udah fix, lo terima aja pinangan Bapaknya." 

Eh, kok!

------------