webnovel

Segel Cinta Zayyan

Zayyan Daviandra Arjuna atau yang akrab dipanggil Zayyan adalah siswa tampan yang paling populer sekolahnya. Namun begitu, tidak berlaku bagi siswi cantik dengan sejuta prestasi bernama Anindhita Fazila (Dhita). Keduanya tidak pernah satu pemikiran dalam hal apapun baik akademis ataupun non akademis, ada saja bahan untuk saling menyerang satu sama lain dan hal itu sudah menjadi rahasia umum. Dan sialnya, mereka terjebak dalam satu hubungan yang tidak pernah di bayangkan sebelumnya di karenakan janjinya Dhita yang akan memacari lelaki tangguh yang menolong adiknya dari sekelompok preman kampung yang ingin memerasnya beberapa waktu lalu. “Gue terima,” jawab Zayyan dengan wajah tengilnya. Ternyata dia lah lelaki tangguh yang tanpa sengaja telah menolong adek kesayangannya Dhita. Seisi aula tempat pertemuan siswa siswi baru seketika menjadi riuh, mereka bersorak sorai dan bersiul girang. Nggak ada akhlak! Dhita tau lelaki tangguh itu satu sekolah dengannya karena penuturan sang adik yang menggebu-gebu. Dan karena itulah adiknya mau satu sekolah dengannya,itu karena adiknya terlalu mengidolakan sang penolong. Nggak di sangka lelaki itu musuh bebuyutannya. “Kapan gue nembak lo?!” kesal Dhita yang di abaikan Zayyan. Apa tujuan Zayyan pada Dhita sebenarnya? Bagaimana nasib hubungan mereka? Stop atau lanjut? Temukan kisah penuh canda tawa dan airmata dalam novel ‘Segel Cinta Zayyan’ Dijamin buat ngakak dan baper parah.

worldside_11 · 青春言情
分數不夠
426 Chs

Makan Siang dengan Bakso Pemberian Zayyan

Zayyan sama sekali tidak memiliki perasaan dengan Rahma, walaupun ia memang mengakui kecantikan wanita itu.

Jadi ia juga tidak pernah berpikir kalau Rahma akan sangat mendalami peran dan terbawa perasaan saat ia mulai merespon chatnya dan mengizinkan makan bareng dengannya di kantin.

"Udah kali Rel, lo berlebihan tau gak? Rahmanya aja yang baper kan sebelumnya udah dibilang kalau Zayyan tu gak tertarik sama dia."

Sebagai orang yang menghubungkan antara Zayyan dan Rahma, Yuda tau betul perasaan diantara mereka berdua.

"Dahlah, kalian mau ngebahas Rahma terus disini atau balik sekarang ni?" Zayyan yang sudah siap dengan jaket kulit dan helm full facenya langsung menyalakan motor sportnya.

"Main gerak sendiri aja, tungguin kita lah!" sahut temannya sambil buru-buru menyalakan motor dengan suara knalpotnya yang merdu.

Tapi hanya bagi kaum cowok, bagi kaum cewek dan sebagian guru suara knalpot mereka itu berisiknya bukan main.

***

Dhita terlihat sedang duduk termenung didalam kamarnya, di depan meja belajar yang dipenuhi dengan poster fakultas-fakultas ternama lokal dan luar negeri.

Anindhita Fazila, adalah seorang siswi berprestasi yang memiliki impian besar jauh di masa depan. Mulai dari nilai nilai yang harus selalu menjadi yang tertinggi, ia juga menargetkan banyak hal seperti impian kuliahnya di masa depan setelah lulus sekolah.

"Bodoh, bodoh, bodoh, bodoh...!" ia terus terusan mengumpat dirinya sendiri.

"Kenapa gue harus mau sih waktu Dina minta permintaan aneh kayak gitu." Dhita mulai mengacak-acak rambutnya dengan kesal, ia merasa telah membuat keputusan terburuk dalam hidupnya.

"Dia juga, kenapa jadi sok baik gitu pas di podium? dia pikir gue gak bisa ngatasi mereka sendiri apa? sampek pura-pura nerima cinta gue lagi, duh!" saking kesalnya wajah cantiknya itu sampai memerah.

"Dan sialnya pelaku utama dari bencana gue hari ini adalah adik gue sendiri, DAFFAAA!" suaranya menggelegar sampai seisi rumah mendengar.

"Dhita! jangan teriak-teriak" sahut ibu dari luar kamarnya, segera Dhita menutup mulutnya sambil melebarkan mata.

Tok, Tok, Tok!

"Masuk!"

Mendengar ketukan dari pintu kamarnya, Dhita langsung merapikan kembali rambut dan setelan pakainnya yang berantakan sebelum mengizinkan orang itu untuk masuk.

"Ngapain sih manggil orang sampek teriak-teriak gitu?" Daffa masuk sambil menggosok-gosok kupingnya itu, rasanya hampir pekak mendengar teriakan kakanya yang memanggil namanya, mana suaranya jelek lagi.

"Ya maaf, lagian siapa yang manggil lo Sih? gue Cuma kesal doang makanya teriak," jawab Dhita sambil menggembungkan pipi tembemnya.

"Jadi kok pake sebut nama gue? ngeganggu tau!" sahut Daffa kesal, ia sedang asik main gadget malah di panggil dengan teriak lagi, siapa yang ga marah coba.

"Karna gue memang kesalnya sama lo? tau? ga tau kan lo kalau gue kesalnya sama lo?" emosi Dhita bergejolak dan siap di semburkan kapan saja.

Ni anak gak ingat apa perbuatan yang udah dibuatnya di sekolah? pake nanya dengan wajah polos. Untung adik gue kalau gak udah abis gue geprek lo Daf! dalam hati Dhita mengumpat.

"Kesel sama gue? harusnya lo tu berterima kasih sama gue karena bisa kasih lo seorang pacar jagoan, jago berantam loh dia." Pokoknya Daffa ini udah mengidolakan orang yang nyelamatin dia waktu di kepung sama preman waktu itu.

"Nyadar diri dong! apes banget tau gak idup gue harus pacaran sama dia, dan itu karena lo." Coba aja dia gak banyak omong waktu di podium, pasti mereka gak bakal sampek jadian gitu, mana disorakin 1 sekolah lagi

"Lo kenapa sih sama dia? nih ya kak, menurut gue dia tu orangnya baik kok, tadi aja temen cewek gue pada ngegosipin dia kalo bisa di itung mungkin setengah dari mereka mau pacaran sama kak Zayyan." Emang yang the best lah pokoknya kak Zayyan itu.

"Dia itu orang paling resek sedunia, siapa bilang dia baik? kalau temen cewek lo yang kecentilan itu tau sifat aslinya gue yakin mereka bakal benci banget tuh sama idola lo." Dhita udah tau kalau Daffa emang ngefans berat sama orang yang nyelamatin dia waktu itu.

Karena orang yang nyelamatin dia itu juga Daffa jadi mau masuk ke sekolah yang sama dengan sekolah kakaknya, kalau gak mungkin udah sekolah di luar kota dia dan itu sangat merepotkan.

"Dhita! Daffa! makan dulu, masakan mama udah siap ni," suara mama terdengar sekali lagi, kali ini ia bagai alarm pengingat makan siang bagi kedua anaknya.

Keluar dari kamar, Dhita dan Daffa sudah siap dengan piring dan garpu, siap menyantap daging panggang buatan mama.

Gak tau kenapa mama tumben banget manggang daging siang hari, biasanya ini dijadiin menu makan malam bareng papa.

"Papa belum pulang ma?" tanya Daffa basa-basi, padahal ia tau Ayahnya selalu pulang sebelum senja.

"Papa kan emang biasanya pulang sore, gimana sih? masa baru masuk sekolah 3 hari udah lupa sama kejadian dirumah?" goda ibunya, ia paling tau kalau Daffa sedang cari topik buat ngobrol biar gak diem aja pas makan siang.

"Dhita, kamu gak makan?" menoleh ke putri sulungnya, mama bertanya dengan senyum termanisnya.

"bentar ma, aku lupa sesuat!." mendecak lidahnya, Dhita turun dari kursi dan kembali ke kamarnya.

Bukan karena ia gak selera makan, tapi ia teringat sama bingkisan yang ia bawa pulang.

"Duh, ampir aja lupa kalau sampek mendem disini semalaman sampek besok bisa bau tas sekolah gue." Dhita mengeluarkan sebungkus bakso pemberian pacar laknatnya itu.

"Kenapa harus gue bawa pulang sih?" lagi-lagi ia mengumpat dirinya, kali ini karena kesal sudah membawa pulang makanan ini, bukan karena tidak enak tapi ini pemberian orang yang sangat ia benci.

Meraungkan segala kekesalan dalam hati, Dhita membawa keluar bungkusan bakso itu dan meletakkannya di atas meja dapur.

"Bibi mana ma?" tanya Dita sambil duduk kembali di kursi yang ia duduki sebelumnya, kali ini ia mulai menempatkan nasi di piring makan siangnya.

"Lagi di luar tuh." jawab ibu singkat sebelum ia kembali bertanya "Apa yang kamu bawa tadi, kok kayak makanan gitu, bakso itu ya?" mata ibu menyala-nyala.

"Iya tadi aku pesan di sekolah tapi tiba tiba gak selera makan, yauda deh aku bungkus aja," gak mungkin dong Dhita bilang kalau itu dibelikan sama cowok, bisa heboh satu rumah.

"Pas kali dong, mama memang lagi ngidam bakso ini, baru aja telpon papamu buat beliin bakso pas pulang nanti," dengan semangat ibunya bangkit dari kursi dan langsung meluncur ke bingkisan yang diletakkan Dhita diatas meja dapur tadi.

"Bukannya itu bakso pemberian kak Zayyan ya? soalnya gue liat tadi pas di kantin?" dengan polosnya Daffa bertanya dan langsung direspon meriah oleh sang ibu.