webnovel

Secret Love for Secret Admirer

Tak pernah terpikirkan, apa yang menjadi kesukaanmu aku juga menyukainya. Tanpa sadar, aku selalu menuruti nasihat dan perintahmu. Lama-lama, aku tahu artinya bahwa itu semua hanyalah sebuah keinginan agar diakui untuk menjadi lebih dari seorang sahabatmu. Aku, sebagai pengagum rahasia, yang menyukaimu secara diam-diam. (Nadia Naraya) Rasa simpati dan sebuah ketertarikan biasa. Itulah yang aku rasakan saat pertama kali melihatmu. Aku tak tahu sejak kapan rasa itu sedikit demi sedikit berubah menjadi rasa penasaran dan selalu ingin tahu tentangmu. Katakan saja, kalau ini adalah sebuah cinta rahasia untuk seorang pengagum rahasia. Lupakan perasaanmu darinya dan berbaliklah menyukaiku. (Fauzan Narendra) Nadia memendam perasaan pada sahabatnya - Agra - hampir selama enam semester terakhir sejak mereka bersahabat. Sayangnya, saat Nadia ingin mengungkapkan perasaannya, bertepatan dengan itu, Agra bercerita bahwa ia sudah memiliki kekasih. Nadia tidak bisa menghindar begitu mudah, karena ia terjebak di dalam satu proyek dengan Agra cukup lama. Inilah yang bisa dilakukan Nadia, mengagumi dalam diam. Saat Nadia sudah mencapai puncak kegalauannya, seorang laki-laki bernama Fauzan datang ke dalam hidupnya. Nadia pikir, ia baru pertama kali bertemu laki-laki ini. Namun, ternyata Fauzan sudah mengenalnya sejak dua tahun lalu. Fauzan muncul begitu saja saat Agra menghilang menangani proyek dosen selama beberapa bulan. Fauzan bilang bahwa ia menyukai Nadia. Lantas, apa yang akan Nadia lakukan selanjutnya? Cover by : Diarra_design Follow me on Instagram : @NurulAyuHapsary

N_Ayu_Hapsary · 现代言情
分數不夠
372 Chs

440. Asking Nadia

"Dibandingkan denganku, aku sama sekali tidak menghasilkan apapun selama ini," kata Nadia lagi. Mereka masih melanjutkan percakapan yang sebelumnya.

"Apa maksudmu tidak bisa menghasilkan apapun?"

"Tentu kamu tahu maksudku kan? Aku masih belum bisa menghasilkan sesuatu yang membuatmu terkesan. Aku pikir, aku bisa menerbitkan novelku," gumam Nadia dengan pelan di akhir kalimatnya.

Fauzan terdiam. Ia mendadak merasa aneh mendengar ungkapan Nadia tersebut. Ia menoleh ke arah Nadia.

"Apa?" tanya Fauzan untuk memastikan.

"Ya. Aku sudah membuat novel. Aku rasa, itu yang sesuai dengan passionku. Tapi, aku sudah mengirimkannya ke penerbit. Lebih dari sepuluh penerbit. Tapi, semua menolakku meski aku sudah banyak merevisinya berkali-kali," kata Nadia dengan wajah murung kembali.

"Jadi, itu yang membuatmu murung?" tanya Fauzan lagi. Nadia terdiam sejenak. Ia kemudian melihat ke arah Fauzan.

"Kamu, murung karena novelmu masih ditolak oleh penerbit?" tanya Fauzan lagi.